Mengharapkan Keadilan Pemilu Mahkamah Konstitusi OLEH KHOIRUNNISA NUR AGUSTYATI

Tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah hampir memasuki tahapan akhir. Direncanakan, sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan, paling lambat Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan dan menetapkan hasil Pemilu 2024 pada hari ini, Rabu, 20 Maret 2024. Karena itu, sesungguhnya hari ini merupakan hari bersejarah dalam konstelasi politik di Indonesia.

Jika dilihat dari gelagat yang berkembang, setelah hasil pemilu diumumkan KPU, masih akan ada pihak-pihak yang tidak puas karena adanya dugaan kecurangan dalam proses pemilu. Karena itu, selanjutnya bola tahapan akan bergeser ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena sangat mungkin akan ada pihak-pihak yang mengajukan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Peserta pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengajukan permohonan PHPU ke MK dalam jangka waktu 3 x 24 jam sejak hasil pemilu ditetapkan secara nasional oleh KPU. Sementara itu, peserta pemilu presiden dan wakil presiden dapat mengajukan permohonan PHPU ke MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden oleh KPU.

Keadilan pemilu

Kita patut mengapresiasi siapa pun atau pihak mana pun yang akan mengajukan PHPU ke MK karena upaya PHPU di MK merupakan bagian dari mencari keadilan elektoral (electoral justice). The International IDEA (2002) menyebutkan salah satu dari indikator pemilu demokratis ialah kepatuhan dan penegakan hukum pemilu. Regulasi pemilu harus memberikan kesempatan dan juga waktu kepada para pihak yang merasa hak elektoral mereka dirugikan, untuk menyampaikan perselisihan (complaint).

Pemilu merupakan arena kompetisi politik yang melibatkan banyak aktor sehingga dalam proses kompetisi tersebut tentu akan ada pihak yang merasa keberatan sehingga mengajukan pengaduan dan gugatan. Oleh sebab itu, dalam rangka menjaga integritas proses dan hasil pemilu diperlukan adanya mekanisme untuk dapat mengakomodasi seluruh permasalahan pemilu yang mungkin akan muncul baik pada saat proses pencalonan, pada saat kampanye, pada saat pemungutan suara, maupun pada penghitungan suara.

Hal yang tidak kalah penting upaya mengajukan PHPU ke MK juga untuk memastikan proses pencarian keadilan pemilu tersebut dapat dilakukan dengan adil, akuntabel, dan tepat waktu.

Adanya upaya perselisihan pemilu seharusnya tidak hanya dipandang sebagai bentuk upaya pencari keadilan bagi para pihak yang merasa hak elektoral mereka dirugikan, tetapi juga merupakan upaya untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi sistem politik. Untuk itulah, diperlukan adanya mekanisme penyelesaian sengketa pemilu (election dispute resolition) yang dapat menjamin stabilitas sistem politik dan dapat menjamin implementasi hak-hak politik dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

Prinsip utama keadilan pemilu ialah menegakkan hak pilih warga negara. Sistem keadilan pemilu harus mampu menjamin bahwa suara pemilih terfasilitasi dengan baik oleh penyelenggara pemilu.

The International IDEA (2010) menyatakan tujuan keadilian pemilu ialah menjamin bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan terkait dengan proses pemilu sudah sesuai dengan kerangka hukum pemilu; melindungi atau memulihkan hak pilih dan hak elektoral; dan memungkinkan warga negara yang merasa haknya telah dilanggar untuk dapat mengajukan pengaduan, mengikuti persidangan, dan mendapatkan keputusan.

Standar yang perlu diperhatikan dalam penanganan perselisihan hasil pemilu antara lain adanya hak untuk memperoleh pemulihan dalam proses keberatan dan sengketa; adanya prosedur penyelesaian sengketa yang jelas; adanya hakim yang tidak memihak; adanya sistem peradilan yang mampu menyelesaikan putusan dengan cepat; penentuan beban pembuktian dengan standar bukti yang jelas; adanya upaya perbaikan yang efektif, dan adanya pendidikan yang efektif terkait penyelesaian sengketa pemilu bagi para pemangku kepentingan (GUARDE, 2011).

Harapan pada MK

Pada hari-hari ini, MK tengah mendapatkan sorotan tajam dari publik, tidak sedikit juga publik yang mempertanyakan bagaimana nantinya MK akan memutus perselisihan hasil pemilu. Apakah MK masih dapat diharapkan untuk memberikan keadilan pemilu?

