August 8, 2024

Wacana Penundaan Pemilu Ganggu Stabilitas Politik

Dorongan untuk menunda Pemilihan Umum 2024 saat polemik hari pemungutan suara sudah berakhir justru akan menciptakan kegaduhan baru. Pemikiran yang berkonsekuensi pada perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden itu pun cenderung otoritarian dan antidemokrasi sehingga dikhawatirkan bisa mengganggu stabilitas politik.

Sudah sepantasnya elite politik dan pejabat publik menghindari wacana tersebut karena bisa terjerumus ke dalam gagasan dan praksis politik yang inkonstitusional. Para elite juga sebaiknya menghindari praktik kultus politik (political cult) terhadap presiden dan wakil presiden yang mengarah pada perkembangan gagasan penundaan pemilu.

”Kalau wacana seperti itu terus berkembang, akan membuka kontroversi dan kegaduhan politik dan sosial baru di ruang publik. Jelas itu tidak kondusif di tengah usaha pemulihan negara dari pandemi Covid-19 dan dampaknya,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra, saat dihungi, Rabu (23/2/2022).

Wacana penundaan pemilu kembali mencuat hanya satu pekan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) meluncurkan hari pemungutan suara Pemilu 2024. Gagasan itu salah satunya terlontar oleh Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar dalam keterangan pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/2).

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu beralasan penundaan pemilu merupakan masukan dari kalangan pengusaha dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang ditemuinya. ”Dari seluruh masukan itu, saya mengusulkan pemilu tahun 2024 itu ditunda satu atau dua tahun agar momentum perbaikan ekonomi ini tidak hilang dan kemudian tidak terjadi freeze (pembekuan ekonomi) untuk mengganti stagnasi selama dua tahun masa pandemi,” kata Muhaimin.

Kalau wacana seperti itu terus berkembang, akan membuka kontroversi dan kegaduhan politik dan sosial baru di ruang publik. Jelas itu tidak kondusif di tengah usaha pemulihan negara dari pandemi Covid-19 dan dampaknya

Wacana ini sebelumnya dilontarkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Pada Januari lalu, ia mengatakan bahwa para pengusaha menghendaki penundaan Pemilu 2024.

Tak percaya demokrasi

Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor berpandangan, usulan penundaan pemilu ataupun perpanjangan pemerintahan berangkat dari pola pikir otoritarian. Usulan itu secara implisit menyiratkan ketidakpercayaan pada proses demokrasi. Sebab, demokrasi dianggap menjadi ancaman dan menimbulkan instabilitas ekonomi. Padahal, selama ini Indonesia telah berpengalaman menggelar pilkada dan pemilu di tengah situasi yang tidak mudah.

“Ini cara pandang yang menganggap demokrasi dan pemilu itu sesuatu yang mengerikan, dan mengganggu. Padahal, selama ini kita melakukan pilkada dan pemilu baik-baik saja dan masyarakat telah terlatih dalam menghadapi dinamika demokrasi, masyarakat juga sudah punya pengalaman menjalankan pemilu dengan baik,” kata Firman, Rabu.

Firman mempertanyakan landasan empiris penundaan selama satu atau dua tahun tersebut. Pasalnya, tidak ada yang bisa menjamin dalam satu atau dua tahun mendatang momentum ekonomi akan lebih baik.

Konstitusi juga mengamanatkan pemilu digelar lima tahun sekali. Selain menabrak ketentuan paling fundamental dari pendirian republik, usulan penundaan itu pun tidak berdasar. ”Ide penundaan ini kontraproduktif dengan demokratisasi di Tanah Air. Logika ini tidak mendukung proses demokrasi dan seolah menempatkan demokrasi itu tidak stabil dan tidak memiliki dampak positif terhadap ekonomi,” katanya.

Oleh karena itu, baik Azra maupun Firman sama-sama mengingatkan para elite dan pejabat negara menghentikan wacana penundaan pemilu. Presiden Joko Widodo juga sudah berkali-kali menegaskan akan taat pada konstitusi dan menolak perpanjangan jabatan.

Di sisi lain, proses politik telah berjalan dan tanggal pemungutan suara Pemilu dan Pilkada 2024 juga sudah ditetapkan. Tanggal pemungutan suara 14 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024 merupakan hasil konsensus politik konstitusional yang harus dihormati semua pihak, tak terkecuali DPR dan pemerintah.

