August 8, 2024

Tak Ada Ruang bagi Penundaan Pemilu

Tidak semua kekuatan politik di parlemen sepakat dengan wacana penundaan Pemilihan Umum 2024 yang dilontarkan dua petinggi partai koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Selain tidak konstitusional dan berpotensi menciptakan instabilitas politik, partai-partai politik menolak penundaan pemilu karena berkomitmen untuk mengikuti keinginan Presiden Jokowi yang berkali-kali menyatakan penolakan terhadap wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan.

Salah satu partai politik (parpol) yang menolak tegas wacana penundaan pemilu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, sikap PDI-P senapas dengan pernyataan Presiden Jokowi yang berulang kali menegaskan penolakannya terhadap berbagai wacana yang bertujuan memperpanjang masa jabatan ataupun menunda pemilu.

Partai pengusung Presiden Jokowi itu menegaskan, penundaan pemilu tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan melupakan aspek yang paling fundamental dalam politik, yakni kedisiplinan dan ketaatan terhadap konstitusi.

”Sumpah presiden juga menyatakan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya,” kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022), di Jakarta.

Atas dasar ketentuan konstitusi pula, pemilu diamanatkan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ”Dengan demikian, tidak ada sama sekali ruang penundaan pemilu,” kata Hasto.

Wacana penundaan pemilu kembali dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar, Rabu (23/2/2022). Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu beralasan penundaan pemilu merupakan masukan dari kalangan pengusaha dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang ditemuinya.

Tidak ada sama sekali, ruang penundaan pemilu.

”Dari seluruh masukan itu, saya mengusulkan pemilu tahun 2024 itu ditunda satu atau dua tahun agar momentum perbaikan ekonomi ini tidak hilang dan kemudian tidak terjadi freeze (pembekuan ekonomi) untuk mengganti stagnasi selama dua tahun masa pandemi,” kata Muhaimin.

Sehari kemudian, giliran Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan akan mengusulkan perpanjangan masa jabatan Presiden hingga tahun 2027 atau bahkan 2028. Aspirasi para petani sawit di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, menjadi alasan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden.

”Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain, dan bagi kami, bagi Partai Golkar, aspirasi rakyat adalah aspirasi partai, oleh karena kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan,” ucap Airlangga, seperti keterangan tertulis yang diterima, Kamis petang.

Menanggapi wacana itu, Hasto menegaskan, periodisasi pemilu lima tahunan membentuk kultur demokrasi. Kultur berkorelasi dengan kualitas demokrasi. Apabila kultur periodisasi ini diganggu, itu akan berdampak pada instabilitas politik mengingat penundaan pemilu berdampak pada perpanjangan jabatan pimpinan negara, yang kemudian mendorong adanya aspirasi yang sama yang bersifat mutatis mutandis.

”Ini akan membawa konsekuensi serius pada regenerasi kepemimpinan negara yang telah dibangun melalui periodisasi pemilu lima tahunan. Jadi, daripada berpikir menunda pemilu, sebaiknya terus melakukan langkah konsolidasi untuk mempersiapkan pemilu,” katanya.

Penolakan juga datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Wakil Sekjen PKS Ahmad Fathul Bari mengatakan, wacana tersebut membahayakan iklim demokrasi Indonesia. Pandangan-pandangan seperti itu seharusnya juga tidak disampaikan elite, apalagi dari seorang ketum (ketua umum) parpol yang sudah mengikuti kontestasi demokrasi sedemikian lama sejak reformasi.

Selama ini, menurut PKS, kontestasi demokrasi sudah terbukti berjalan, baik pemilu legislatif di tiap tingkatan, pemilihan presiden-wakil presiden, maupun pilkada di semua provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.

”Secara umum, demokrasi prosedural kita berjalan dengan baik. Sebagai bagian dari partai politik yang berada di dalam pemerintahan, beliau dan para pimpinan parpol lainnya seharusnya justru menjaga dan mengawal agar proses demokrasi prosedural lima tahunan berjalan dengan baik,” katanya.

Elite politik pun seharusnya bekerja sebaik mungkin agar demokrasi substansial juga dijalankan dengan kinerja pemerintah dan DPR yang progresif dalam menangani berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Elite, lanjut Bari, harus pula mendengar dan melibatkan publik dalam pengambilan berbagai kebijakan. ”Bukan malah membuat gaduh dengan pernyataan yang dapat membuat demokrasi kita malah mundur ke belakang,” ujarnya.

Berpegangan pada konstitusi

Wacana penundaan ini pun mendapatkan penolakan dari Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa. Politikus Partai Nasdem itu menegaskan, semua pihak seharusnya menghormati amanat konstitusi dalam menyelenggarakan sistem kenegaraan. ”Itu, kan, sudah jelas diatur dan diamanatkan di dalam konstitusi. Ini tentu harus dijaga dan ditaati,” katanya.

Ketaatan pada konstitusi ini penting karena konstitusi merupakan panduan warga bangsa dalam mengelola kehidupan bernegara, termasuk soal politik.

Di sisi lain, pemerintah dan DPR juga sudah menyepakati jadwal pemilu, dan tahapannya akan dimulai pada Juni tahun ini. Setiap proses dan tahapan itu akan tetap berlangsung, dan semua pihak diharapkan berkonsentrasi menyelenggarakan pemilu yang berkualitas.

”Kami juga sudah menyepakati tanggal pemilu dan pilkada sehingga itu seharusnya menjawab semua spekulasi yang beredar tentang adanya penundaan dan perpanjangan masa jabatan presiden. Kalau spekulasi ini dimunculkan lagi oleh elite politik, justru itu akan menimbulkan ketidakpastian politik,” kata Saan.

Ketidakpastian politik yang timbul dari wacana penundaan ini justru memicu ketidakstabilan ekonomi dan politik. Oleh karena itu, alasan penundaan yang dikaitkan dengan upaya penanganan ekonomi justru kontraproduktif sebab pemulihan ekonomi memerlukan kepastian dan stabilitas politik.

”Kalau, misalnya, timbul ketidakpastian politik karena wacana penundaan ini, tentu itu menggangau proses pemulihan ekonomi yang sedang kita upayakan. Maka, sebaiknya kita taati saja konstitusi demi menjaga stabilitas dan memberikan kepastian politik kepada publik bahwasanya proses politik akan berjalan dengan normal,” katanya.

Belum tegas

Sementara itu, sejumlah partai kecil dan menengah belum memberikan kejelasan sikap. Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, pihaknya masih mengkaji usulan penundaan itu.

”Kami masih mengkaji usulan itu. Harus diakui kita fokus pada pemulihan ekonomi. Jika melihat anggaran pemilu yang diajukan KPU sebesar Rp 84 triliun, itu besar banget untuk ongkos demokrasi,” katanya.

Namun, Baidowi melanjutkan, jika anggarannya masih bisa dirasionalkan, pemilu bisa sesuai jadwal. ”Di satu sisi semangat reformasi tetap harus dijaga. Meskipun dalam sejarah kita, pemilu dimajukan dan diundur juga pernah terjadi,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini.

Saat berusaha dihubungi, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menyatakan masih harus mengonfirmasi terlebih dulu sikap partai kepada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/02/24/sejalan-dengan-presiden-pdi-p-tegaskan-tak-ada-ruang-bagi-penundaan-pemilu