August 8, 2024

Tantangan Pilkada 2020 dalam Pandemi Covid 19

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 telah ditunda melalui Perppu No 2 Tahun 2020. Pemungutan suara ditetapkan akan digelar pada Desember 2020. Penyelenggara Pemilu diharapkan segera menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan dan perbaikan terhadap  peraturan dan aturan dalam pelaksanaan dan pengawasan Pilkada 2020. Mau tidak mau, suka atau tidak suka penyelenggara pemilu dalam melaksanakan Pilkada 2020 menghadapi beberapa tantangan yang tidak mudah. Beberapa aspek bahkan bertantangan amat sulit, seperti regulasi pemilu (PKPU dan Perbawaslu) yang butuh kecepatan perbaikan dan penyesuaiannya.

Karena tahapan akan segera dimulai Juni 2020, dibutuhkan segera manajemen/tata kelola pemilu yang adaptif dan transformatif. Dukungan dana perlu dipastikan seperti yang tertuang dalam NPHD pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Serta tak kalah pentingnya para stakeholder pemilu (pemantau, pemilih pemula, para milenial, dan ormas) dalam memberikan dukungan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 diperhadapkan dengan kondisi masa Pandemi Covid 19. Maka perlu ditelaah beberapa tantangan pelaksanaan pilkada 2020 yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu dalan kondisi pademi Covid 19.

Adaptasi regulasi Pilkada

Regulasi Pilkada 2020  berdasarkan pada Perppu 2/2020 masih berpotensi ditemukan  permasalahan. Pertama, pada persoalan siapa yang dapat memberikan akreditasi lembaga pemantau? Dalam UU 10/2016 yang diubah Perppu 2/2020 Pasal 123 ayat (3) huruf c menentukan bahwa KPU sebagai lembaga yang berwenang memberikan tanda daftar dan sertifikasi sebagai pemantau. Di sisi lain, menurut Pasal 436 ayat (1) huruf c UU Pemilu justru Bawaslu-lah yang berwenang memberikan tanda daftar dan sertifikasi sebagai pemantau. Oleh karena itu, lembaga pemantau dalam Pilkada harus diverifikasi oleh KPU.

Kedua, definisi kampanye. Dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu menjabarkan definisi kampanye lebih detail dengan menyebut unsur-unsurnya. Kampanye meliputi kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk peserta pemilu dengan tujuan meyakinkan pemilih dan menawarkan visi, misi, program, dan atau citra diri peserta pemilu.

Sedangkan definisi kampanye Pilkada berdasarkan Perppu Pilkada 2/2020 pada Pasal 1 angka 21, menekankan pada kampanye adalah kegiatan yang meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.

Jadi yang perlu digaris bawahi adalah, dalam Pilkada jika mengacu ketentuan, yang ditawarkan sebatas visi, misi, dan program calon saja. Tidak termasuk citra diri.

Ketiga, belum persoalan penegakan hukum pemilu. Ini juga berkait dengan sengketa pemilu dan metode pengawasan Pilkada pada masa atau pascapandemi Covid 19.

Perbaikan manajemen Pilkada

Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu telah memiliki pengalaman menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah selama satu dekade. Penyelenggaraan pemilihan di seluruh wilayah Indonesia dengan segala dinamika dan kompleksitasnya menjadi pengetahuan dan pengalaman berharga untuk menata pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang lebih profesional dan berintegritas.

Belum ada pihak yang bisa memastikan kapan selesainya pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional nonalam. Tetapi manajemen Pilkada 2020 dalam pandemic Covid-19 harus dipastikan.

Pertama, aspek tata kelola manajemen pilkada. Hal ini perlu dilakukan penyesuaian pada pelaksanaan yang tertuang pada PKPU maupun pengawasan dalam Perbawaslu.

Memang, pengalaman penulis dalam situasi menyelenggarakan pilkada di masa normal beban penyelenggara dan kompleksitas permasalahan cukup berat. Apalagi dengan situasi menghadapi masa pandemi Covid-19 yang serba terbatas pergerakannya dan beresiko penyebaran tinggi.

