August 9, 2024

Meski Total Harta Kekayaan di Atas 5 M, 6 Paslon Perseorangan Ini Dapat Perolehan Suara Terendah

“Jadi calon kepala daerah itu butuh uang banyak. Kalau gak punya uang, mana bisa menang,” begitu persepsi masyarakat tentang kampanye kepala daerah. Uang dinilai sebagai faktor penentu menang kalah seorang kandidat. Namun, jika merujuk pada hasil Pilkada 2018, enam pasangan calon (paslon) dari jalur perseorangan yang tercatat memiliki harta kekayaan di atas lima miliar rupiah, tak terpilih sebagai kepala daerah, dan bahkan mendapatkan perolehan suara terendah.

Paslon Chrismanto Lumbantobing-Hotman P. Hutasoit di Pilkada Tapanuli Utara, dengan total harta dan kekayaan psenilai 5,3 miliar rupiah, hanya mendapat perolehan suara sebesar 20.010 atau 13,30 persen. Chrismanto adalah Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) tahun 2017-2021 dan merupakan anak dari Torang Lumbantobing, mantan Bupati Taput dua periode dan Ketua DPRD Taput.

Paslon lainnya, yakni Sulistiyanto-Heriansyah di Pilkada Langkat. Meski berharta kekayaan 10 miliar rupiah, paslon ini gagal mengalahkan dua paslon lain yang didukung oleh partai politik. Sulistiyanto merupakan mantan wakil bupati Langkat, sedang Heriansyah merupakan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara.

Di Pilkada Dairi, paslon Rimso Maruli Sinaga-Bilker Purba, juga gagal memenangkan hati pemilih. Modal harta kekayaan sebesar 5,3 miliar rupiah dan modal sosial sebagai pengusaha di bidang hiburan, kontraktor, dan agrobisnis, hanya membuahkan hasil pada perolehan 1.418 suara atau 0,96 persen.

Lanjut ke Pilkda Batubara, paslon Khairil Anwar-Sofyan Alwi hanya mendapatkan perolehan suara 9.195 atau 5,26 persen. Khairil adalah seorang pengacara yang bekerja sebagai Kepala Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Batubara. Wakilnya, Sofyan, adalah tokoh pendidikan lokal yang pernah menjadi mantan Kepala Sekolah SMA Harapan 1 Medan.

Kemudian, di Pilkada Padang Lawas, 18.084 pemilih memilih paslon Rahmad Pardamean Hasibuan-Syahrul Efendi Hasibuan. Jumlah tersebut merupakan 15,49 persen dari total suara sah untuk ketiga paslon. Rahmad-Syahrul masing-masing merupakan mantan pejabat antar waktu anggota DPRD Sumatera Utara dari Partai Demokrat tahun 2013-2014 dan tokoh masyarakat Padang Lawas. Harta kekayaan keduanya mencapai 10,6 miliar rupiah.

Di Tegal, dengan modal ekonomi sebesar 26,2 miliar rupiah dan modal sosial sebagai mantan ketua DPRD Kota Tegal periode 2004–2007, A. Ghautsun, bersama calon wakilnya, dokter Muslih Dahlan, gagal mendapatkan dukungan terbanyak. Paslon ini hanya memperoleh 17.169 suara atau 12,64 persen. Ghautsun-Muslih bersaing dengan empat paslon lain yang didukung oleh partai politik.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin mengatakan bahwa pertarungan antara kandidat yang diusung oleh partai politik dengan kandidat perseorangan dapat dikatakan berat sebelah, terutama jika kandidat yang diusung partai adalah petahana.

“Melawan kandidat dari partai, apalagi petahana, itu sulit sekali. Partai punya mesin yang bekerja untuk tugas-tugas pemenangan, dia terorganisir, dan sudah berpengalaman. Petahana punya modal sosial, modal politik, dan modal sosial. Nah, ini yang harus dikejar oleh paslon perseorangan,” jelas Usep kepada rumahpemilu.org (9/7).

Untuk memenangkan hati pemilih, paslon perseorangan mesti benar-benar berbeda dari paslon yang diusung partai atau dalam kata lain, menawarkan politik alternatif. Modal ekonomi bukan faktor yang paling menentukan, sehingga paslon harus bekerja keras meyakinkan publik bahwa kandidat independen dapat menyediakan pelayanan publik dan program kerja yang lebih baik.