26 dari 30 perempuan calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi berlatarbelakang penyelenggara pemilu. Dominasi ini berarti ada di persentase 86, 69%.
“Perempuan penting dihadirkan dalam politik yang belum adil. Baik sebagai ide maupun keterwakilan. Termasuk di lembaga penyelenggara pemilu,” kata Direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dalam diskusi di Media Center KPU, Jakarta (27/4).
86,69% perempuan berlatarbelakang penyelenggara pemilu terdiri dari anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)/Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Lebih rincinya adalah 8 (26,69%) anggota KPU Provinsi, 15 (50%) anggota KPU Kabupaten/Kota, 3 (10%) anggota Bawaslu/Panwaslu.
Titi berpendapat, strategis perempuan hadir di lembaga penyelenggara pemilu. KPU dapat menentukan terjaminnya pemenuhan hak-hak politik perempuan di pemilu, baik hak sebagai pemilih maupun sebagai peserta.
Tapi, 30 perempuan merupakan jumlah yang sedikit jika dibanding dengan jumlah lelaki. Jumlah calon hingga tahap akhir adalah 176 nama. Berarti lelaki ada 146 nama. Artinya, hanya ada 17,44% perempuan. Jelas angka ini bukan angka cukup dengan harapan 30%.
Dengan perbandingan jumlah lelaki yang jauh lebih banyak, diharapkan seluruh nama perempuan bisa terpilih. Harapan berpeluang karena kompleksitas pemilu serentak yang baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia, membutuhkan anggota penyelenggara pemilu yang berpengalaman. []