August 8, 2024

SPD: Mesti Menahan Diri untuk Perpu Penundaan Pilkada

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Mellaz, mengatakan bahwa pihaknya tak setuju jika peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 memuat banyak aturan. Perpu penundaan Pilkada merupakan peraturan khusus mengatur Pilkada yang ditunda. Masyarakat sipil diharapkan menahan diri.

“Para ahli sepakat bahwa selalu ada potensi otoritarianisme di berbagai sistem keserentakkan. Biasanya itu diambil dalam bentuk perpu atau dekrit. Nah, sudah ada banyak literasi yang menyebutkan sampai mana dekrit bisa dikeluarkan. Soal yang sekarang, bukannya tidak bisa dilakukan melalui perpu, tapi perpu yang sekarang ini khusus peruntukannya. Jadi, agak tahan diri lah untuk urusan perpu ini,” jelas August pada webdiskusi “Perpu Pilkada: Skema Penundaan Pilkada 2020” (2/4).

Hal tersebut dilontarkan August untuk menanggapi Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif yang hendak memanfaatkan momentum perpu untuk memuat sejumlah aturan yang tak terkandung di dalam Undang-Undang (UU) Pilkada. Dua diantaranya agar perpu memasukkan mandatori kepada Komisi Pemilhan Umum (KPU) untuk penggunaan rekapitulasi elektronik dan mengatur desain keserentakkan pemilu serentak nasional-lokal. (Baca: https://rumahpemilu.org/kode-inisiatif-usul-5-hal-dimasukkan-ke-dalam-perpu-penundaan-pilkada/)

Dalam pandangan August, penentuan desain sistem keserentakkan pemilu tak bisa diambil dalam waktu singkat. Perlu cukup waktu untuk membahas dan mensimulasikan tak hanya model pemilu serentak yang telah disebutkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Sedangkan skema sistem, keserentakkan, itu butuh banyak waktu untuk tidak hanya sekadar membahas alternatif-alternatif yang dibahas oleh MK, tapi yang belum banyak tersebar secara merata,” ujar August.