Ada tahapan-tahapan yang beresiko jadi media penyebaran tinggi. Contohnya, pemutakhiran data pemilih dengan metode coklit seperti sensus tatap muka, tahapan pencalonan seperti verifikasi faktual calon perseorangan, kampanye terbuka dengan pengumpulan massa, pengadaan logistik dari produksi dan pelipatan surat suara serta kotak suara maupun pengadaan barang dan jasa pemilu. Perlu dipikirkan solusi seperti kampanye virtual, coklit online, dan verifikasi faktual calon perseorangan melalui media daring dan sebagainya.

Kedua, aspek dukungan pemerintah dan dana yang sudah tersedia melalui NPHD 2020. Harus diingatkan kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu agar penggunaan dana hibah untuk Pilkada serentak Tahun 2020 yang tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dapat  dimanfaatkan sesuai peruntukannya agar tidak menimbulkan potensi pelanggaran.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) minta pemerintah daerah dan penyelenggara untuk memedomi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 44 Tahun 2015 dan Permendagri Nomor 51 Tahun 2015 dalam pengelolaan hibah pemilihan kepala daerah (pilkada). Mendagri, Tito Karnavian meminta pemerintah daerah tidak mengalihkan pendanaan hibah Pilkada 2020 untuk kegiatan lainnya. Artinya Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang telah menganggarkan pendanaan hibah kegiatan pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota pada APBD TA 2020 tidak mengalihkan pendanaan hibahnya untuk kegiatan Iainnya, seperti tertuang dalam surat nomor 270/2931/SJ tertanggal 21 April 2020 kepada kepala daerah di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020.

Pendanaan hibah pilkada pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2020, tetap dianggarkan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Dengan demikian  pemerintah daerah harus memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Pilkada 2020 walaupun pemerintah saat ini juga sedang melakukan konsentrasi semua sumber daya dialokasikan untuk menangani penanganan pandemi Covid-19.  Dukungan pemerintah dengan  memastikan ketersediaan dana pilkada dengan kondisi ekonomi sangat sulit tahun ini karena masih pemulihan ekonomi patut kita dukung bersama.

Keterlibatan entitas stakeholder Pemilu

Suksesnya pelaksanaan Pilkada tidak luput dari peran para tokoh agama, tokoh adat, organisasi masyarakat, dan stakeholders lainnya. Atas pentingnya peran mereka maka penyelenggara pemilu perlu mempererat hubungan kerjasama dalam menyongsong akan dilaksanakannya Pilkada Serentak 2020 apalagi ada tahapan yang masih dalam masa pandemi Covid-19

Dalam rangka mengawal dan mengawasi proses Pilkada 2020 dalam masa pademi Covid 19, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) tidak sanggup jika harus berdiri sendiri. Oleh karenanya kerjasama, partisipasi, serta koordinasi dan sinergitas dari para tokoh agama, adat, organisasi masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan.

Tahapan yang terhenti dan akan dimulai kembali pada Juni atau Juli, sementara saat itu kondisi pandemi Covid -19 masih ada maka dibutuhkan dukungan stakeholder pemilu untuk membantu  pelaksanaan Pilkada 2020 dengan memberikan keyakinan kepada masyarakat untuk tetap menerapkan protokol Covid-19 dalam mengikuti setiap tahapan Pilkada 2020. Beberapa hal yang perlu jadi pertimbangan salah satunya social distancing dan psyhical distancing termasuk di seluruh rangkaian tahapan Pilkada 2020.

Pertimbangan terakhir bagi penyelenggara pemilu dalam menjalankan setiap tahapan pilkada yang akan melibatkan interaksi tatap muka banyak orang dengan penyelenggara pemilu seperti halnya verifikasi faktual calon perseorangan, coklit dalam pemutakhiran pemilu, kampanye dan pungut hitung di TPS. Setidaknya  dapat dipertimbangkan mekanisme pelaksanaannya bisa digantikan dengan metode dan dimensi virtual.

Dengan demikian, penyelenggaraan Pilkada 2020 yang memiliki dinamikanya dapat dilaksanakan secara bersama-sama pemerintah dan stakeholder pemilu dengan menjaga keselamatan baik penyelenggara, peserta pilkada maupun masyarakat. []

JOHNNY ALEXANDER

Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (Ja-DI) Sulawesi Utara
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara 2012-2017