October 3, 2024

Tertib Menata Dapil

Pada tingkatan yang paling dasar, makna pemilihan umum adalah proses mengkonversi suara menjadi kursi-kursi yang dimenangkan oleh partai dan kandidat. Untuk pemilihan presiden, karena hanya tersedia satu kursi atau satu pasangan calon, wilayah pemilihannya adalah negara. Namun untuk pemilihan legislatif yang memilih puluhan bahkan ratusan anggota legislatif, wilayah pemilihannya harus dibatasi dalam daerah pemilihan.

Daerah pemilihan yang selanjutnya disebut Dapil adalah wilayah administrasi  pemerintahan, gabungan, atau bagian wilayah administrasi pemerintahan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk untuk menentukan alokasi kursi anggota legislatif. Alokasi kursi ini juga digunakan sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai politik dan penetapan calon terpilih anggota legislatif. Dengan kata lain dapil adalah “medan tempur” bagi caleg dan partai politik dalam memperebutkan kursi legislatif. Semua pemilu baik sistem distrik maupun sistem proporsional menggunakan dapil dalam penentuan wilayah dan alokasi kursinya.

Untuk memahami semangat masing-masing, harus dipahami perbedaan mendasar dalam kedua sistem pemilu ini sebagai dasar dalam penataan dapil.

Proporsional VS Distrik

Dalam sistem distrik, alokasi kursi atau calon terpilih dalam satu distrik hanya satu orang. Itu sebab sistem ini juga diberi istilah the winner takes all, dimana banyak suara sisa hilang atau tidak terwakili. Sistem ini mungkin dinilai tidak cocok dengan kondisi masyarakat kita yang sangat heterogen. Terdiri dari berbagai agama, profesi, suku bangsa bahkan dalam satu suku pun masih banyak bagian-bagiannya.

Perbedaan mendasar sistem proporsional atau sistem berwakil banyak ini dari sistem distrik adalah bahwa setiap dapil akan diwakili oleh beberapa orang sehingga lebih banyak kelompok dapat terwakili dan terbuka kesempatan bagi kelompok minoritas seperti perempuan dan kelompok lainnya. Sementara bila setiap dapil hanya mengirimkan satu wakil saja, hampir dapat dipastikan yang terpilih adalah laki-laki dan dari kelompok mayoritas.

Sisi positif sistem distrik adalah biasanya melahirkan pemerintahan yang kuat disebabkan hasil pemilihan eksekutif/presiden yang kongruen dengan hasil pemilihan legislatifnya. Partai yang mendukung presiden terpilih dapat dipastikan menguasai mayoritas kursi parlemen. Negara-negara yang menganut sistem distrik juga biasanya dikenal hanya memiliki dua partai saja, seperti Inggris dengan Partai Buruh dan Partai Konservatif serta Amerika Serikat dengan Partai Republik dan Partai Demokrat.

Namun sebenarnya di negara-negara yang menganut sistem distrik, di samping dua partai utama tersebut ada juga partai-partai lain dan juga diperbolehkan mendirikan partai politik. Tetapi karena kesempatan untuk memenangi kursi sangat kecil, partai-partai tersebut secara alamiah tereliminasi dan sebab itu para politisi cenderung untuk bergabung dengan partai yang sudah eksis. Ini berbeda dengan negara kita yang menganut sistem proporsional dimana terbuka kesempatan memenangi kursi sehingga hasrat mendirikan partai politik tetap tinggi. Kenyataan ini juga menjadi bukti bahwa sistem distrik mendukung penyederhanaan partai politik.

Prinsip dan Proses Penataaan Dapil

Berbekal pemahaman terhadap perbedaan sistem Proporsional dan Distrik, maka proses penataan Dapil dapat dilakukan dengan mengikuti 7 prinsip yang ditentukan dalam pasal 185 Undang Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum/UU no 7 tahun 2017 dan PKPU 15 tahun 2017, yaitu :

Kesetaraan Suara yaitu mengupayakan nilai suara atau harga kursi yang setara antara satu dapil dengan dapil lainnya dengan prinsip satu orang,  satu suara, satu nilai; Ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional memperhatikan  ketaatan dalam pembentukan dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap partai politik dapat setara dengan  persentase suara sah yang diperolehnya; Proporsional adalah prinsip yang memperhatikan keseimbangan alokasi kursi antar-Dapil; Integralitas wilayah adalah prinsip yang memperhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, dengan memperhatikan kondisi geografis dan sarana penghubung; Berada dalam satu wilayah yang sama adalah dapil yang dibentuk harus dalam cakupan Dapil tingkatan yang lebih besar (yaitu Dapil DPRD Provinsi); Kohesivitas adalah prinsip yang memperhatikan aspek sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas; Kesinambungan adalah prinsip penataan Dapil yang memperhatikan komposisi Dapil pada pemilu sebelumnya.

