August 8, 2024

Sosialisasi Peraturan KPU Berkejaran dengan Waktu

Komisi Pemilihan Umum memiliki waktu kurang dari 13 hari jelang pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah 2020 untuk menyosialisasikan tiga peraturan baru yang diundangkan Selasa (24/11/2020). Pemahaman penyelenggara, peserta, dan pemilih dalam menguasai aturan teknis di TPS menentukan kelancaran serta keamanan dari ancaman penularan Covid-19.

Tiga Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tersebut adalah PKPU Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara, PKPU Nomor 19 Tahun 2020 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil, serta PKPU Nomor 20 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan Satu Pasangan Calon.

Penyelenggara, peserta, dan pemilih harus memahami aturan-aturan itu agar tidak terjadi kegaduhan saat pencoblosan 9 Desember 2020

Ketiga PKPU itu antara lain mengatur tentang formulir-formulir dalam pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi; perlengkapan pemungutan suara, pemilih dan saksi; sistem informasi rekapitulasi, dan pencetakan surat suara.

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah dihubungi dari Jakarta, Rabu (25/11/2020) mengatakan, KPU harus segera menyosialisasikan peraturan tersebut kepada seluruh pemangku kepentingan. Penyelenggara, peserta, dan pemilih harus memahami aturan-aturan itu agar tidak terjadi kegaduhan saat pencoblosan 9 Desember 2020.

“Waktunya sangat singkat, kurang dari 13 hari lagi menjelang pencoblosan. Saya khawatir akan ada masalah di lapangan dan kegagapan khususnya terkait menerjemahkan substansi aturan dan penggunaan protokol kesehatan jika semua pihak belum memahami aturan ini,” katanya.

Menurut dia, sosialisasi harus dilakukan secara efektif mengingat waktu yang terbatas. Kepada penyelenggara, KPU sebaiknya segera melaksanakan bimbingan teknis (Bimtek) dengan metode simulasi dan pembuatan media film atau video agar mudah dipahami oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Kepada pemilih dan peserta pemilu, sosialisasi bisa dilakukan melalui media massa.

“Dalam waktu yang terbatas, sosialisasi dengan simulasi teknis menjadi metode yang paling efektif, apalagi ada tambahan KPPS harus memastikan penerapan protokol kesehatan di TPS,” ucap Ferry.

Sosialisasi harus dilakukan secara efektif mengingat waktu yang terbatas. Kepada penyelenggara, KPU sebaiknya segera melaksanakan bimbingan teknis (bimtek)

Pemahaman KPPS dalam mengimplementasikan aturan teknis dinilai mampu mengurangi potensi kegaduhan saat di TPS. Pemilih dan penyelenggara tidak akan berdebat atau kebingungan menerapkan segala aturan-aturan baru dalam Pilkada 2020.

Dengan asumsi seorang pemilih memerlukan waktu empat menit dan ada maksimal empat bilik suara, waktu yang diperlukan untuk 500 pemilih dalam satu TPS sekitar delapan jam. Itu pun dengan asumsi tak ada kendala teknis di TPS dan belum menghitung pemilih tambahan yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap. Sepanjang hadir sebelum pukul 13.00, pemilih tetap bisa menggunakan hak pilihnya kendati melewati waktu tersebut.

“Saya khawatir akan terjadi penumpukan apabila pemilih tidak datang sesuai jadwal dan KPPS tidak cekatan dalam membantu pemilih menerapkan protokol kesehatan,” tutur Ferry.

Anggota KPU, I Dewa Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, KPU RI telah menyampaikan kepada KPU Provinsi agar PKPU tersebut segera disosialisasikan di daerahnya masing-masing, terutama di daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020. Selain itu, semua pemangku kepentingan agar diinformasikan dan dipastikan mengetahui serta mendapatkan PKPU tersebut, termasuk pasangan calon dan tim pemenangan.

Pelanggaran protokol kesehatan

Terkait kampanye, anggota Badan Pengawas Pemilu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas pada 10 hari keenam tahapan kampanye (15-25 November) mencapai 18.025 kegiatan. Jumlah itu meningkat dibandingkan periode 10 hari sebelumnya, bahkan menjadi yang tertinggi sejak masa kampanye dimulai pada 26 September 2020.

Dari 18.025 kegiatan kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas, Bawaslu menemukan pelanggaran protokol kesehatan di 373 kegiatan kampanye. Dari pelanggaran tersebut, Bawaslu menerbitkan surat peringatan di 328 kegiatan kampanye dan 39 kegiatan kampanye dibubarkan. Pembubaran dilakukan oleh Bawaslu bekerja sama dengan aparat kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

“Dalam 10 hari keenam masa kampanye, Bawaslu bahkan memberikan sanksi berupa pengurangan jatah kampanye selama 3 hari kepada 21 pasangan calon karena tidak menaati imbauan dan tidak mau membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan,” kata Afif.

Jumlah itu meningkat dibandingkan periode 10 hari sebelumnya, bahkan menjadi yang tertinggi sejak masa kampanye dimulai pada 26 September 2020.

Saat menjalankan tugas, lanjutnya, ada 28 pengawas pemilu yang kembali mengalami kekerasan. Rinciannya sebanyak 24 pengawas pemilu mengalami kekerasan verbal dan empat orang mendapatkan kekerasan fisik selama 10 hari keenam masa kampanye.

Meskipun jumlah kekerasan menurun dibandingkan 10 hari kelima, yakni 31 pengawas pemilu, Afif berharap agar pengawas pemilu mendapat perlindungan keamanan. Apalagi saat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, KPU, dan BNPB, salah satu kesimpulannya adalah memberikan jaminan keamanan serta perlindungan hukum bagi penyelenggara pemilu. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 25 November 2020 di halaman 2 dengan judul “Sosialisasi Masif Diperlukan “. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/11/26/sosialisasi-peraturan-kpu-berkejaran-dengan-waktu/