Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang mengajukan satu model pemilu serentak. Melalui Putusan No.55/PPU-XVII/2019 MK menolak jika pemilu serentak nasional dan daerah menjadi satu-satunya model pemilu serentak. MK merekomendasikan 6 model pemilu serentak, salah satunya adalah model yang diajukan Perludem.
“Permohonan kami ditolak tapi kami bahagia,” kata direktur eksekutif Perludem, Titi Anggraini dalam konferensi pers di Jakarta Pusat (27/2).
Isi Permohonan Perludem adalah agar MK menafsirkan pemilu serentak yang konstitusional adalah:
“pemilu serentak nasional untuk memiilh presiden, DPR, dan DPD, lalu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak lokal, untuk memilih DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota, serentak dengan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.”
Sedangkan isi Putusan MK adalah rekomendasi 6 model pemilu serentak. Model nomor 4 yang direkomendasikan MK adalah model yang dimohonkan oleh Perludem, yaitu:
“Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota. Model keserentakan ini merupakan Permohonan Perludem.”
Hal lain yang membuat Perludem bahagia adalah dua benang merah dari 6 model pemilu serentak rekomendasi MK. Pertama, MK mengakhiri dikotomi rezim pemilu dan rezim pemerintahan daerah sehingga pilkada juga merupakan pemilu. Kedua, MK menekankan bahwa apapun model keserentakan pemilu yang tak boleh dipisahkan adalah pemilu presiden, pemilu DPR, dan pemilu DPD.
“Ya. Permohonan kita memang ditolak. Tapi, kita happy happy aja,” kata Deputi Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati. []