August 8, 2024

Kasus Panwaskab Nganjuk, Alfitra Salamm Minta Anggota Divisi Penindakan Diberhentikan Tetap

Pada gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Nganjuk 2018, pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Siti Nurhayati dan Bimantoro Wiyono, melaporkan paslon nomor urut 1, Novi Rahman Hidayat-Marhaen kepada Panitia Pengawas Kabupaten (Panwaskab) Nganjuk atas dugaan politik uang dan mobilisasi kepala desa dengan tujuan memenangkan paslon Novi-Marhaen. Namun, laporan tak membuahkan hasil, padahal paslon Sitti-Bima telah memberikan bukti-bukti lengkap.

Kekecewaan paslon nomor urut 2 ini kemudian disampaikan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Paslon menilai Panwaskab Nganjuk telah bersikap tidak profesional dan melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Kasus pun disidangkan sejak permohonan diajukan tanggal 31 Agustus 2018.

Politik uang yang masif tapi tidak tertangani

Sitti-Bima mendalilkan dua hal. Satu, Panwaskab Nganjuk tidak profesional dalam menangani laporan adanya pertemuan yang dihadiri oleh 208 kepala desa atas undangan H. Imam Mukayat, orang tua calon bupati nomor urut 1, Novi, di tiga tempat berbeda, yakni Hotel Grand Surya Kediri, salah satu hotel di Kabupaten Tulungagung, dan salah satu hotel di Kabupaten Ngawi. Di tiga pertemuan tersebut, H. Imam Mukayat mengarahkan kepala desa untuk memenangkan paslon Novi-Marhaen pada Pilkada Kabupaten Nganjuk 2018 dengan imbalan uang dan janji hadiah ibadah umrah bagi kepala desa yang desanya memenangkan Novi-Marhaen dengan persentase kemenangan 60 hingga 90 persen.

“Pendekatan” kepada kepala desa oleh orangtua Novi dinilai pelapor cukup berhasil karena terjadi serangan fajar serentak yang dikoordinir oleh kepala desa dan melibatkan kelompok sosial seperti ketua Rukun Tetangga (RT).

Dalil ini dibantah oleh Panwaskab Nganjuk. Mereka mengaku telah menindaklanjuti laporan sesuai dengan peraturan, seperti melibatkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan berkonsultasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah. Panwaskab juga telah melakukan klarifikasi terhadap tiga kepala desa, namun tidak mendapatkan keterangan terkait pertemuan tersebut karena tiga kepala desa yang diminta keterangan datang terlambat.

Dua, Panwaskab Nganjuk membiarkan paslon Novi-Marhaen melakukan politik uang secara masif. Pelapor menemukan adanya pembagian beras puluhan ton dan kaos berlogo “NOVI & Marhaen, Pilih No.1” di 6 desa dan 9 kecamatan, dan acara buka puasa bersama di kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik H. Imam Mukayat yang dihadiri beberapa kepala desa. Pada acara buka puasa, kepala desa diberikan uang dan bingkisan bertuliskan “Keluarga Besar Novi Rahman Hidayat”.

Lagi-lagi, dalil dibantah oleh Panwaskab Nganjuk karena mereka merasa telah berupaya maksimal melakukan program pencegahan, seperti patroli setiap malam sampai subuh bersama seluruh jajaran Panwas Kecamatan (Panwascam) di setiap wilayah kecamatan dan desa, juga menyampaikan himbauan kepada semua paslon untuk tidak bagi-bagi sembako, dan mengarahkan paslon untuk berzakat melalui Lembaga Resmi Badan Amil Zakat.

“Yang terjadi adalah telah ditemukan pembagian beras dan kaos oleh orang yang berbeda dan dalam rentang waktu berbeda pula. Penanganan pelanggaran ini telah dilakukan klarifikasi dan kajian bersama oleh Sentra Gakkumdu dan telah diputuskan dalam rapat pleno, bahwa tuduhan Pengadu tidak memenuhi unsur dan tidak dapat ditindaklanjuti,” tertulis dalam Putusan DKPP No. 179 dan No.224/2018.

Penilaian DKPP

DKPP menyayangkan Panwaskab Nganjuk yang tak bekerja lebih giat dan serius dengan tidak meminta Bawaslu Jawa Tengah mengambil alih penanganan pelanggaran politik uang lintas daerah. Padahal, Peraturan Bawaslu No.14/2017 memungkinkan pengambil alihan kasus.

“DKPP menilai para Teradu tidak menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2017 yang memberi tugas koordinasi kepada Bawaslu Provinsi untuk mengambil alih penanganan pelanggaran yang menjadi temuan atau dilaporkan kepada pengawas Pemilihan di tingkat bawah dalam hal terjadi suatu keadaan, tempat dan kejadian dugaan Pelanggaran Pemilihan terjadi di wilayah lintas daerah.”

DKPP juga menyalahkan argumentasi Panwaskab Nganjuk yang menyatakan laporan paslon Sitti-Bima tak dapat diteruskan karena pihak yang memberikan uang zakat dan bingkisan pada acara buka puasa bersama bukanlah tim kampanye atau paslon, melainkan keluarga besar calon bupati Novi. Menurut DKPP, Panwaskab Nganjuk tidak cermat menegakkan ketentuan Pasal 187A Undang-Undang (UU) No.10/2016.

“Pembagian beras patut diduga secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu.”

Atas pertimbangan tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua Panwaskab Nganjuk, Abdul Syukur Junaedi, dan dua anggota Panwaskab, Fatturahman Syafii dan Abdul Aziz.

Disenting opinion

Salah satu anggota DKPP, Alfitra Salamm, mengajukan dissenting opinion terhadap putusan DKPP ini. Fitra menganggap, anggota Panwaskab yang memegang divisi penindakan, yakni Fatturahman Syafii, diberhentikan tetap.

Dalam fakta persidangan, terungkap adanya pelibatan kepala desa atau lurah secara masif dalam kampanye paslon Novi-Marhaen. Meskipun terjadi di luar wilayah Nganjuk, seharusnya Panwaskab Nganjuk berupaya maksimal melakuan proses penindakan. Dari keterangan para saksi, politik uang diduga kuat terjadi secara terstruktur, masif dan sistematis. Akan tetapi Panwaskab Nganjuk hanya berlindung pada celah ketentuan-ketentuan formal sehingga banyaknya temuan dan laporan tidak bisa ditindaklanjuti.