August 8, 2024

Sejarah Mars Pemilu Tanpa “Pilkada”

Pemanfaatan lagu sebagai sarana penyampaian pesan atau iklan sudah tidak asing lagi. Beberapa jingle iklan yang ditayangkan setiap saat dapat begitu melekat dalam ingatan seseorang, dinyanyikan kembali oleh orang tersebut dan menjadi promosi gratis bagi produk yang diiklankan.

Demikian juga dengan pemilu, sepanjang penyelenggaraan pemilu di Indonesia, sosialisasi pemilu kepada masyarakat juga dilakukan melalui lagu-lagu, baik Mars Pemilu maupun jingle pemilu yang masing-masing menggambarkan berbagai sistem, dasar hukum dan ideologis, jenis, asas pemilu serta harapan terhadap pemilu pada setiap masanya.

Hendri F. Isnaeni dalam “Lagu-lagu Pemilu” (historia.id) menceritakan, jelang Pemilu 1955, diadakan sayembara lagu pemilu dan pemenangnya adalah lagu “Pemilihan Umum” karya Marius Ramis Dajoh (penulis lirik), Ismail Marzuki (melodi dan aransemen), dan GWR Tjok Sinsu (penggubah) dengan lirik:

Pemilihan umum,
Ke sana beramai,
Marilah, marilah saudara-saudara
Memilih bersama wakil kita
Menurut pilihan, bebas rahasia,
Itu hak semua warga negara
Nyusun kehidupan adil sejahtera.

Pada masa Orde Baru beberapa program pemerintah disosialisasikan kepada seluruh masyarakat melalui lagu, seperti Keluarga Berencana dan Pemilu. Lagu-lagu tersebut disiarkan berulang-ulang baik melalui televisi dan radio yang pada saat itu masih didominasi oleh media milik pemerintah dan diajarkan di sekolah-sekolah melalui pelajaran kesenian sehingga menjadi sukar untuk dilupakan. Generasi yang tumbuh dan besar di masa Orde Baru biasanya akan ingat dan hapal lagu Mars Pemilu yang liriknya sebagai berikut:

Pemilihan umum telah memanggil kita,
Seluruh rakyat menyambut gembira,
Hak demokrasi Pancasila,
Hikmah Indonesia merdeka,
Pilihlah wakilmu yang dapat dipercaya
Pengemban Ampera yang setia
Di bawah Undang-Undang Dasar 45
Kita menuju ke pemilihan umum.

Lagu yang diciptakan oleh Mochtar Embut (1934-1973) ini cukup sederhana, sehingga mudah dihapalkan dan dinyanyikan. Pesan lagu ini jelas mengajak pemilih menggunakan suaranya untuk memilih para wakil rakyat yang dapat dipercaya dan pengemban Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) yang setia. Dalam lagu yang sederhana ini landasan ideologis yang yuridis pemilu dinyatakan secara tegas: Pemilu sebagai hak demokrasi Pancasila (ideologis) dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar yuridis.

Di samping diperdengarkan setiap menjelang pelaksanaan pemilu di TVRI maupun RRI, lagu ini diajarkan juga kepada murid-murid di sekolah dasar dan menjadi salah satu lagu wajib yang harus dihapalkan oleh murid-murid pada pelajaran kesenian sehingga baik disadari atau tidak pendidikan mengenai kepemiluan sudah ditanamkan kepada pemilih atau calon pemilih sejak usia kanak-kanak. Lagu ini digunakan selama 6 kali pemilu di masa Orde Baru. Pada tahun 2004, Mars Pemilu karya Mochtar Embut kembali dinyanyikan oleh Slank, grup band rock kontemporer Indonesia dengan gaya khas mereka dalam album Road to Peace.

Perubahan konstitusi dan struktrur ketatanegaraan pasca Reformasi 1998 juga telah mendorong terjadinya perubahan dalam sistem pemilu sehingga dipandang perlu adanya Mars Pemilu baru. Lagu Mars Pemilu yang diciptakan oleh Nortier Simanungkalit terpilih menjadi Mars Pemilu baru yang mulai dikumandangkan sejak Pemilu tahun 2004 sampai sekarang. Lirik Mars Pemilu karya Nortier Simanungkalit adalah sebagai berikut:

Pemilihan Umum kini menyapa kita,
Ayo songsong dengan gempita
Kita pilih wakil rakyat anggota DPR, DPD, dan DPRD
Mari mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 45
Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Tegakkan reformasi Indonesia
Laksanakan dengan jujur, adil dan cermat
Pilih dengan hati gembira
Langsung, umum, bebas, rahasia
Dirahmati Tuhan Yang Maha Esa.

