September 13, 2024

E-Rekap Tak Direkomendasikan Untuk Pilkada Serentak 2020

Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, dan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini tak merekomendasikan rekapitulasi elektronik atau e-rekap diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pilot project di satu atau dua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.  Berbagai persiapan, seperti landasan hukum, sistem dan aplikasi e-rekap, penerimaan masyarakat, belum memungkinkan. Terlebih, anggaran untuk penerapan e-rekap dipotong oleh Pemerintah. (Baca: https://rumahpemilu.org/viryan-azis-penjelasan-soal-sirekap-di-pilkada-2020/)

“Saya melihat, kok lebih realistis kalau ditetapkan segera bahwa e-rekap ini lebih merupakan alat bantu saja untuk Pilkada ini. Karena tadi, landasannya belum cukup kuat. Jangan-jangan nanti kita berhadapan dengan undang-undang yang harus diubah sementara DPR dan Pemerintah tidak bisa cepat, dan sistemnya juga masih belum tuntas,” kata Hadar pada diskusi “E-Rekap dalam Pilkada, Siapkah?”, Sabtu (11/7).

Titi menekankan bahwa instrumen hukum pelaksanaan e-rekap tak cukup diatur di dalam Peraturan KPU (PKPU) atau Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu). Mekanisme koreksi jika terdapat perbedaan antara hasil penghitungan suara di Form C1 Plano dengan hasil bacaan pindaian dengan teknologi Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR), serta perselisihan hukum harus diatur di undang-undang.

“Itu derajatnya harus di undang-undang karena dia mengikat aktor pemilu yang lain terutama Bawaslu dan peserta pemilu, serta masyarakat yang ingin melaporkan, ingin tahu status laporannya seperti apa,” ujar Titi.

Selain regulasi, waktu untuk persiapan sistem dinilai kurang. Jika e-rekap diterapkan secara resmi di daerah pilot project, maka dalam waktu kurang dari 21 minggu, mesti dilakukan uji coba sistem dan simulasi beberapa kali dengan melibatkan berbagai pihak.

“Waktu kita tidak panjang lagi. Kurang lebih 21 minggu saya hitung. Kita harus pastikan uji coba ini kita lakukan. Karena, kita harus tahu apa yang perlu diperbaiki dari sistem itu,” tutur Hadar.

E-Rekap tetap perlu

Meski tak mendukung penerapan e-rekap yang sistemnya diberi nama Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Pilkada 2020, namun Hadar dan Titi menyatakan e-rekap tetap perlu diterapkan. Di 2020, Sirekap dapat diuji coba. E-rekap meningkatkan transparansi proses rekapitulasi, mempercepat waktu rekapitulasi, dan mendorong partisipasi semua pihak. Dengan e-rekap, hasil penghitungan suara di TPS akan ditampilkan di web KPU. Semua pihak dapat melihat dan mengoreksi jika terdapat keanehan, seperti perbedaan antara hasil bacaan pindaian dengan angka di Form C1 Plano yang diunggah.

“Kalau e-rekap yang mau diterapkan ini, dimana semua orang bisa lihat hasil di TPS dengan segera, dia bisa mencocokkan dengan yang dia lihat tadi. Dia juga bisa protes, loh yang tadi saya lihat itu segini. Atau itu kok penghitungannya gak cocok dengan pemilih yang hadir. Jadi, ruang kontrol dan partisipasi, itu tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan e-rekap ini,” terang Hadar.

Titi juga menyampaikan bahwa uji coba e-rekap telah dilakukan sejak Pemilu 2014. Melalui data hasil penghitungan suara yang diunggah ke dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng), muncul inisiatif masyarakat sipil untuk mengawal hasil pemilu.

“Indonesia sudah punya uji cobanya, yaitu dari 2014, 2015, 2017, dan 2018. Itu bisa disebut sebagai fase uji coba kita,” tukas Titi.

Titi mendorong agar KPU melakukan persiapan e-rekap dengan maksimal. Lima hal perlu digarisbawahi, yakni jangan terburu-buru, lakukan tes, edukasi para pemangku kepentingan, verifikasi sistem, amankan sistem, dan komunikasikan kepada publik.

“Pemilu 2019, harus jadi pembelajaran. Kita tidak boleh kalah cepat dengan pihak-pihak yang mau menyebarkan hoaks atau distorsi terhadap teknologi yang mau kita terapkan,” ucapnya.

Senada dengan Titi, Hadar juga meminta KPU untuk aktif menjelaskan perihal e-rekap yang tengah diupayakan. Informasi mengenai proses pembangunan sistem e-rekap, uji coba, simulasi, dan sistem keamanan siber e-rekap perlu diketahui publik guna membangun kepercayaan terhadap sistem e-rekap.

“KPU harus jelaskan, begini e-rekapnya, begini prosesnya, kami sudah uji coba, kerjasama dengan banyak pihak yang mereka percaya karena sudah bisa membangun sistem. Nah, kalau sudah terbangun kepercayaannya, publik biasanya tidak terlalu sulit untuk menerima,” tutup Hadar.