Pada Pemilu 2019, Penataan Dapil untuk DPR RI dan DPR Provinsi/DPRA telah ditetapkan masing-masing dalam lampiran III dan IV UU no 7 tahun 2017. Hanya wewenang penataan dan penetapan Dapil DPR Kabupaten/Kota yang menjadi wewenang KPU. Fakta yang perlu diperhatikan adalah bahwa district magnitude atau alokasi kursi setiap Dapil kabupaten/kota adalah 3-12 kursi, dan setiap dapilnya bisa terdiri dari wilayah kecamatan, gabungan wilayah kecamatan, atau bagian wilayah kecamatan (bila alokasi kursi pada satu kecamatan melebihi jumlah maksimal alokasi yaitu 12 kursi) .

Proses penataan Dapil ini secara berturut-turut dilakukan sebagai berikut :

  1. Penentuan alokasi kursi anggota legislatif kabupaten/kota berdasarkan Data Kependudukan terakhir (DAK2). Jumlah anggota legislatif kabupaten/kota telah ditentukan UU no 7/2017 dari 20 s/d 55 orang sesuai dengan jumlah penduduk;
  2. Menentukan Bilangan Pembagi Penduduk (BPPd), yaitu jumlah penduduk terakhir dibagi dengan alokasi kursi;
  3. Menentukan alokasi kursi perkecamatan dengan membagi jumlah penduduk perkecamatan dengan BPPd, sisa kursi apabila ada diberikan berturut-turut ke kecamatan dengan sisa penduduk tertinggi;
  4. Berdasarkan alokasi kursi perkecamatan membentuk Dapil dengan memperhatikan alokasi kursi dan prinsip penataan dapil. Kecamatan dengan alokasi kurang dari 3 kursi harus digabung dengan kecamatan lain, sementara kecamatan dengan alokasi lebih dari 12 kursi harus dipecah, dan pecahan kecamatan tidak bisa digabung dengan kecamatan lain. 2 atau lebih kecamatan dapat digabung dalam satu dapil sepanjang memenuhi prinsip penataan dapil dan tidak melebihi 12 kursi.
  5. Menghitung jumlah kursi per dapil sesuai dengan total jumlah kecamatan dibagi BPPd, dan sisa kursi diberikan kepada dapil dengan sisa penduduk tertinggi;

Masalah dalam Penataan Dapil

Ada dua perilaku curang yang biasa dilakukan dalam penataan dapil, yaitu :

  1. Malapportionment, alokasi kursi atas sebuah wilayah yang tidak sesuai dengan proporsi jumlah populasi. Populasi sedikit diberikan alokasi kursi yang besar, sementara populasi yang lebih banyak diberikan kursi sedikit.
  2. Gerrymandering, Kata Gerrymandering diambil dari nama Gubernur Massachuset Elbridge Gerry 1744–1814, yang melakukan praktek curang untuk memenangkan partainya pada Pemilihan Anggota Senat di Massachusetts tahun 1812. Elbright Gerry membentuk dapil yang aneh sehingga secara geografis berbentuk kadal yang dalam bahasa Inggris disebut salamander. Berbekal dapil aneh tersebut partai Elbrigh Gerry berhasil mendapatkan kursi sehingga praktek curang itupun disebut dengan gerrymandering. Ada dua teknik yang biasanya digunakan dalam gerrymandering: packing, yaitu menempatkan satu tipe suara dalam satu daerah pemilihan untuk mengurangi pengaruh dari daerah pemilihan lainnya dan cracking, yaitu memecahkan suatu tipe suara tertentu ke dalam banyak daerah pemilihan untuk mengurangi kecukupan blok suara di daerah pemilihan tertentu

Penutup

Adanya peluang kecurangan membuka mata kita bahwa penataan Dapil selayaknya dilakukan oleh lembaga yang independen. Seperti pada pemilu 2004 penataan dapil dari tingkat pusat hingga daerah kewenangannya diberikan pada KPU. Sangat disayangkan pada pemilu 2019, dapil untuk DPR RI dan DPR Provinsi sudah ditetapkan dalam lampiran undang-undang oleh DPR RI. Oleh karenanya peluang penataan Dapil dan alokasi kursi DPR Kabupaten/Kota ini wajib mendapat perhatian para pemangku kepentingan. Kesempatan untuk terlibat juga dibuka lebar dengan diadakannya kegiatan KPU/KIP Kabupaten/Kota dalam bentuk Rapat kerja dengan stakeholder yang akan diakhiri dengan uji publik pada sekitar akhir Januari 2018. Selanjutnya akan dilanjutkan dengan penataan dan diakhiri penetapan oleh KPU RI pada awal April 2018.

Proses Pemilu pada akhirnya harus dapat memberikan peningkatan kesejahteraan dengan memungkinkan masyarakat memilih kandidat dan anggota legislatif yang berkualitas dan mampu menjalankan fungsinya secara maksimal. Penataan Dapil yang baik dan memenuhi prinsip penataan dapil idealnya mampu “memaksa” partai politik mengajukan kader-kader terbaik, teruji, dan berkualitas untuk memenangkan kursi. Dan kewajiban kita semua untuk terlibat aktif membuka jalan ke arah yang lebih baik tersebut.

INDRA MILWADY, S.SOS

Komisioner KIP Kota Banda Aceh