Indeks harga saham membantu pemodal/pialang membeli atau menjual saham demi dividen dan/ atau capital gain. Adakah indeks yang bisa membantu warga, lebih tepatnya pemilih (voter), dalam menginvestasikan suara/amanahnya demi mendapatkan dividen dan capital gain demokrasi terbaik?
Ada. Namun, harus dirancang bangun dulu. Sebut saja indeks yang mau kita rancang bangun itu adalah indeks integritas parpol (IIP).
Cukup mendesak perlunya merancang bangun IIP. Kemendesakan itu berkonteks ganda yang saling mengait. Pertama, kendati ada belasan parpol dalam Pemilu 2019 ini, sebenarnya ”bursa” atau ”pasar” mandat kita itu, secara ideologi, homogen atau monokrom. Dalam kondisi begitu, sulit bagi pemilih menentukan parpol mana yang akan memberikan dividen dan keuntungan modal (capital gain) demokrasi paling optimal.
Lalu apa pembeda distingtif di antara berbagai parpol itu? Integritaslah yang jadi pembedanya. Tidak mungkin demokrasi substansial eksis dan tujuan bernegara tercapai jika parpolnya tidak berintegritas. Oleh karena itu, integritas parpol bukan semata- mata pembeda antarparpol, melainkan suatu keniscayaan.
Kedua, KPK sedang mengembangkan sistem integritas parpol. Sistem integritas parpol KPK terdiri dari: 1) pengaturan dan penegakan kode etik, 2) transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol, 3) perekrutan kader dan politisi, dan 4) perekrutan pejabat publik melalui parpol. Ini bagian penting dari upaya pencegahan korupsi. Meski sistem integritasnya sudah dirumuskan, KPK belum mempunyai alat ukur dan cara mengukur integritas parpol.
Dividen demokrasi
IIP akan membantu pemilih menginvestasikan suaranya/mandatnya pada parpol setepat mungkin. Itu artinya: (1) risiko salah pilih politisi/parpol sangat rendah dan, (2) berpotensi mendapatkan keuntungan (return) yang tinggi. Return tinggi apa yang didapat pemilih dari ”pasar” mandat? Dalam jangka panjang return yang tinggi itu memperoleh dividen demokrasi yang optimal. Sementara dalam jangka pendek mendapatkan capital gain demokrasi.
Dividen demokrasi itu soal kuasa (power). Jika pemilih mendapatkan dividen demokrasi, ia akan menjadi lebih kuasa, lebih berdaya, lebih bebas dan mandiri. Implikasinya jika orang itu lebih berdaya secara politik, sangat mungkin ia bisa mengakses dan menikmati keadilan ekonomi, politik, hukum, dan sosial.
Secara kolektif, dividen demokrasi itu mewujud dalam kontrol masyarakat sipil yang makin kuat, efektif, dan stabil terhadap institusi negara, pejabat/negara publik dalam mengelola kebijakan dan sumber daya publik. Apabila publik berdaya secara politik, bisa mendorong terciptanya pengelolaan sumber daya publik yang lebih efisien, efektif, dan berkeadilan. Capital gain demokrasi itu mungkin bisa disetarakan dengan optimalnya fungsi legislasi, penganggaran (budgeting), dan kontrol politik parlemen, yang berujung pada membaiknya pelayanan publik yang bisa diakses warga yang paling miskin sekalipun: pendidikan, kesehatan, perumahan, infrastruktur, ketertiban dan keamanan, perizinan, dan lain-lain.
Pertanyaan reflektifnya adalah, apakah sejauh ini kita sudah mendapatkan dividen dan capital gain demokrasi? Parpol mana yang menciptakan dan menyumbang besar penciptaan dividen dan capital gain demokrasi?
Indikator transformatif
Secara teknis tak sulit merancang bangun IIP. Yang perlu dipikirkan lebih serius adalah menyusun indikatornya. Ada beberapa indikator yang bisa dipertimbangkan perlu masuk dalam indeks ini: 1) jangkauan pendidikan politik yang diselenggarakan parpol, 2) kemandirian keuangan parpol, 3) transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan parpol, 4) adanya manajemen antisuap/gratifikasi, 5) jumlah anggota/kader partai terpidana korupsi, kejahatan seksual, narkoba, kekerasan dalam rumah tangga, 6) rasio anggota DPR perempuan dari parpol tertentu terhadap total anggota DPR, 7) mekanisme perekrutan dan proses pengambilan keputusan nominasi caleg dan pejabat publik, dan lain-lain.
Berbagai indikator tersebut akan mentransformasikan parpol menjadi lebih baik dan berintegritas tinggi. Sebagai contoh, parpol yang mempunyai program pendidikan politik yang jangkauannya lebih luas—bukan hanya kader, melainkan juga warga/ publik—maka parpol itu akan lebih baik daripada parpol yang jangkauan pendidikan politiknya lebih rendah/terbatas. Demikian juga untuk kemandirian keuangan parpol. Jika keuangan parpol itu lebih mandiri—artinya sumber keuangan lebih banyak dipasok dari iuran anggota dan sumbangan kader—parpol itu memiliki kemandirian yang lebih tinggi. Dengan demikian integritasnya lebih tinggi.
BPS, IDI, dan IIP
Biro Pusat Statistik (BPS) boleh mengambil ide dan kemudian mengembangkan indeks ini lebih lanjut. Memang, BPS lebih tepat untuk memproduksi IIP ini. Pertama, indeks ini bisa jadi kembaran atau pelengkap dari indeks demokrasi Indonesia (IDI).
IDI mengukur kebebasan sipil, hak-hak politik, dan kelembagaan demokrasi. Peranan parpol sudah masuk dalam IDI, tetapi masih minimal. Kita belum bisa menangkap potret dan kinerja parpol secara menyeluruh dalam IDI. Padahal, peranan parpol vital dan instrumental dalam menentukan perkembangan demokrasi substansial. Dalam IDI, hanya ada dua indikator yang dipakai untuk mengukur kinerja parpol: 1) jumlah kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu, 2) persentase perempuan dalam kepengurusan parpol tingkat provinsi.
Kedua, BPS mempunyai sumber dana relatif lebih jelas (APBN) dan lebih stabil (berkelanjutan). Sementara kalau lembaga swadaya masyarakat/lembaga penelitian swasta jaminan kontinuitasnya lebih rendah. Pengalaman menunjukkan, banyak indeks yang kemarin diterbitkan LSM, lalu setelah itu mati karena tidak ada sponsornya lagi.
Ketiga, terhindar dari kemungkinan politisasi indeks. Meski tidak imun, risiko BPS dituduh partisan lebih kecil ketimbang LSM atau perusahaan swasta lain. Parpol yang IIP-nya rendah mungkin akan menuduh, ada kepentingan politik di balik publikasi laporan IIP.
Apabila serius mau mengembangkan dan merawat demokrasi, dan juga mencegah korupsi, sebaiknya kita serius mengembangkan indeks integritas parpol. Pemilu legislatif sudah di depan mata. Mungkin baru menjelang pemilu legislatif berikutnya (2024) kita sudah punya IIP.
Dedi Haryadi Ketua Beyond Anti Corruption
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 9 Agustus 2018 di halaman 7 dengan judul “Indeks Integritas Parpol”.