August 8, 2024

Perludem: Pengganti Wahyu Setiawan Mesti Segera Ditetapkan

Di dalam Undang-Undang (UU) Pemilu No.7/2017, yakni pada Pasal 10, diatur bahwa anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak tujuh orang. Namun, jumlah anggota KPU saat ini, setelah Wahyu Setiawan diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas kasus penerimaan suap oleh calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Harun Masiku, hanya terdiri atas enam orang. Belum ada pengganti Wahyu yang ditetapkan, meski mekanisme penggantian telah diatur di dalam UU Pemilu.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyayangkan lamanya proses penetapan pengganti Wahyu. Padahal, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di 270 daerah termasuk Makassar, tengah memasuki tahap pencalonan yang rentan terjadi pelanggaran pemilu, salah satunya mahar politik. Pun, KPU membutuhkan pengganti segera agar dapat bekerja optimal melakukan penataan organisasi, menyusun kebijakan sebagai hasil evaluasi Pemilu Serentak 2019, dan memulihkan kepercayaan masyarakat.

“Prosedurnya semestinya mudah. Karena, ketika proses pemilihan di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), voting, itu kan proses yang terbuka. Semua tahu siapa yang peringkat 1,2,3,4,5,6,7. Nah, ketika DKPP memberhentikan Wahyu, putusan itu sampai pada presiden, presiden bisa segera menyurati DPR, dan DPR bisa rapat. Harusnya tidak selama ini,” kata Titi pada Bincang Perludem, Selasa (11/2).

Berdasarkan hasil voting fit and proper test di Komisi II DPR RI tahun 2017, peringkat satu calon anggota KPU RI yakni Wahyu Setiawan dan Pramono Ubaid Tanthowi dengan 55 suara dari anggota Komisi II. Peringkat 2, 54 suara, yaitu Hasyim Asyarie dan Ilham Saputra. Peringkat 3, 52 suara, Viryan Azis. Peringkat empat, 48 suara, Evi Novida Ginting. Peringkat lima, 30 suara, Arief Budiman. Peringkat enam, 21 suara, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Peringkat tujuh, 6 suara, Yesi Momongan. Peringkat delapan, 4 suara, Sigit Pamungkas.

Dengan demikian, mengacu pada Pasal 37 ayat (4) UU Pemilu No.7/2017, Wahyu akan digantikan oleh calon anggota KPU yang berada pada urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh DPR, yakni I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

Mengajak melihat pembagian kerja di KPU, Titi menerangkan bahwa tiap anggota KPU memegang posisi ketua divisi. Terdapat enam divisi berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) No.8/2019, yakni Divisi Perencanaan dan Logistik; Divisi Keuangan, Umum, dan Rumah Tangga; Divisi Sosialiasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat; Divisi Data dan Informasi; Divisi Teknis Penyelenggaraan, Sumber Daya Manusia, Penelitian, dan Pengembangan; dan Divisi Hukum dan Pengawasan. Tanpa adanya anggota baru segera, beban anggota KPU akan bertambah, dan hal ini dinilai bmengurangi optimalisasi kinerja kelembagaan yang seharusnya.

“Jadi, selain agar patur pada UU, anggota KPU mestinya tujuh, penggantian ini berkaitan dengan performa dan optimalisasi kinerja lembaga KPU. Memang bisa saja anggota KPU lain mengerjakan tugas yang semula jadi tugas Wahyu, tapi kan ada beban yang harus ditanggung.  Setiap divisi itu ada ketua dan wakil ketua. Bayangkan kalau distribusi kerja yang sudah baik ini, ada satu divisi yang aktor utamanya tidak ada,” ujar Titi.

Menurutnya, pasca tertangkapnya Wahyu Setiawan, KPU menghadapi beban berat untuk memulihkan kepercayaan publik. Jika pada Pemilu Serentak 2019 dengan hanya adanya dua calon presiden membuat KPU menjadi institusi yang kian dikaitkan dalam arus polarisasi politik, kini beban itu bertambah. Momen Pilkada Serentak 2020 dapat dimanfaatkan oleh KPU untuk memulihkan kepercayaan publik dengan menunjukkan kinerja yang optimal dan mampu menjaga integritas pemilu dan lembaga.

“Pilkada 2020 sessunggunghnya bisa menjadi katalisator yang kalau dioptimalkan dengan baik oleh KPU, dengan memperbaiki kinerja, menjukkan komitmen yang lebih kongkrit dalam menjaga integritas pemilu, justru situasi kelabu ini akan lebih bisa dipulihkan. Ada indikator terukur untuk menilai kesungguhan KPU dalam membentengi diri dari praktik-praktik koruptif,” tutup Titi.

Selain Wahyu, anggota merangkap ketua DKPP, Hardjono, belum juga diusulkan oleh Presiden Joko Widodo. Hardjono telah mengundurkan diri sebagai Ketua DKPP karena ditunjuk oleh Presiden untuk jabatan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).