August 8, 2024

Agar Pilkada 2017 (Benar-benar) Serentak

Rancangan tahapan dan jadwal Pilkada 2017 di bawah bayang-bayang ketakserentakan. Penundaan-penundaan di Pilkada 2015 dikhawatirkan terulang.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 yang diniatkan serentak pada kenyataannya tak berhasil. Beberapa daerah mesti menjadwal ulang tahapan demi terlaksananya pemungutan suara yang serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2015 lalu.

Hadar Nafis Gumay, Anggota KPU RI, memandang ada tiga hal yang berpengaruh terhadap penundaan tersebut: ketiadaan anggaran, berlarut-larutnya penanganan sengketa, dan ketiadaan pasangan calon yang mendaftar.

Tiga hal ini kemudian jadi pertimbangan KPU dalam menyusun rancangan Peraturan KPU tentang Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2017. KPU menyusun pasal 8 yang mengatur soal keadaan-keadaan yang menunda tahapan penyelenggaraan Pilkada.

KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menunda tahapan penyelenggaraan pemilihan apabila sampai dengan pembentukan PPK dan PPS belum tersedia anggaran pemilihan. KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota juga dapat menunda tahapan jika terdapat putusan pengadilan yang menyebabkan ditundanya tahapan, program, dan jadwal pemilihan.

Sementara pengaturan soal kemungkinan tidak adanya pasangan calon hingga batas akhir pendaftaran belum diatur. Pembukaan kembali pendaftaran belum eksplisit diatur dalam rancangan PKPU tersebut.

Batas akhir kesiapan anggaran

Berkaca dari Pilkada Serentak 2015 lalu, KPU memaksa agar pemerintah daerah dan DPRD memberi kepastian anggaran guna berjalannya tahapan penyelenggaraan yang serentak. Oleh karena itu, KPU menentukan batas akhir penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

“Penandatanganan NPHD paling lambat dilakukan 30 April 2016. Apabila tidak tersedia anggaran yang ditunjukkan oleh dokumen NPHD, tahapan pemilihan bisa dilakukan penundaan karena tidak ada kepastian anggaran,” kata Ida Budhiati, Anggota KPU, saat menjelaskan rancangan PKPU tersebut di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat (14/3).

Pembiayaan pilkada melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memang menuai sejumlah masalah. Studi yang dilakukan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), pembiayaan pilkada bersumber APBD menjadi permasalahan karena ruang fiskal daerah yang terbatas. Pembiayaan pilkada menjadi beban bagi APBD.

Sekretaris umum Seknas Fitra, Yenny Sutjipto menjelaskan sebagian besar daerah memiliki ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pusat. Rata-rata 70 persen sumber pembiayaan APBD berasal dari dana perimbangan. Komponen dana perimbangan, seperti Dana Alokasi Umum dialokasikan untuk belanja pegawai dan Dana Alokasi Khusus telah ditetapkan peruntukannya.

Namun, KPU enggan mengusulkan pembiayaan Pilkada 2017 ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mekanisme dan berkaitan dengan siklus anggaran di pusat tidak memungkinkan untuk Pilkada 2017 yang kian menjelang.

Kepastian penanganan sengketa pencalonan

Lima daerah batal menggelar Pilkada pada 9 Desember 2015 lalu. Lima daerah itu antara lain Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Pematangsiantar (Sumatra Utara), Kabupaten Simalungun (Sumatra Utara), Kota Manado (Sulawesi Utara), dan Kabupaten Fak-Fak (Papua Barat).

Penundaan Pilkada di lima daerah tersebut adalah buah dari berlarut-larutnya proses penyelesaian sengketa pencalonan. Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menekankan proses sengketa di Pilkada 2017 mesti didisain lebih efektif agar penundaan pilkada sebagaimana terjadi pada Pilkada 2015 lalu tak terulang

“Usulan saya untuk PKPU Tahapan Pilkada: Tahapan harus bisa menjaga seangat keserentakan terutama menyangkut proses sengketa pencalonan. Sehingga semangat keserentakan pilkada sampai ke hari pemungutan suara tetap terjaga,” kata Titi Anggraini, diwawancarai di tempat berbeda (14/3).

KPU mesti bisa memastikan lembaga lain yang terlibat dalam penyelesaian sengketa bisa menjaga agar tahapan pilkada yang disusun KPU bisa diikuti secara konsisten bahkan saat penyelesaian sengketa oleh lembaga penyelesaian sengketa.

Menanggapi hal ini, Ida Budhiati memandang ruang penyelesaian sengketa adalah ranah undang-undang. Oleh karena itu, PKPU yang masih berlandaskan UU 8/2015 yang berlaku masih mengatur penanganan sengketa berjenjang dari Bawaslu/Panwas hingga kasasi di MA berlangsung dalam rentang waktu dari 30 September 2016 hingga 28 Desember 2016.

“Tahapan ini bagian dari konsekuensi undang-undang. Kalau terlalu panjang, catatannya pada DPR sebagai pembuat undang-undang agar penyelesaian lebih efektif efisien,” kata Ida.

Ida, lebih lanjut, menjelaskan bahwa KPU pada Pilkada 2015 lalu telah menyampaikan ke MA bahwa dalam peraturan Pilkada ada ketentuan waktu untuk mendukung Pilkada Serentak 9 Desember 2015. KPU juga berharap agar penerbitan putusan mengikuti ketentuan soal jadwal ini.

“Dalam praktiknya MA punya kebijakan tersendiri, tidak hanya melihat tahapan yang disusun KPU. Ada UU yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang tidak bisa menolak permohonan,” tandas Idha.

Pilkada 2017, konsolidasi menuju pilkada serentak daerah

Selain keserentakan pemungutan suara, keserentakan pelantikan pasangan calon terpilih juga dinilai penting. Heroik M. Pratama, peneliti Perludem, memandang keserentakan pelantikan ini penting sebagai konsolidasi menuju pilkada serentak daerah. Jika pelantikan dilakukan serentak, akhir masa jabatan kepala daerah terpilih diharapkan bisa seragam di lima tahun ke depan.

“Ini penting untuk menata ulang pemilu kita menuju pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah kelak,” kata Heroik saat ditemui usai uji publik PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal (14/03).

Desain pemilu serentak ideal, menurutnya, ada dua saja. Pertama, pemilu serentak nasional yang memilih presiden dan anggota DPR di hari yang sama. Sementara pemilu serentak daerah memilih kepala daerah dan anggota legislatif daerah di hari yang sama. Dua pemilu serentak ini idealnya berjarak 2—3 tahun.

Pilkada Serentak 2017 nanti dinilai masih berupa serentak secara jadwal, belum sampai pada pemilu serentak yang didesain menuju pemerintahan efektif. Penundaan yang berkonsekuensi pada berbedanya masa pelantikan tentu akan mengganggu siklus pemilu yang coba dibangun menuju pemilu serentak daerah tersebut.

MAHARDDHIKA