August 8, 2024

Sidang Segera Dimulai, KPU Siapkan Alat Bukti

Tim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum menyiapkan alat bukti dari KPU daerah untuk menghadapi rangkaian sidang perselisihan hasil pemilihan umum legislatif. Alat bukti tersebut berupa formulir C1 plano hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara atau dokumen dan formulir lain untuk mendukung jawaban KPU sebagai termohon di Mahkamah Konstitusi.

MK menggelar sidang pendahuluan untuk 260 perkara PHPU legislatif secara bertahap pada 9-12 Juli 2019. Sesuai jadwal, pada Selasa (9/7/2019) ini, 64 perkara akan disidangkan MK. Perkara-perkara itu akan dibagi ke dalam tiga panel yang masing-masing beranggotakan tiga hakim. Tiga panel itu dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, dan juru bicara MK I Dewa Gede Palguna.

Anggota tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin mengatakan, jawaban KPU sebagai pihak termohon akan dikirimkan secara bertahap disesuaikan dengan jadwal persidangan. Jawaban termohon untuk 64 perkara yang disidangkan Selasa ini telah dikirimkan Jumat lalu. Adapun untuk perkara yang disidangkan Rabu-Jumat, alat bukti serta jawaban termohon dikirimkan ke MK pada Senin hingga Rabu ini. Hukum acara di MK mengatur jawaban pihak termohon paling lambat diserahkan dua hari sebelum persidangan pendahuluan digelar.

“Alat bukti sedang kami siapkan semuanya untuk mendukung jawaban termohon. Kami juga diberi kesempatan untuk memperbaiki jawaban pihak termohon, 11-26 Juli 2019. Perbaikan itu baru bisa kami kirimkan ke MK setelah menyimak sidang pendahuluan, Selasa,” kata Ali, Senin di Jakarta.

Perkara dari sejumlah provinsi akan diperiksa, Selasa ini, antara lain dari Jawa Timur, Jawa Barat, Aceh, Papua, Maluku, dan Maluku Utara.

Ajukan eksepsi

Dari total 260 perkara yang diajukan ke MK, menurut Ali, telah dipetakan satu per satu oleh kuasa hukum KPU. Tidak semua menyoal tentang sengketa hasil, dan ada beberapa yang mempersoalkan sengketa proses pemilu. KPU menyiapkan respons yang berbeda atas perkara, tergantung pada dalil yang dibangun oleh pemohon. Selain itu, ada beberapa perkara yang dinilai tidak diajukan oleh peserta pemilu, yakni misalnya diajukan oleh calon anggota legislatif (caleg) secara pribadi tanpa meminta persetujuan dari partai politik (parpol). Ada pula yang diajukan melewati tenggat waktu.

“Jika yang secara khusus menyangkut sengketa hasil, kami siapkan sejumlah dokumen untuk alat bukti, mulai dari C1 plano, formulir C1, maupun hasil rekap di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, maupun provinsi. Namun, untuk perkara-perkara lain yang menurut kami tidak memenuhi persyaratan, seperti melewati tenggat waktu, dan diajukan bukan oleh peserta pemilu, kami mengajukan eksepsi,” katanya.

Ali mengatakan, pemenuhan syarat perkara itu diyakini juga akan dipertanyakan oleh mahkamah. Oleh karena itu, untuk perkara-perkara tertentu yang dipetakan tidak memenuhi persyaratan, KPU tidak perlu menghadirkan saksi.

 “Pada pokoknya alat-alat bukti kami siapkan terlebih dulu. Jika nanti dalam dinamika persidangan terungkap alat bukti saja tidak mencukupi, kami akan mengajukan saksi untuk perkara-perkara tertentu,” kata Ali.

Terkait dengan perkara yang mempersoalkan proses pemilu, menurut Ali, hal itu diyakini akan disikapi MK dengan bijak. Pasal 75 Peraturan MK (PMK) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam PHPU Anggota DPR dan DPD menyatakan, permohonan harus menguraikan dengan jelas, kesalahan hasil suara oleh termohon, dan perolehan suara yang benar menurut pemohon.

“Kalau ternyata tidak menguraikan angka, tetapi terkait dengan proses pemilu, kami akan ajukan eksepsi,” ujarnya.

Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, pemeriksaan berbasis provinsi dipandang lebih memudahkan bagi mahkamah. Pemilahan perkara berbasis provinsi juga mempercepat pemeriksaan perkara.

“Pemohon, pihak terkait, dan termohon yang masih dalam satu daerah membuat teknis pemeriksaan jauh lebih mudah. Dalam satu perkara, hakim bisa memeriksa berbagai perkara dari satu provinsi yang diajukan satu parpol yang sama,” katanya.

Dari 260 perkara, MK meregistrasi satu perkara khusus yang diajukan oleh Partai Berkarya. Partai itu mengklaim pemenuhan syarat ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di semua provinsi. Untuk pemeriksaan itu, MK menjadikan permohonan itu dalam satu perkara.

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 9 Juli 2019 di halaman 2 dengan judul “Sidang Segera Dimulai, KPU Siapkan Alat Bukti”.