August 8, 2024

Tutup Celah Intervensi Politik dalam Pemilihan Penjabat Kepala Daerah

Intervensi dan transaksi politik rawan terjadi dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah oleh pemerintah pusat, terutama karena mereka akan menjabat di tengah penyelenggaraan pemilu legislatif, pemilu presiden, serta pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 2024. Untuk menutup celah masuknya kepentingan politik itu, proses penunjukan penjabat harus dibuat transparan dan melibatkan partisipasi publik.

Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, masa jabatan 101 kepala-wakil kepala daerah akan berakhir mulai pertengahan Mei 2022, diikuti 171 kepala-wakil kepala daerah pada 2023. Hingga pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak nasional 2024 tuntas, daerah-daerah itu akan dipimpin penjabat kepala daerah. Penjabat gubernur ditunjuk Presiden, sedangkan penjabat bupati/wali kota akan ditentukan oleh Mendagri.

Sebelum masa jabatan ratusan kepala-wakil kepala daerah ini berakhir, upaya intervensi dan transaksi politik, baik oleh sejumlah aparatur sipil negara (ASN) maupun partai politik, sudah terdengar. ASN, misalnya, menjanjikan imbalan uang atau mengamankan suara partai politik yang membantu ASN agar dipilih menjadi penjabat (Kompas, 18/4/2022).

Terkait hal itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani meminta pemerintah menyiapkan sistem yang memadai agar pemilihan penjabat kepala daerah terbebas dari kepentingan politik. Menurut dia, masih ada waktu sekitar satu bulan bagi pemerintah untuk menghadirkan proses seleksi yang transparan serta terbuka bagi partisipasi publik.

”Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur serta terbebas dari kepentingan politik,” ujar politisi PDI-P ini melalui keterangan tertulis, Senin (18/4/2022).

Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo mengusulkan agar Kemendagri mengumumkan kepada publik terkait siapa saja ASN yang memenuhi syarat menjadi penjabat kepala daerah. Proses seleksinya juga harus dibuka.

Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2011-2014 ini mengusulkan pembentukan tim panitia seleksi untuk menguji para calon penjabat. Tim bisa berisi lima ahli yang independen, kredibel, dan dikenal luas oleh publik. Mengingat banyaknya daerah yang akan dipimpin oleh penjabat, Kemendagri dapat membentuk setidaknya dua hingga tiga tim untuk mempercepat proses pengujian.

Hal lain yang penting, Kemendagri harus memonitor dan mengevaluasi kerja para penjabat. Masyarakat dapat ikut mengawasi dan memberikan masukan. Hasil evaluasi kelak menjadi pertimbangan untuk melanjutkan atau justru memberhentikan penjabat kepala daerah tertentu. ”Jadi, saya pikir hal-hal itu penting agar proses ini transparan dan akuntabel. Nanti, kalau enggak, lewat jalur belakang semua, apalagi kewenangannya di Kemendagri,” ujar Eko.

Dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 7-12 Maret 2022, sebanyak 56,5 persen responden berpandangan penunjukan penjabat kepala daerah yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini di bawah koordinasi Kemendagri, belum dilakukan secara transparan.

https://assetd.kompas.id/kx-upx1p-YGmwHgftriwKJlzVkY=/1024x3843/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F04%2F11%2F3476595e-ff6e-43bd-93b9-f2337f7f42e9_png.png

Kewenangan diskresi

Peneliti otonomi daerah Badan Riset dan Inovasi Nasional, Syarif Hidayat, sependapat dengan Eko. Untuk mencegah intervensi dan transaksi politik, perlu ada uji kelayakan dan kepatutan oleh tim independen. Tim itu, selain diisi ahli, bisa diisi pula oleh lembaga pengawas, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Meski tak diatur dalam undang-undang, pejabat di pemerintah pusat dapat menggunakan kewenangan diskresi untuk membentuk tim seleksi. Diskresi diambil karena situasi saat ini tak diantisipasi oleh peraturan perundang-undangan dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Regulasi dibuat untuk kondisi normal, berbeda dengan kondisi sekarang ketika penjabat kepala daerah akan bertugas di tengah tahapan pemilu dan pilkada. Hal ini bakal membuat pemilihan penjabat kian rentan diintervensi kepentingan politik tertentu.

”Di regulasi tidak ada, tetapi kini terdapat satu kondisi yang tak terakomodasi regulasi, yang perlu dipertimbangkan,” kata Syarif.

Ancam birokrasi

Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan sudah berulang kali mengingatkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar mewaspadai proses pengisian penjabat kepala daerah. Jika proses penunjukan penjabat dinodai intervensi politik, birokrasi akan ikut diseret untuk kepentingan kekuatan politik tersebut. Salah satu implikasinya, netralitas birokrasi dalam pemilu terancam, bahkan birokrasi terancam menjadi mesin pemenangan peserta pemilu tertentu.

”Kami mengingatkan berkali-kali agar pengisiannya benar. Kami menyoroti lebih ke eksesnya. Birokrasi bisa hancur lebur jika penjabat sudah diisi oleh kepentingan parpol tertentu,” tambah Agus.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan, belum ada diskusi lebih lanjut terkait pelibatan ahli ataupun lembaga lain dalam proses pemilihan penjabat. Kemendagri masih mengacu pada aturan yang berlaku sekarang, seperti UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada, dan UU ASN.

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi  di halaman 1 dengan judul “Tutup Celah Intervensi Politik”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/04/18/tutup-celah-intervensi-politik-dalam-pemilihan-penjabat-kepala-daerah