September 13, 2024

Aspirasi Partai Politik Lokal Papua Diuji di MK

Mahkamah Konstitusi, Senin (9/9/2019), akan memeriksa uji materi atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang diajukan pimpinan partai lokal Papua. Uji materi dilakukan karena pemohon menilai aspirasi mereka untuk mendirikan partai lokal Papua terkendala dengan UU Otonomi Khusus yang tidak secara jelas mengatur pendirian partai lokal, sedangkan yang diatur hanyalah pendirian partai politik.

Uji materi itu diajukan Krisman Dedi Awi Janui Fonataba dan Darius Nawipa. Masing-masing adalah Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Papua Bersatu yang didirikan tahun 2014. Pemohon diwakili oleh kuasa hukum Hambel Rumbiak.

Juru Bicara MK yang juga Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan, pemeriksaan uji materi atas UU Otsus akan diperlakukan sama dengan uji materi atas undang-undang lain kendati Papua saat ini dalam sorotan.

”Para pemohon tetap diberi kesempatan menyampaikan permohonannya dalam sidang dan mekanisme hukum acara akan berjalan sebagaimana layaknya,” ujar Palguna.

Ia menambahkan, nanti akan ada kesempatan perbaikan permohonan dan dilanjutkan dengan tahapan berikutnya sebagaimana uji materi undang-undang yang lain. Kendati Papua sedang dalam sorotan, lanjutnya, hakim tentu tidak boleh memiliki prasangka sebelum memeriksa perkara itu.

Dalam permohonannya, pemohon menyoal Pasal 28 Ayat (1) UU Otsus Papua, yang berbunyi, ”Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik”. Frasa ”partai politik” dalam pasal itu dinilai menghalangi hak konstitusional orang Papua mendirikan partai politik lokal karena tidak secara jelas menerangkan partai politik yang dimaksud itu bersifat lokal atau terbatas hanya di wilayah Papua. Kondisi itu membuat kedua pemohon tidak dapat menyertakan Partai Papua Bersatu dalam pemilu legislatif ataupun pemilihan kepala daerah (pilkada).

Dalam dokumen permohonannya yang tercatat di MK, pemohon antara lain mendapatkan jawaban dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), bahwasanya pendirian parpol lokal di Papua tidak bisa dilakukan karena UU Otsus tidak secara spesifik menyebutkan parpol lokal, tetapi hanya partai politik.

Oleh karena itu, pemohon meminta kepada MK untuk menafsirkan ulang frasa ”partai politik” itu sebagai parpol lokal di Papua sehingga landasan hukum pendirian partai lokal menjadi jelas.

Pendiri sekaligus peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, Minggu, di Jakarta, mengatakan, aspirasi itu wajar saja muncul dan boleh saja diajukan ke MK untuk mendapatkan kejelasan mengenai bisa tidaknya parpol lokal didirikan di Papua. Hal itu dengan pula menimbang aspirasi politik lokal orang Papua yang selama ini merasa didiskriminasi atau dibedakan dengan daerah lain.

”Namun, apakah ada kesempatan pendirian partai lokal menurut konstitusi, itu menjadi kewenangan MK untuk menilai. Sebab, jika dibandingkan dengan daerah lain, seperti Aceh, yang juga diatur dengan keistimewaan tersendiri, pendirian partai lokal di Aceh dimungkinkan. Apakah hal serupa bisa dilakukan di Papua, itu menjadi domain MK untuk memeriksanya dengan konstitusi,” tutur Hadar.

Aspirasi pembentukan partai politik lokal pun, menurut Hadar, harus diukur dengan batasan yang tidak membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aspirasi pembentukan partai politik lokal pun harus diukur dengan batasan yang tidak membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, setiap pihak saat ini mesti berhati-hati dalam menangani persoalan Papua, termasuk dengan adanya aspirasi pendirian parpol yang diajukan ke MK. Sebab, dalam kondisi seperti saat ini, isu mengenai Papua sangat sensitif. Pengajuan ke MK itu pun dalam konteks hukum merupakan hal yang wajar dan merupakan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara.

”Jika dipandang dalam upaya optimalisasi otonomi khusus, aspirasi pendirian partai politik lokal ini wajar saja diperjuangkan. Sebab, untuk tahu hal itu mungkin ataukah tidak dilakukan, itu sepenuhnya bergantung pada argumentasi yang dibangun pemohon dan putusan MK nantinya,” kata Aditya. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2019/09/09/aspirasi-partai-lokal-papua-muncul/