Pertayaan semacam itu tidak dapat dihindari mengingat terdapat isu krisis kepercayaan dan legitimasi seusai MK membacakan Putusan Uji Materi No 90/PUU-XXI/2023. Ada isu konflik kepentingan dan independensi yang dipertanyakan publik. Publik juga menunggu apakah MK dapat mengungkap isu kecurangan pemilu.

MK perlu memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam proses PHPU. Setidaknya terdapat dua hakim yang mendapat sorotan, yang pertama ialah Anwar Usman yang memang sudah tidak diperbolehkan lagi terlibat dalam PHPU berdasar putusan MKMK.

Kedua ialah Arsul Sani yang baru menjadi hakim konstitusi saat tahapan pemilu sudah berlangsung. Seperti yang diketahui bahwa hakim Arsul Sani berlatar belakang dari partai politik sehingga MK perlu memitigasi supaya konflik kepentingan bisa dihindari.

MK dihadapkan pada posisi menghadapi tekanan besar dalam konstelasi pemilu dan keinginan untuk mengembalikan kepercayaan publik. Oleh sebab itu, MK harus memiliki manajemen sidang untuk mengembalikan kepercayaan publik. Selain itu, MK pun perlu berupaya keras agar betul-betul dapat menghadirkan keadilan pemilu dan tidak sekadar menjadi mahkamah kalkulator.

Selama ini, cara pandang di MK dalam menyelesaikan PHPU ialah melihat kecurangan yang dapat dipertimbangkan ialah kecurangan-kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Secara sederhana kecurangan yang masuk kategori terstruktur ialah jika kecurangan tersebut melibatkan aparat dan perangkat pemerintah, kecurangan sistematis ialah jika kecurangan tersebut dipersiapkan dengan sangat matang, dan kecurangan yang bersifat masif ialah kecurangan yang terjadi di hampir di seluruh wilayah pemilu. Kemudian MK akan melihat bagaimana kecurangan-kecurangan yang terjadi tersebut berimplikasi pada perolehan suara. Namun, yang tidak kalah penting ialah MK juga dituntut untuk memberikan rasa keadilan kepada publik.

Untuk itu, publik perlu memantau dan mengingatkan terus MK dalam menyelesaikan proses persidangan PHPU. Hal yang dapat dipantau publik ialah mulai tahapan pendaftaran permohonan, memastikan bahwa permohonan yang masuk harus sesuai dengan batas waktu yang sudah ditentukan dalam undang-undang pemilu.

Berikutnya, tentu, ialah proses persidangan itu sendiri, mulai persidangan awal, sidang pembuktian, hingga putusan. Publik juga perlu memastikan MK nantinya memberikan kesempatan yang setara kepada semua pihak untuk memberikan keterangan.

Pelembagaan demokrasi

Upaya penyelesaian PHPU di MK merupakan saluran keadilan pemilu yang telah disediakan undang-undang pemilu. Sebagai sebuah negara demokrasi, kita sudah memilih insititusi yang disediakan negara untuk menyesaikan konflik yang muncul akibat proses penyelenggaraan pemilu.

Pencarian keadilan pemilu di MK janganlah dianggap sebagai upaya untuk mendelegitimasi proses pemilu yang sudah berjalan. Justru MK menjadi saluran yang konstitusional jika terdapat keberatan atas proses penyelenggaraan pemilu. Menempuh jalur melalui MK merupakan bagian pelembagaan demokrasi sehingga MK sebagai pemutus PHPU pun perlu memastikan proses penyelesaian PHPU juga memastikan keadilan masyarakat.

Bagi MK sendiri, proses penyelesaian PHPU bisa jadi momentum untuk memulihkan kepercayaan publik, caranya tidak ada jalan kecuali dengan memutus seadil-adilnya.

KHOIRUNNISA NUR AGUSTYATI

Direktur Eksekutif Yayasan Perludem

Artikel ini telah tayang di Mediaindonesia pada tanggal 20 Maret 2024 dengan judul “Mengharapkan Keadilan Pemilu di Mahkamah Konstitusi”, https://mediaindonesia.com/opini/659934/mengharapkan-keadilan-pemilu-di-mahkamah-konstitusi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.