August 8, 2024

Menyegerakan Pembahasan RUU Pemilu

Indonesia akan mengukir sejarah pada 2019. Untuk pertama kalinya, Indonesia akan melaksanakan pemilu secara serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sejak pemilu pertama tahun 1955, pun sejak reformasi tahun 1999, belum pernah dilaksanakan pemilu secara serentak seperti yang akan dilaksanakan di 2019 nanti.

Penyelenggaraan pemilu yang jauh berbeda dengan desaian sebelumnya, tentu membutuhkan persiapan yang jauh lebih matang. Apalagi penyelenggaraan pemilu secara serentak pada 2019 nanti bisa dipastikan jauh lebih rumit dari pemilu sebelumnya. Kerumitan tersebut secara sederhana bisa digambarkan, bagaimana nanti penyelenggara pemilu dapat melaksanakan teknis tahapan pemilu, untuk memilih lima subjek yang berbeda secara bersamaan dalam satu hari pemilihan: Presiden dan Wakil presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Banyak tantangan

Dalam menyongsong penyelenggaraan pemilu serentak 2019, tantangan terbesar yang mesti dihadapi adalah menyiapkan regulasi. Pekerjaan rumah untuk menyiapkan regulasi tentu saja menjadi kewajiban dari Pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang. Apalagi, dengan penyelenggaraan pemilu serentak, Pemerintah dan DPR mesti menggabungkan setidaknya tiga undang-undang: Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-Undang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Meskipun idealnya, Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari regulasi penyelenggaraan pemilu.

Dari segi waktu, menyiapkan regulasi pemilu serentak jelas tidak sebentar. Berkaca dari proses penyusunan UU 8/2012 sebagai regulasi pemilu DPR, DPD, dan DPRS saja, Pemerintah dan DPR butuh waktu hampir 2 tahun untuk menyelesaikan. Hitungan dua tahun dimulai dari proses pembahasan dan perdebatan dimasing-masing internal Pemerintah dan DPR dalam merumuskan pilihan sikap terhadap beberapa isu krusial pemilu. Padahal, UU 8/2012 hanya mengatur terkait dengan pemilu legislatif saja.

Dalam catatan Perludem, Pemerintah dan DPR mulai menyiapkan bahan masing-masing mulai dari tahun 2010. Kemudian mulai dibahas bersama pada Juli 2011, dan selesai di April 2012. Kondisi hari ini, Pemerintah sebagai inisiator dari RUU Pemilu 2019, masih berkutat untuk menyelesaikan perdebatan terhadap beberapa isu krusial system pemilu. Padahal, kewajiban Pemerintah adalah menyelesaikan hingga bentuk rancangan undang-undang, kemudian baru dibahas dengan DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Dengan kondisi tahun 2016 yang akan memasuki akhir trimester ketiga, waktu pembahasan RUU pemilu jelas semakin singkat. Apalagi ditengah waktu pembahasan yang sangat sempit, akan ada beberapa event politik yang pastinya akan menyita perhatian Pemerintah dan DPR. Pertama akan ada Pilkada 2017 yang akan dilaksanakan pada Februari 2017, dan tahapannya sudah mulai berjalan sejak Juli 2016 yang lalu.

Kedua, setelah Pilkada 2017, besar kemungkinan akan dilaksanakan kembali revisi terhadap ketentuan UU Pilkada. Ini diperkuat dari kecendrungan Pemerintah dan DPR yang melaksanakan evaluasi regulasi setelah satu event pelaksanaan pilkada. Ketiga ada tahapan pelaksanaan Pilkada 2018 yang sudah menunggu. Sebagaimana sudah diatur di dalam UU 8/2015, Pilkada 2018 sebagai masa transisi gelombang ketiga akan dilaksanakan pada Juni 2018.

Khusus untuk Pilkada 2018, hampir bisa dipastikan akan ada perhimpitan tahapan dengan tahapan Pemilu 2019. Dari segi penyelenggara, ini jelas menjadi tugas maha berat. Apalagi, dari data yang dirilis KPU, terdapat 17 provinsi dan 156 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada secara serentak pada 2018. Dengan total 17 provinsi, artinya separuh dari jumlah provinsi di Indonesia akan melaksanakan tahapan Pilkada 2018, yang disaat bersamaan juga melaksanakan tahapan Pemilu 2019.

Ini jelas tidak mudah, khususnya bagi penyelenggara pemilu. Oleh sebab itu, tugas yang sangat berat dan rumit ini mesti disimulasikan. Segala tantangan dan hambatan yang mungkin muncul mesti diperhitungkan, dan tentu dicarikan jalan keluar agar tidak mengganggu tahapan pemilu. Simulasi terhadap pelaksanaan tugas ini, tentu saja baru bisa dilaksanakan ketika RUU Pemilu mulai dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Oleh sebab itu, segera membahas RUU Pemilu adalah langkah yang mesti segera diambil oleh Pemerintah dan DPR.

Selain masih adanya tahapan Pilkada 2017 dan 2018, Pemerintah dan DPR juga mesti memberikan perhatian serius terhadap proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu. Masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu perode 2012-2017 akan berakhir pada April 2017. Artinya, proses seleksi untuk anggota yang baru mesti dilaksanakan mulai Bulan Oktober atau November 2016. Langsung atau tidak, proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu ini jelas akan membatasi ruang gerak Pemerintah dan DPR untuk fokus dalam membahas RUU Pemilu.

Keseriusan Pemerintah

Untuk menjawab beberapa tantangan diatas, Pemerintah mesti segera menyelesaikan draf RUU Pemilu dan kemudian menyerahkan kepada DPR. Karena hanya dengan cara itu RUU Pemilu dapat segera dibahas dan dirampungkan. Presiden Jokowi jelas punya komitmen yang kuat terhadap pembangunan system politik dan demokrasi Indonesia. Hal tersebut tertuang di dalam poin kedua nawacita Presiden Jokowi yang mengatakan pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintah yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi system kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.

Komitmen presiden ini bisa segera dilaksanakan dengan merampungkan RUU Pemilu untuk mencapai reformasi system kepartaian dan pemilu, sehingga konsolidasi demokrasi Indonesia pada Pemilu 2019 dapat terselenggara dengan baik. Presiden Jokowi mesti belajar dari persiapan RUU Pemilu 2009.

Regulasi utama Pemilu Legislatif 2009 yang baru selesai hanya 13 bulan sebelum hari pemungutan suara, membuat waktu untuk mensimulasikan dan mempersiapkan penyelenggaraan pemilu menjadi sangat sempit. Dampaknya, banyak regulasi pemilu yang berubah ditengah tahapan, serta beberapa pelaksanaan yang menuai banyak hambatan. Kita tentu sangat berharap, bahwa draf RUU Pemilu segera dirampungkan pemerintah, dan pembahasan dengan DPR dapat dimulai. Sekali lagi, UU Pemilu 2019 akan menjadi fondasi utama dalam membangun system kepemiluan dan demokrasi Indonesia kedepan. []

FADLI RAMADHANIL

Peneliti Hukum Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)