Situasi yang ada saat ini, menurut Firman, sudah kondusif dan tidak ada persoalan dengan sistem politik yang ada. Oleh karena itu, ide penundaan pemilu dianggap tidak baik bagi pengembangan demokrasi Indonesia di masa depan.

Butuh ketenangan

Wacana penundaan pemilu itu langsung menuai kritik dari sejumlah partai politik di parlemen. Partai Demokrat, salah satunya. ”Demokrat meminta pemerintah dan partai pendukungnya untuk fokus pada upaya pemulihan ekonomi secara serius dan bersungguh-sungguh. Jangan malah membuat gaduh hampir tiap saat,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra.

Demokrat khawatir, wacana penundaan pemilu akan menciptakan kegaduhan baru. Energi bangsa juga bakal terkuras dalam perdebatan pro dan kontra penundaan pemilu.

Partai besutan presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono itu pun meragukan gagasan penundaan pemilu merupakan usulan dari para pengusaha. Sebab, dunia usaha justru membutuhkan kepastian dan ketenangan, bukan kegaduhan. Sebelumnya saat wacana yang sama dilontarkan Menteri Bahlil, para pengusaha mengaku tidak pernah mengusulkan.

Lebih jauh, Herzaky mengingatkan, ide penundaan pemilu justru dapat menjerumuskan Jokowi. Jika usulan itu terealisasi, Jokowi akan dikenang sebagai pemimpin yang mengedepankan kepentingan sendiri dan oligarki serta meninggalkan demokrasi dan konstitusi.

Karena itu, Demokrat meyakini Jokowi akan menolak mentah-mentah usulan tersebut. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu tentu ingin turun panggung di 2024 dengan warisan ekonomi yang semakin membaik serta demokrasi dan konstitusi yang terjaga dengan baik.

Tetap bekerja

Dihubungi terpisah, Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, sekalipun muncul usulan-usulan penundaan, KPU tetap bekerja mempersiapkan penyelenggaraan pemilu sesuai ketentuan perundang-undangan. Apalagi, tanggal pemilu dan pilkada sudah disepakati.

”Sampai saat ini aturannya pemilu masih lima tahun sekali sehingga kami sudah menyiapkan penyelenggaraan Pemilu 2024,” katanya.

Ilham mengatakan, KPU telah menerbitkan Surat Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilu. Peraturan KPU tentang tahapan, program, dan jadwal kini masih disiapkan untuk memulai tahapan pemilu yang dimulai pada Juni.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, wacana penundaan pemilu ini tidak relevan dengan siklus transisi kepemimpinan nasional yang diamanatkan oleh konstitusi. Alasan pemulihan ekonomi untuk menunda pemilu juga tidak jelas rujukannya di dalam peraturan perundang-undangan. “Artinya tidak ada urusannya menunda pemilu dengan alasan ekonomi,” katanya.

Urusan penyelenggaraan negara ini, lanjut Fadli, bukan urusan satu rezim tertentu dengan kabinet dan koalisinya saja. Tetapi penyelenggaraan negara ini termasuk di dalamnya ialah transisi sirkulasi elite kepemimpinan yang harus berjalan dengan sistematis dan berkala.

“Jangan seolah-olah penyelenggaraan negara ini diatur oleh rezim. Alasan penundaan satu atau dua tahun jaminannya apa juga tidak jelas landasannya. Negara ini kan bukan asal-asalan, tetapi bergerak berdasarkan sistem politik yang juga telah diatur sirkulasi kepemimpinannya di dalam konstitusi kita,” ucapnya.

Fadli mengkritisi Muhaimin yang mengusulkan penundaan pemilu. “Sebagai pimpinan DPR dan pimpinan sebuah partai politik, seharusnya mengerti bagaimana konstitusi mengatur transisi kepemimpinan dan sirkulasi kepemimpinan itu dijalankan demi berjalannya sistem kenegaraan. Tidak produktif bila seorang pimpinan DPR berbicara mengenai itu,” katanya. (KURNIA YUNITA RAHAYU, RINI KUSTIASIH, IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi  di halaman 2 dengan judul “Wacana Penundaan Ganggu Stabilitas”. https://www.kompas.id/baca/pemilu/2022/02/23/wacana-penundaan-pemilu-ganggu-stabilitas-politik