November 15, 2024

Tumbuh Bersama Veri Junaidi Mengadvokasi Pemilu

Menulis ini dengan sangat berusaha agar tidak lagi menangis. Veri begitu cepat meninggalkan kita. Saya masih ingat sekali ketika awal jumpa dengan Veri. Waktu itu saya masih di Centre for Electoral Reform (Cetro), terhitung baru berkecimpung di dunia aktivisme. Veri termasuk salah satu teman saya dalam dunia aktivisme. Pada waktu itu, Veri bergiat di Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN).

Saat itu NGO yang berfokus pada isu pemilu dan demokrasi sedang mengadvokasi agar jangan sampai anggota partai politik bisa menjadi penyelenggara pemilu, karena pada saat itu saya UU 15/2011 disahkan, terdapat klausul bahwa mereka yang memiliki latar belakang partai politik dapat mendaftar sebagai penyelenggara pemilu walaupun baru mundur dari keanggotaan partai politik pada saat akan mendaftarkan diri sebagai peserta pamilu. Hal ini tentu tidak sesuai dengan semangat yang ada dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa penyelenggara pemilu harus bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Upaya yang dilakukan pada waktu itu adalah dengan membuat petisi, kampanye public, dan ketika UU 15/2011 disahkan, kami langsung mendaftarkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon yang mengajukan uji materi ini jumlahnya cukup banyak, hal ini karena tidak lepas dari kampanye yang dilakukan untuk mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk menjaga agar penyelenggara pemilu harus terbebas dari kepentingan manapun. Pada saat itu Veri termasuk kuasa hukum dalam pengujian undang-undang tersebut.

Di saat itu lah kami mulai sering berinteraksi dan berdiskusi. Bukan hanya soal isu pemilu Interaksi ini menjadikan kami seperti keluarga. Saat itu kami juga ikut pelatihan menulis yang dibuat oleh Pak Didik Supriyanto yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan redaksi merdeka.com. Pada waktu itu Pak Didik memberi pelatihan kepada teman-teman muda aktivis yang aktif di isu pemilu. Pelatihan menulis dilakukan di kantor merdeka.com di daerah Tebet. Di sebrang kantor merdeka.com ada penjual bubur ayam dan aneka sarapan lainnya. Biasanya kami sarapan di sana.

Veri punya jiwa sosial yang tinggi. Saat dia dan istrinya masih tinggal berdua di Matraman, mereka aktif mengajar Bahasa Inggris kepada anak-anak yang tinggal di dekat rumahnya. Saya sempat diajak untuk ikut mengajar kursus Bahasa Inggris di sana. Karena sering berdiskusi dan berinteraksi dengan teman-teman Perludem, Mbak Titi Anggraini dan Veri mengajak saya untuk bergabung di Perludem. Interaksi kami dalam aktivisme pemilu pun semakin dekat. Veri sering memotivasi teman-temannya. Veri mau mendengar, bahkan kepada yang lebih junior pun diperlakukan setara. Dalam diskusi dengan Veri tentu tidak setiap saat kami selalu berpendapat yang sama, perbedaan pendapat tentu terjadi. Tapi tidak pernah ada hard feeling, karena kami menyadari bahwa berbeda pendapat adalah hal yang wajar.

Hal yang semakin menjadikan intensitas diskusi kami semakin dekat adalah pada waktu kami, anak-anak muda yang bergiat di isu pemilu memiliki “koalisi” yang kami namakan U-23. Mengadopsi dari nama pertandingan sepakbola yang usia-usia pemainnya masih dalam kisaran 23 tahun. Karena kami merasa masih muda kami namakan kelompok ini U-23. Isinya antara lain ada Veri, Erik Kurniawan, Lia Wulandari, dan Wahyu Dinata. Memiliki teman yang satu generaasi dalam bergiat di isu pemilu. Bukan hanya karena bisa memiliki teman diskusi, tapi juga untuk saling menguatkan untuk bertahan dalam dinamika yang dihadapi.

Veri selalu memberi kesempatan kepada orang lain untuk maju. Adavokasi yang kami lakukan, apapun hasilnya dari advokasi itu, hampir selalu ada peran Veri. Salah satunya tentu adalah jika ada bentuk uji materi ke MK. Veri bersedia menjadi kuasa hukumnya. Menjadi kuasa hukum di MK untuk sebuah pengujian undang-undang pemilu, bahkan untuk mengadvokasi sesuatu mungkin pilihan yang jarang mau dipilih oleh pengacara, apalagi jarang ada profitnya. Tetapi Veri mau melakukan itu, walaupun kemudian dia memilih membuka kantor hukum dan menjadi pengacara aktif, dia selalu mau jika diminta probono oleh teman-teman aktivis. Semangat demokrasi selalu ada dalam profesi yang dia ambil.

Saat Veri memutuskan untuk mengundurkan diri dari Perludem dan memutuskan untuk membuat Lembaga baru dan focus menjadi advokat, tentu ada rasa sedih. Karena teman satu kantor yang biasa diajak berdiskusi dan makan bareng harus memilih jalan karir di tempat yang lain. Walaupun pada waktu itu dengan berat hati menerima ketika Veri menyampaikan niatnya. Tetapi tentu tidak boleh dihalangi, karena ini adalah jalan kehidupan agar Veri semakin berkembang. Dan benar saja, Veri semakin berkembang dengan jalan yang diambilnya. Veri semakin luas jejaring advokatnya, dan Lembaga yang dibuatnya (Kode Inisiatif) pun juga semakin direkognisi oleh banyak pihak. Walaupun sebagai Lembaga baru, tetapi hasil kajiannya sudah banyak dijadikan referensi, termasuk oleh instansi pemerintah.

Veri sekarang sudah pergi. Rasanya masih banyak sekali yang ingin ditulis untuk mengingat Veri. Konon katanya, kematian adalah pencapaian tertinggi dari kehidupan manusia. Tenang di sana, Veri. []

KHOIRUNNISA NUR AGUSTYATI

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)