December 11, 2024

6 Fakta Permohonan PHPU Pemilu  2019

Pasca penetapan hasil perolehan suara Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sesuai dengan Undang-Undang (UU) Pemilu, peserta Pemilihan Legislatif (Pileg) dapat mengajukan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) paling lambat 3 kali 24 jam sejak penetapan dilakukan. Sementara itu, PHPU Pemilihan Presiden (Pilpres) dapat diajukan paling lambat tiga hari sejak penetapan. Terhadap permohonan yang masuk ke MK, Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif melakukan pemantauan. Ada enam fakta yang ditemukan oleh KoDe, yakni sebagai berikut.

  1. Total permohonan di MK adalah 470, bukan 341

Jika melihat total jumlah permohonan yang dipublikasi dalam website MK, diketahui jumlahnya yakni, 341 permohonan. Namun, apabila menelusuri permohonan PHPU satu per satu, faktanya terdapat 470 permohonan. Ada beberapa permohonan yang digabung ke dalam satu permohonan.

“Setelah dibaca satu per satu, ada 470 permohonan. Karena, di dalam satu permohonan itu ada beberapa permohonan yang digabung menjadi satu permohonan,” kata peneliti KoDe Inisiatif, Rahmah Mutiara, pada diskusi yang digelar di kantor KoDe Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan (26/5).

470 permohonan terdiri atas 1 PHPU Pilpres, 11 PHPU Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), 71 PHPU Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, 110 PHPU Pemilihan Anggota DPR Daerah (DPRD) provinsi, 215 PHPU Pemilihan Anggota DPRD kabupaten/kota, dan sisanya, 62 permohonan, tidak menyebutkan.

“Jadi, yang paling banyak sengketanya di MK adalah pemilu DPRD, yaitu DPRD kabupaten/kota,” tandas Rahmah.

2. Permohonan paling banyak datang dari peserta pemilu di Papua

KoDe Inisiatif mencatat, permohonan PHPU datang dari seluruh provinsi di Indonesia. Namun, yang terbanyak mengajukan PHPU adalah Papua, dengan 71 permohonan. Menyusul Papua, Jawa Barat dengan 34 permohonan, dan Sumatera Selatan dan Sumatera Utara dengan 24 permohonan.

“Yang paling banyak, Papua untuk permohonan DPRD kabupaten/kota. Paling sedikit di Bandar Lampung dan Kalimantan Utara,” tukas Rahmah.

3. Partai Berkarya paling banyak mengajukan sengketa

Partai Beringin Karya (Berkarya) merupakan partai yang paling banyak mengajukan permohonan PHPU. Namun sayangnya, partai ini tak mencantumkan jenis sengketa yang diajukan, apakah sengketa internal yakni sengketa antar caleg dalam satu partai, atau sengketa eksternal, yaitu sengketa antar partai.

Di nomor urut dua, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tercatat mengajukan 54 permohonan. 5 sengketa eksternal, 1 internal, dan sisanya tak teridentifikasi. Kemudian Partai Demokrat, dari 43 permohonan, 16 merupakan sengketa eksternal dan 17 sengketa internal.

“Jadi, kalau eksternal, paling banyak mengajukan itu PAN (Partai Amanat Nasional). Kalau internal, Golkar (Golongan Karya),” ujar Rahmah.

Secara berurutan, berikut jumlah permohonan PHPU yang diajukan oleh 20 partai politik peserta pemilu.

  1. Partai Berkarya: 76
  2. PDIP: 54
  3. Partai Demokrat: 43
  4. Partai Golkar: 41
  5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 39
  6. PAN: 30
  7. Partai NasDem: 27
  8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS):25
  9. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): 23
  10. Partai Bulan Bintang (PBB): 20
  11. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI): 15
  12. Partai Persatuan Pembangunan (PPP): 15
  13. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura): 11
  14. Partai Solidaritas Indonesia (PSI): 7
  15. Partai Persatuan Indonesia (Perindo): 3
  16. Partai Aceh: 3
  17. Partai Daerah Aceh: 2
  18. Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda): 1
  19. Partai Nangroe Aceh (PNA): 1
  20. Partai SIRA: 1

4. Caleg laki-laki banyak mengajukan PHPU

Dari 469 permohonan Pileg, 302 permohonan tak menginformasikan pihak caleg yang mengajukan. Permohonan diajukan atas nama partai. Namun, terdapat 167 permohonan yang memberikan informasi caleg yang bersengketa. Dari jumlah tersebut, 130 permohonan diajukan oleh laki-laki caleg, dan sisanya, 37 permohonan diajukan oleh perempuan caleg.

“Jadi, dari total 469 ini, sebagian besar yang teridentifikasi diajukan oleh laki-laki,” kata peneliti KoDe Inisiatif, Ihsan Maulan.

5. PHPU Pileg diajukan melewati batas waktu

KoDe Inisiatif mencatat ada lima permohonan PHPU Pileg yang diserahkan kepada MK lewat dari batas 3 kali 24 jam. Adapun mayoritas permohonan masuk di hari ketiga atau hari terakhir penyampaian permohonan, dengan jumlah 332.

“Ternyata ada 5 permohonan yang diajukan dalam sengketa Pileg yang melebihi waktu, yaitu 4 kali 24 jam. Ada yang memasukkan di hari pertama, yaitu sengketa DPD, tapi paling banyak di  hari ketiga. Jadi, sebarannya memang rata-rata mengajukan di last minute,” ujar Ihsan.

6. Penggelembungan dan pengurangan suara jadi alasan yang diajukan

Dari 339 permohonan yang dikaji, KoDe membaca 469 alasan yang dikemukakan pemohon PHPU dalam permohonannya. Alasan tersebut kemudian diklasifikasi ke dalam 12 kategori. Hasilnya, paling banyak, yakni 111 permohonan, mendalilkan adanya penggelembungan dan pengurangan suara.

“Penggelembungan dan pengurangan bisa terjadi karena adanya penambahan suara dari pemohon atau pihak terkait, dan mengurangi suara pemohon,” ucap Ihsan.

Selain itu, ada pula pemohon yang membawa masalah pelanggaran administrasi dan pelanggaran pemilu ke MK. Dari kategori pelanggaran pemilu, pemohon mendalilkan diantaranya, terjadi kesalahan rekapitulasi, warga berhak pilih yang tak bisa memilih, kekurangan logistik, dan politik uang.

“Alasannya, ada pemilih yang tidak bisa memilih dengan 9 temuan. Ada juga karena kesalahan rekap dengan 7 temuan. Ada 2 permohonan yang mengatakan telah terjadi kecurangan TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Dan 1 permohonan terkait kekurangan logisitk, politik uang, lalu politik uang dan pengurangan suara,” jelas Ihsan.

KoDe juga menemukan adanya 135 temuan permohonan yang tidak menyebutkan alasan gugatan sengketa PHPU. Diduga, pemohon terburu-buru memasukkan permohonan agar tidak melampaui batas waktu yang ditetapkan UU Pemilu.