February 24, 2025

Patuhi Putusan MK tentang Keanggotaan DPD, Surat Persetujuan Pengunduran Diri Tak Diperlukan?

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan agar calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengundurkan diri dari partai politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilu Perseorangan atau Anggota DPD.  Dalam revisi yang telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada 9 Agustus, tanpa berkonsultasi dengan Komisi II, KPU memerintahkan agar bagi bakal calon anggota DPD yang berasal dari partai politik, agar memberikan surat pengunduran diri dari partai politik yang bersangkutan dan surat persetujuan pengunduran diri dari pimpinan partai politik.

Surat pengunduran diri wajib diterima KPU maksimal satu hari sebelum penetapan Daftar Calon Sementara (DCS), sementara surat persetujuan wajib diterima satu hari sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT). Penetapan DCS calon anggota DPD dijadwalkan tanggal 31 Agustus 2018 dan DCT 20 September.

“Soal persetujuan pengunduran diri ini adalah persyaratan yang sama untuk caleg (calon anggota legislatif) yang pindah partai. Kami kasih waktu maksimal satu hari sebelum DCT. Begitu juga untuk ASN (aparatur sipil negara), bupati, dan lain-lain,” kata anggota KPU RI, Pramono Ubaid, pada rapat konsultasi di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan (30/8).

Ketentuan harus memberikan surat persetujuan pengunduran diri dari partai politik ditentang oleh Komisi II, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Pemerintah. Amirul Tamim, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menjadi bakal calon anggota DPD pada Pemilu 2019 melontarkan kritik tegas.

“Yang dimaksudkan MK itu, kalau dia jadi anggota DPD. Kalau tidak jadi anggota DPD, dia bisa kembali jadi pengurus partai. Beda dengan ASN. Ini politik. Masa saya kalau tidak terpilih lalu saya tidak bisa lagi jadi anggota partai? Menurut hemat saya, cukup surat pernyataan pengunduran diri saja,” tegas Amirul.

Bawaslu, melalui Fritz Edward Siregar menilai bahwa tak ada frasa bahwa pengunduran diri bagi pengurus partai politik harus disetujui oleh ketua umum atau sekretaris jenderal (sekjen) partai di dalam putusan MK. MK hanya meminta pengurus partai politik yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD untuk mengundurkan diri dengan dibuktikan oleh pernyataan tertulis yang berkekuatan hukum.

“Kami lihat, pengunduran diri yang ditujukan kepada pengurus partai, tidak ada kata-kata disetujui oleh sekjen partai,” tandas Fritz.

Tak ketinggalan, Pemerintah juga turut memberikan penilaian. Merujuk pada Undang-Undang ASN, apabila seorang bakal calon anggota legislatif telah mengundurkan diri dari instansi tempatnya bekerja, jika pada hari penetapan DCT instansi tak kunjung mengeluarkan surat persetujuan pengunduran diri, maka sejak DCT ditetapkan, hak, kewenangan, dan status sang calon sebagai ASN gugur. Norma yang sama dapat diberlakukan pada kasus pengurus partai politik yang mencalonkan diri di Pemilihan Anggota DPD.

“Pada saat dia masuk di DCT, maka hak, kewenangan, dan statusnya gugur. Jadi, nanti misal, seorang ASN tanggal 20 ini ditetapkan KPU di DCT dari partai mana, maka orang itu, hak dan kewenangannya hilang, termasuk gubernur,” jelas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Suhajar.

KPU akan mengadakan rapat pleno untuk membahas norma mengenai kemestian menyerahkan surat persetujuan pengunduran diri dari partai politik. Sebelumnya Pramono mengatakan, KPU akan menilai kesungguhan bakal calon dalam mengurus surat pengunduran diri dan surat persetujuan pengunduran diri.

“Jika partai tidak memberi persetujuan pengunduran diri, atau lembaga lainnya, KPU yang akan melihat seberapa sungguh-sungguh calon ini mengurus pengunduran dirinya. Banyak juga yang ajukan pengunduran diri, lalu ketika tidak jadi, balik lagi jadi ASN, jadi pengurus partai,” ujar Pramono.