Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan sela sengketa hasil Pilkada 2017 (4/4). Dari 50 permohonan, sebanyak 40 permohonan tidak dapat diterima. Mayoritas permohonan tersebut tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158.
“Dari 40 permohonan tersebut, berdasarkan penelitian kami, ada 25 permohonan yang tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara; 11 permohonan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat waktu pengajuan permohonan; serta 4 permohonan tidak dapat diterima karena tidak memiliki kedudukan hukum,” kata Adam Mulya, peneliti pada Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, di Jakarta (6/4).
Tak ada putusan sela untuk tujuh permohonan sengketa hasil Pilkada 2017. MK tak mengeluarkan putusan sela tanda permohonannya dilanjutkan pada proses pemeriksaan dan pembuktian dalil perkara.
Permohonan sengketa hasil dari pemohon di tujuh daerah itu memenuhi syarat ambang batas selisih suara yang ditentukan undang-undang. Tujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (selisih 1,16 persen); Kabupaten Gayo Lues, Aceh (selisih 1,43 persen); Kota Salatiga, Jawa Tengah (selisih 0,94); Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (selisih 1,56 persen); Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta (selisih 0,59 persen); Kabupaten Maybrat, Papua Barat (selisih 0,33 persen); serta Provinsi Sulawesi Barat (selisih 0,74 persen).
Selain 40 putusan yang menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima, MK juga mengeluarkan 3 putusan sela yang memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Puncak Jaya serta melanjutkan rekapitulasi di Kabupaten Intan Jaya.