August 8, 2024

Tahapan Pilkada 2020 Direvisi

Komisi Pemilihan Umum tengah merevisi jadwal tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 2020. Tahapan terdekat yang akan dilakukan sesuai dengan peraturan sebelumnya, yakni pengumuman syarat minimal dukungan bagi calon perseorangan yang sedianya dijadwalkan pada 25 November, diundur hingga Desember 2019.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengirim surat edaran tertanggal 22 November ke semua KPU daerah mengenai perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota Tahun 2020.

Anggota KPU, Evi Novida Ginting, menjelaskan, pemunduran jadwal dilakukan untuk kepentingan harmonisasi dengan PKPU lainnya terkait dengan pencalonan dan pemutakhiran daftar pemilih Pilkada 2020. Harapannya, dalam waktu dekat, ada revisi terhadap PKPU No 15/2019.

”Sesuai jadwal semula, pada 25 November dilakukan pengumuman syarat minimal dukungan (calon perseorangan). Namun, karena ada upaya harmonisasi dengan Kumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) terkait PKPU lainnya, tahapan itu diundurkan,” kata Evi, Sabtu (23/11/2019), di Jakarta.

Ia memastikan pengunduran jadwal tahapan pilkada tidak akan memengaruhi kelancaran penyelenggaraan pilkada, terutama untuk calon perseorangan. Alasannya, syarat minimal dukungan telah disosialisasikan sejak Oktober 2019 sehingga pengunduran waktu pengumuman syarat minimal dukungan itu tidak mengganggu tahapan dan proses secara substantif.

Mengenai kapan syarat minimal dukungan diumumkan, Evi belum bisa memastikan. ”Tanggalnya belum bisa dipastikan karena masih dalam pembahasan dan harmonisasi dengan Kumham. Diperkirakan mundur hingga awal Desember 2019. Namun, sampai PKPU itu diundangkan, baru diketahui secara pasti waktu dan jadwal tahapan pilkada,” kata Evi.

KPU tengah menunggu pengundangan PKPU tentang Pencalonan yang antara lain memuat larangan bekas terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam Pilkada 2020.

Di samping merevisi jadwal Pilkada 2020, KPU juga tengah menggodok draf pemutakhiran data pemilih pilkada. Di dalamnya akan dimuat norma mengenai penggunaan rekapitulasi elektronik (e-rekap).

Timbulkan ketidakpastian

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan, idealnya jadwal dan tahapan pemilihan tidak diubah mendekati berlangsungnya tahapan. Dengan demikian, tidak muncul keraguan atau ketidakpastian jadwal tahapan yang dilakukan oleh penyelenggara di daerah.

”Idealnya perubahan dilakukan jauh-jauh hari sebelum dimulainya tahapan sehingga ada cukup waktu bagi penyelenggara di daerah untuk melakukan persiapan,” kata Hadar.

Menurut dia, lazimnya KPU mengubah tahapan atau jadwal pemilihan karena ada penjadwalan waktu yang tak sinkron antara tahapan satu dan tahapan yang lain. Kendati penetapan jadwal telah dilakukan jauh hari, dimungkinkan tetap ada perubahan apabila ada kebutuhan penyesuaian.

”Bilamana ada satu kali perubahan, harus dihitung secara komprehensif supaya tak ada lagi perubahan jadwal. Perubahan jadwal tahapan yang dilakukan berkali-kali menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya,” katanya.

Pemunduran satu tahapan tidak selalu berpotensi memundurkan tahapan lainnya. Namun, menurut Hadar, hal ini menjadi persoalan jika ada aturan khusus dari undang-undang tentang waktu suatu tahapan.

”Sebagai contoh, kalau jadwal kampanye diatur tiga hari setelah pencalonan, maka jika pencalonan diundur, secara otomatis jadwal kampanye ikut diundur sesuai ketentuan UU,” ucap Hadar.

Perekaman KTP-el

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mendorong Kementerian Dalam Negeri segera menuntaskan perekaman data kependudukan untuk pembuatan KTP elektronik (KTP-el). Hal itu penting diwujudkan karena berkaitan dengan hak politik warga untuk memilih dan dipilih. Percepatan proses perekaman data kependudukan perlu diutamakan di daerah-daerah yang akan menggelar Pilkada 2020.

Kepemilikan KTP-el menjadi penting mengingat salah satu syarat dukungan bagi calon perseorangan menggunakan identitas kependudukan. Selain itu, tambah Fritz, KTP-el menjadi syarat untuk terdaftar sebagai pemilih.

Ketentuan itu termuat dalam Pasal 200A Ayat (4) UU Pilkada yang menyebutkan, ”Syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik terhitung sejak bulan Januari 2019”.

Jika belum memiliki KTP-el, masyarakat dapat menggunakan surat keterangan yang menjadi bukti telah merekam data kependudukan yang dikeluarkan dinas kependudukan setempat.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, hingga saat ini perekaman data KTP-el sudah mencakup 98,8 persen. Warga yang belum melakukan perekaman data KTP elektronik sekitar 1,2 persen atau sekitar 2 juta penduduk.

”Untuk dukungan (bagi calon) perseorangan sangat amat cukup,” sebut Zudan.

Menurut dia, jumlah warga yang paling banyak belum merekam data kependudukan terdapat di wilayah Papua. Di wilayah tersebut, perekaman data kependudukan baru berkisar 50-60 persen. Adapun perekaman di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat sudah sekitar 90 persen.

Evi optimistis isu itu tidak akan menjadi kendala karena di dalam PKPU akan diatur mengenai surat keterangan sebagai pengganti KTP-el. Hal ini juga telah dibahas bersama dengan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

”Surat keterangan yang dikeluarkan Dinas Dukcapil setempat bisa menjadi pengganti KTP-el. Maka, sepanjang warga memiliki surat keterangan, dia bisa menyalurkan hak pilihnya,” kata Evi. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/utama/2019/11/24/revisi-tahapan-pilkada/