Pasal 383 ayat (2) yang memuat norma penghitungan suara harus selesai pada hari yang sama dengan hari pemungutan suara merupakan salah satu pasal yang digugat oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Hadar Nafis Gumay, Feri Amsari, dan empat pemohon lain dalam Perkara No.20/2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal ini digugat demi memberikan landasan hukum bagi penghitungan suara Pemilu 2019 yang berpotensi melewati pukul 24.00 hari pemungutan suara.
Senin (25/3), MK memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memberikan keterangan. Pada sidang pleno tersebut, Ketua KPU RI, Arief Budiman menyampaikan pihaknya memang membutuhkan kelonggaran waktu dalam proses penghitungan suara. Berhitung dari pengalaman Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014, banyak Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang baru dapat menyelesaikan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada pagi hari keesokan hari dari pemungutan suara.
“Pengalaman kami dari pemilu kepemilu, fakta menunjukkan bahwa banyak TPS yang tidak selesai pukul 24.00. Dari laporan yang masuk ke kami, tidak pernah melampaui satu hari setelah penghitungan suara. Jadi, subuh, jam 7 paling lambat sudah selesai,” kata Arief.
Arief kemudian menjelaskan, dari simulasi yang dilakukan sebanyak tiga kali oleh KPU RI, penghitungan suara dan pencatatan hasil penghitungan suara ke dalam C1 plano berhologram dapat diselesaikan pada pukul 24.00. Namun, petugas masih membutuhkan waktu untuk mencatat hasil penghitungan suara ke dalam salinan C1 untuk diberikan kepada pengawas dan saksi peserta pemilu. Oleh karena itu, KPU masih tetap membutuhkan kelonggaran waktu.
“Dari simulasi, jika penghitungan suara dihitung sejak selesainya pencatatan C1 plano, itu cukup. Namun, tentu saja itu baru sebatas simulasi yang besar kemungkinannya berbeda dengan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang sebenarnya. Maka dalam hal ini, KPU memandang tetap perlu kelonggaran waktu agar penghitungan suara selesai yang tidak hanya selesai di hari yang sama dengan pemungutan suara,” terang Arief.
Meski dapat tidak selesai pada pukul 24.00 hari pemungutan suara, namun Arief mengatakan tak perlu ada jeda selama proses penghitungan. Jika terdapat jeda, potensi kecurangan dapat terjadi sebab TPS tidak didesain sebagai tempat penyimpanan dokumen.
“Kalau dikasih jeda, justru akan jauh beresiko. Misal malam istirahat dilanjut besok pagi. TPS tidak didesian sebagai tempat untuk menyimpan dokumen. TPS didirikan, dokumen datang, dilakukan pemungutan suara, lalu dokumen dibawa ke tempat penyimpanan,” kata Arief.
Terkait pasal ini, Ketua Bawaslu RI, Abhan berpendapat, bahwa maksud penghitungan suara mesti selesai pada hari yang sama adalah bahwa penghitungan suara selesai dicatat pada form C1 plano di hari yang sama dengan pemungutan suara. Oleh karena itu, Abhan meminta KPU membuat metode agar penghitungan suara selesai pada hari yang sama dengan pemungutan suara agar tidak terjadi pelanggaran administrasi pemilu.
“Ketentuan ini mengandung potensi kendala teknis batas waktu yang bisa berijung pada pelanggaran administrasi pemilu, dan membuka ruang tafsir apakah kalau penghitungan suara belum selesai pukul 24.00, bisa tetap dilanjutkan. Oleh karena itu, KPU harus membuat metode penghitungan suara agar selesai pada hari yang sama dengan pemungutan suara,” tandas Abhan.
Adapun mengenai pencatatan hasil di form salinan C1, Abhan menilai memang tak akan mungkin selesai dilakukan dalam batas waktu pukul 24.00. Oleh karena itu, MK semestinya menafsirkan Pasal 390 yang menyatakan bahwa salanan Form C1 mesti diberikan kepada pengawas pemilu dan saksi peserta pemilu pada hari yang sama dengan pemungutan suara. Namun sayangnya, pasal ini tak ikut digugat.
“Persoalannya kan saat C1 plano ini disalin, ini yang tidak mungkin selesai pada hari yang sama. Maka, yang 390 itulah yang harus ada penafsiran dari Yang Mulia. Masalahnya ,ini gak masuk di uji materi. Jadi, yang C1 plano itu harus selesai jam 12 malam, tapi yang salinan yang diberikan ke saksi, itu mesti ditafsirkan boleh lewat dari jam 12 malam,” jelas Abhan.
Pemohon Perkara No.20/2019 berharap MK menyapu bersih pasal-pasal yang memuat frasa hari yang sama. Putusan MK diharapkan mampu menjawab kebutuhan Pemilu 2019.
“Kami berharap MK menyapu bersih dan memberikan penafsiran yang jelas soal itu,” ucap Hadar.