Selain mengajak pemilih menggunakan hak pilihnya, dalam lagu ini juga terdapat informasi mengenai jenis pemilu yang diselenggarakan yaitu memilih anggota DPR, DPD dan DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah melahirkan lembaga baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Selain dasar idelogis Pancasila dan yuridis Undang-Undang Dasar 1945, lagu ini juga menyebutkan asas-asas penyelenggaraan pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Berbeda dengan Mars Pemilu pada masa Orde Baru yang penyebarluasannya dilakukan secara masif hingga dijadikan lagu wajib anak-anak sejak Sekolah Dasar. penulis berpendapat, Mars Pemilu baru kurang tersosialisasi.

Sampai penyelenggaraan Pemilu 2014, tampaknya yang menguasai dan dapat menyanyikan lagu Mars Pemilu ini dengan baik barulah para Anggota Paduan Suara Komisi Pemilihan Umum. Tak jarang ketika penulis menanyakan kepada seseorang apakah mengenal atau bisa menyanyikan Mars Pemilu yang baru, orang tersebut menjawab bahwa yang dikenal itu Mars Pemilu masa Orde Baru, sekalipun orang tersebut juga bekerja di Komisi Pemilihan Umum.

Oleh karena itu, upaya sosialisasi Mars Pemilu terus dilakukan, baik oleh Paduan Suara Komisi Pemilihan Umum yang selalu menyanyikan Mars Pemilu pada setiap kegiatan tahapan Pemilu maupun dengan pemutaran lagu Mars Pemilu di Kantor KPU RI sepanjang hari. Mars Pemilu ini juga dibuat dengan beberapa versi musik seperti versi dangdut, pop, country sesuai dengan selera pemilih yang menjadi target sosialisasi.

Selain Mars Pemilu, upaya sosialisasi pemilu kepada masyarakat dilakukan melalui penciptaan jingle pemilu, khususnya untuk menarik minat pemilih pemula menggunakan hak pilih. Pada Pemilu 2009, jingle Pemilu berjudul 5 Menit untuk 5 Tahun yang diciptakan dan dipopulerkan oleh grup band Coklat. Lagu ini mengandung pesan mengajak generasi muda untuk ikut memilih dan tidak golput dalam Pemilu 2009.

Pada Pemilu 2014, jingle pemilu dilombakan dan dimenangkan oleh Enrico Michael Wiru. Lagu berjudul “Memilih untuk Indonesia” dipopulerkan oleh Judika, dengan lirik:

Tiba saatnya kita untuk memilih,
Di bilik suara, coblos yang kau pilih,
Mari rayakan pesta demokrasi
Tentukan pilihanmu untuk bangsa Indonesia
Berikan suaramu demi masa depan kita
Langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil
Ayo memilih untuk Indonesia.

Sempat terjadi perubahan lirik dari lagu asli dengan lagu yang disosialisasikan kepada masyarakat, dari “satu yang kau pilih” menjadi “coblos yang kau pilih” karena lirik awal dianggap mengarahkan pemilih untuk memilih nomor urut calon tertentu.

Pemilihan kepala daerah  atau pemilihan gubernur, bupati, walikota (untuk singkatnya dalam tulisan ini akan disebut pilkada saja) secara langsung oleh rakyat telah dimulai sejak tahun 2005, meskipun demikian belum ada Mars atau Jingle untuk Pilkada. Sekalipun pemilihan kepala daerah juga diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum, terutama Komisi Pemilihan Umum Daerah dan sempat masuk dalam ranah pemilu, belum dilakukan perubahan terhadap Mars Pemilu dengan memasukkan pemilihan kepala daerah ke dalam liriknya.

Perubahan lirik lagu ternyata tidak semudah mengubah Undang-Undang Pemilu. Dinamika dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pemilihan kepala daerah hingga sekarang terbit Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang mengatur pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan walikota yang dipilih langsung oleh rakyat secara serentak memerlukan sosialisasi yang terus menerus kepada masyarakat dan sosialisasi melalui lagu dianggap merupakan salah satu bentuk sosialisasi yang efektif.

Baik Mars maupun Jingle Pemilu yang sekarang ini kurang cocok jika dipakai untuk sosialisasi pilkada karena memang di dalam liriknya tidak ada pilkada, sehingga diperlukan lagu baru Mars atau Jingle Pilkada, dan tampaknya hal ini juga telah menjadi inisiatif beberapa KPU daerah untuk menyelenggarakan lomba cipta Mars dan Jingle Pilkada, seperti KPU Kabupaten Sragen mengadakan lomba cipta jingle pemilihan bupati (pilbup) 2015.

Akan tetapi, karena pilkada diproyeksikan untuk menjadi pilkada serentak nasional, sebaiknya KPU RI perlu juga mengadakan lomba cipta Mars atau Jingle Pilkada Nasional. Akan tetapi, untuk Pemilu Serentak Nasional 2019, sepertinya Mars Pemilu yang sekarang masih bisa terus dipertahankan, sepanjang serentaknya untuk memilih Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Presiden dan Wakil Presiden (5 kotak suara) seperti yang dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. []

CATHERINE NATALIA
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem);
Anggota Paduan Suara KPU RI (2011-2015)