August 8, 2024

56 Caleg Mantan Koruptor, Mayoritas Bernomor Urut 1 atau 2

Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan setidaknya terdapat 56 mantan terpidana korupsi yang tercatat dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024. Jumlah ini rinciannya adalah 27 calon legislator (Caleg) untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 22 Caleg untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi hingga DPRD Kabupaten/Kota, dan 7 caleg untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Temuan ini memperlihatkan rendahnya kesadaran pemangku kepentingan menjamin pemenuhan nilai integritas dalam pemilu,” tulis ICW dalam siaran pers, Jakarta (06/11).

Jika dilihat sebaran partai politik pengusung mantan narapidana korupsi sebagai Caleg pada Pemilu 2024, Partai Golongan Karya menempati urutan pertama dengan total 9 Caleg (DPRD dan DPR). Disusul Partai Nasional Demokrat dengan 7 Caleg. Lalu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) masing-masing 6 Caleg. Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, masing-masing 5 Caleg. Juga ada Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 4 Caleg. Sisanya, masing-masing 1 Caleg ada di Partai Buruh, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

ICW menilai partai politik masih memberikan karpet merah pada eks napi korupsi, karena selain masih mencalonkan juga memberi nomor urut unggulan pada mantan terpidana korupsi. Berdasarkan temuan ICW, dari 49 Caleg DPR dan DPRD, 27 di antaranya mendapatkan nomor urut prioritas.

“Jika nomor urut 1 dan 2 dalam pemilu dianggap calon prioritas, maka partai politik menilai keberadaan mantan terpidana korupsi penting pada kontestasi elektoral mendatang,” tulis ICW.

Kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia berada pada titik yang mengkhawatirkan, sekitar satu per tiga aktor yang dijerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 2004 hingga 2022 berasal dari klaster politik. Untuk itu perekrutan kandidat Caleg seharusnya tidak lagi memberikan tempat bagi mantan terpidana korupsi.

Terkait banyaknya Caleg eks napi koruptor, ICW menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode saat ini ingin melindungi terpidana korupsi. KPU tidak membuat terobosan regulasi yang mewajibkan membuka informasi perihal riwayat kasus korupsi. Akibatnya, sejumlah mantan terpidana menutup akses informasi sehingga tidak diketahui para pemilih.

“Tudingan ini berdasar. Sebab, pada tahun 2019 lalu KPU mengumumkan nama-nama mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif,” tegas ICW. []