August 8, 2024

6 Isu Terkait DPT Dikemukakan BPN

Dua saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Shalahuddin Uno memberikan keterangan mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dari keterangan tersebut, diungkapkan enam isu.

KTP palsu

Saksi pertama BPN, Agus Muhammad Maksum menyebutkan adanya lebih dari 1 juta Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang dijadikan sebagai identitas pemilih di dalam DPT. Disebut palsu oleh saksi karena kode kabupaten yang terdapat di dalam Nomor Induk Kependudukan (NIK) pemilih palsu atau tidak dimungkinkan secara aturan administrasi kependudukan.

“Kami tanya apakah ada kode 10, 20, dan 60 di dalam NIK. Tanggapan Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil), gak usah dimasukkan ke sistem, itu palsu. Tapi Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih) tidak me-reject. Data itu tetap ada di situ,” ungkap Maksum pada sidang mendengarkan keterangan saksi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat (19/6).

Terhadap pemilih dengan KTP palsu, Maksum dan timnya tak melakukan verifikasi lapangan. Alasannya, Maksum meyakini data pemilih dengan NIK tak sesuai ketentuan administrasi kependudukan tak ada orangnya.

“Kami yakin ini tidak ada orangnya karena KTP-nya palsu, makanya kami tanya ke Dukcapil,” tukas Maksum.

Kartu Keluarga mencurigakan

Maksum juga memberikan keterangan mengenai adanya Kartu Keluarga (KK) mencurigakan alias manipulatif dalam istilah yang digunakan oleh Maksum. Indikasi KK manipulatif yakni, dalam satu nomor KK terdapat lebih dari seribu orang. Kasus seperti ini terjadi sebanyak 117.333 KK di empat kabupaten.

“Jadi, nomer KK tidak valid. Seharusnya, satu KK satu alamat. Walaupun misal jumlahnya banyak, tapi harusnya satu alamat. Kami melaporkan untuk empat kabupaten saja. Di luar itu, kami tidak menganalisanya,” ujar Maksum.

Terhadap kasus KK mencurigakan, Tim Maksum telah melaporkan kepada KPU. Namun, karena tak puas dengan jawaban KPU yang menerangkan bahwa nomor KK mencurigakan disebabkan oleh kesalahan input, Tim melakukan pengecekan ke salah satu daerah di Kota Bogor. Hasil dari pengecekan itu, Tim menemukan nama empat pemilih tak dikenal oleh Ketua Rukun Tetangga terkait. Empat pemilih ini tak ditemukan di seluruh kampung di daerah tersebut.

“Kami sodorkan 9 nama yang ada di RT beliau. Dia dapatkan hanya empat nama yang dia kenal. Lalu kami keliling kampung untuk menemukan yang lima tidak dikenal ini, tidak ada orangnya,” ucap Maksum.

DPT dibawah umur

Data yang dihimpun oleh saksi BPN kedua, Idham Amirudin, menunjukkan adanya pemilih dibawah umur, yakni berumur 1 tahun, 2 tahun, dan 6 tahun, yang masuk di dalam DPT. Idham mencurigai penghapusan kolom sttaus perkawinan dan usia pemilih dalam data DPT yang diterimanya dari BPN.

“Status perkawinan penting agar mengetahui kapan DPT ini dibikin. Dulu ada, sekarang tidak ada lagi,” tukas Idham.

NIK tak sesuai peraturan perundang-undangan

Idham menerangkan isu kode kecamatan siluman di dalam NIK pemilih. Dalam penjabarannya, Idham mencontohkan Bogor. Bogor yang terdiri atas 40 kecamatan, tak mungkin ada kode kecamatan dalam NIK pemilih di Bogor yang melebihi kode 40.

Selain kode kecamatan yang tak sesuai dengan aturan, keanehan pada NIK terlihat dari kode laki-laki dan perempuan. Pun, ada ketidakcocokkan kode tanggal dan bulan lahir pemilih.

Undang-Undang (UU) No.23/2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur, kode jenis kelamin bagi penduduk perempuan adalah tanggal lahir ditambah 40. Sementara laki-laki, tak ditambah 40. Jumlah kasus NIK mencurigakan, menurut Idham, mencapai 10.901.715. Sebaran tertinggi terjadi di Kabupaten Bogor, dengan 437.251 kasus.

“Jumlah NIK rekayasa 10.901.715. Untuk NIK rekayasa, yang tertinggi di Bogor. Jumlahnya 437.251,” kata Idham.

Pemilih ganda

Idham menemukan 2.155.905 data pemilih ganda di dalam DPT Hasil Perbaikan (DPTHP) 2. Variabel yang digunakan yakni, mencocokkan nama pemilih, tanggal lahir, dan tempat lahir yang sama.

“Tiga suku nama yang bersamaan, tanggal lahir dan tempat yang sama, sangat meyakinkan adanya data ganda. Bisa juga orang yang sama, kalau alamatnya bersesuaian dengan nama yang sama, itu ganda,” tandas Idham.

Atas temuan permasalahan DPT tersebut, pun adanya dugaan 17,5 juta data pemilih invalid (Baca: http://rumahpemilu.org/175-juta-data-pemilih-invalid-menurut-saksi-bpn-prabowo-sandi/), BPN masih menolak DPT terakhir. BPN menerima alasan adanya penduduk yang memiliki tanggal lahir sama, namun mencurigai jumlahnya. Terlebih, data pemilih 17,5 juta memiliki kode khusus yang menurut BPN, dapat dipanggil sewaktu-waktu untuk suatu perintah tertentu.

“Hasil DPT terakhir masih kami tolak. Kami menerima alasan kalau ada orang dengan tanggal lahir yang sama dari Dukcapil. Tapi, tidak terima angkanya,” tegas Maksum.

Saksi BPN lainnya, Tri Susanti, relawan Prabowo-Sandi di Surabaya menerangkan adanya DPT bermasalah di 9 Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kelurahan Kalisari, Kecamatan Muyorejo. Tri sendiri mendapatkan lima nama pemilih di rumahnya, padahal lima nama tersebut tak ada.

“Ada DPT fiktif di rumah saya. Maksudnya, ada 5 nama di rumah saya. Padahal, orangnya tidak ada. Saya tahu itu di Sabtu, 13 April, di komplek perumahan saya, ada 9 TPS. Mereka baru menerima DPT. Jadi, malam hari itu, KPPS mulai ribut karena setelah dicek, rata-rata 50 persen daru DPT tersebut salah. Itu DPT di tingkat TPS, di 9 TPS itu,” terang Tri.

Tri juga menyebutkan adanya C6 ganda, dimana satu pemilih mendapatkan dua undangan C6 dari dua TPS berbeda. Tri menyaksikan satu kasus dari total 200 C6 ganda di 9 TPS dimaksud. Adapun Tri tak mengetahui apakah form C6 ganda digunakan atau tidak.

“Setelah kita cocokkan, dari 9 TPS tersebut, kami menemukan 200 C6 ganda. Maksudnya, satu orang mendapat undangan dua. Nah, di saat KPPS dari dua TPS papasan saat memberikan C6 kepada pemilih, akhirnya yang satu mundur. Tapi saya tidak tahu apakah C6 yang satunya itu digunakan atau tidak,” jelas Tri.