August 8, 2024

Presidential Threshold Tak Dapat Diterapkan di Pemilu 2019

Salah satu pemohon uji materi Pasal 222 Undang-Undang (UU) No.7/2017, Effendi Gazali, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memberlakukan surut presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Pembuat UU, yakni Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak pernah mengumumkan kepada masyarakat bahwa hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 akan dijadikan sebagai ambang batas pencalonan presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Presidential threshold itu tidak dapat diterapkan pada Pemilu 2019 nanti, karena pada waktu kami menggunakan hak pilih pada Pileg 2014, kami tidak pernah diberikan informasi bahwa apa yang kami lakukan itu boleh digunakan begitu saja sebagai threshold 2019,” tegas Effendi pada sidang uji materi di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat (24/10).

Effendi juga menyebut penerapan presidential threshold sebagai sebuah manipulasi dari pembuat UU. Tak ada negara yang menerapkan suatu kebijakan tanpa menyampaikan informasi terlebih dulu kepada masyarakat dalam waktu yang relevan.

“Menerapkan hasil Pileg sebagai presidential threshold Pilpres 2019 tanpa memberi tahu kepada masyarakat, itu kami anggap manipulatif. Saya pribadi, kalau pilihan saya akan digunakan sebagai threshold di 2019, saya pasti tidak akan memilih apa yang saya pilih pada Pileg 2014,” kata Effendi.

Selain Effendi Ghazali, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan beberapa aktivis pemilu lainnya seperti Hadar Nafis Gumay dan Yuda Irlang juga mengajukan uji materi terhadap Pasal 222.