August 8, 2024

Sistem Politik Perlu Direformasi

Tingginya angka korupsi yang dilakukan oleh aktor-aktor politik, baik yang ada di legislatif maupun eksekutif, dapat dijawab dengan reformasi sistem politik dan kepartaian. Sepanjang era reformasi, partai politik bergeming tanpa ada perubahan signifikan dari segi kelembagaan, sistem pendanaan dan transparansi keuangan, serta sistem perekrutan calon kepala daerah dan legislatif.

Sistem politik yang minim transparansi, meritokrasi, serta berbiaya tinggi itu akhirnya kerap memperparah tingkat korupsi politik. Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak 2004 sampai 2019, anggota DPR dan DPRD menjadi aktor kedua yang paling banyak terjerat kasus korupsi (247 kasus). Sementara, ada 121 kasus korupsi yang menjerat kepala daerah dari tingkat kabupaten/kota sampai provinsi.

Rencana DPR dan Pemerintah untuk merevisi sejumlah undang-undang (UU) paket sistem politik, seperti UU Partai Politik, UU Pilkada, dan UU Pemilu, perlu dikawal. Hal ini penting agar revisi menghasilkan pembenahan dan reformasi sistem politik, kepartaian, dan menekan angka korupsi, bukan membuka celah baru korupsi.

Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Moch Nurhashim, di Jakarta, Selasa (10/12/2019), mengatakan, pembenahan sistem politik dan kepartaian dibutuhkan untuk mendorong organisasi partai yang sehat. Hanya saja selama 21 tahun terakhir pasca-tumbangnya Orde Baru, hal tersebut belum menjadi fokus perhatian.

Sistem yang lemah itu membuka ruang-ruang baru korupsi. Korupsi politik kerap muncul karena pendanaan partai serta politisi yang berasal dari proses rente (rent-seeking). Modus itu terjadi di berbagai tahapan, dari proses perekrutan calon anggota legislatif dan calon kepala daerah, sampai ketika elite menduduki jabatan publik di DPR/DPRD dan pemerintahan pusat/daerah.

Nurhashim mengatakan, salah satu cara untuk menekan angka korupsi politik di sejumlah negara adalah dengan mendanai partai politik. Tentu hal ini diiringi dengan pembenahan seluruh sistem kelembagaan partai, khususnya sumber pendanaan partai, serta transparansi dan akuntabilitas sistem keuangan.

”Kalau sistem bekerja dengan pendanaan negara, partai tidak lagi menjadi milik pemodal atau segelintir elite pemburu rente, tetapi menjadi milik anggota. Hal itu bisa membantu menutup banyak celah yang selama ini menjadi modus korupsi politik”

”Kalau sistem bekerja dengan pendanaan negara, partai tidak lagi menjadi milik pemodal atau segelintir elite pemburu rente, tetapi menjadi milik anggota. Hal itu bisa membantu menutup banyak celah yang selama ini menjadi modus korupsi politik,” katanya.

Kendati demikian, rencana perubahan UU sistem politik itu perlu diwaspadai. Nurhashim meragukan DPR dan pemerintah saat ini memiliki perencanaan atau peta jalan yang jelas untuk mereformasi sistem politik.
Selama ini, revisi UU Pemilu dan UU Pilkada yang sudah berulang kali dilakukan luput mengatur lebih ketat mengenai dana kampanye serta politik uang. Revisi UU Parpol pada 2008 juga mengabaikan pembenahan komponen utama pada partai, yaitu sistem keuangan, nilai/ideologi, demokrasi internal, dan etika.

Tak cukup

Di sektor pemerintahan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menilai, sistem pelayanan berbasis elektronik tidak cukup untuk mencegah korupsi. Aparatur sipil negara (ASN) yang menjalankan sistem tersebut harus berintegritas. Terkait dengan hal itu, Risma selalu mengingatkan semua ASN untuk menghindari perilaku koruptif. Pejabat publik pun diminta menandatangani pakta integritas.

”Semua proses dapat dipantau masyarakat secara langsung. Jika ada tindakan yang mencurigakan, bisa dideteksi oleh sistem dan kami tahu siapa yang melakukannya”

”Semua proses dapat dipantau masyarakat secara langsung. Jika ada tindakan yang mencurigakan, bisa dideteksi oleh sistem dan kami tahu siapa yang melakukannya,” ujar Risma.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan pentingnya komitmen pemerintah memberantas korupsi. Tanpa hal tersebut, keberhasilan daerah per daerah bisa sia-sia jika sistem secara keseluruhan yang berada di pusat tidak ikut berbenah. (AGE/ETA/SYA/REK/INK/IAN)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/utama/2019/12/11/sistem-politik-perlu-direformasi/