Pilkada 2020 di tengah wabah belum masuk tahap penetapan pasangan calon tapi informasi orang positif Covid-19 dalam pemangku kepentingan pemilu semakin banyak. Kluster Pilkada Covid-19 dikhawatirkan makin meluas dan lahirkan korban jiwa.
Rumahpemilu.org menemukan sejumlah nama bakal calon dari 60 bacalon positif Covid-19. Di antaranya: Antoni Imam, bakal calon wakil bupati Lampung Selatan; Khairunas, bakal calon bupati Solok Selatan, Sumatera Barat; Suyatno, bakal calon Bupati Rokan Hilir, Riau; Trinda Farhan Satria, calon bupati Agam, Sumatera Barat; Andri Warman, calon bupati Agam, Sumatera Barat; Muhammad Fajri, bakal calon wakil bupati Klaten, Jawa Tengah; dan Kristoforus Loko, calon bupati di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebelumnya, ada dua nama lain yang sempat dilaporkan positif Covid-19. Pertama, Ratu Ati Marliati, Calon Wali Kota Cilegon, Banten. Kedua, Lisa Andriani Lubis, bakal calon wali kota Binjai, Sumatera Utara.
“Bisa jadi ini menjadi episentrum baru dari penyebaran Covid-19. Ini memang dikhawatirkan. Saya melihat lumayan ya, per tanggal 9 September, sudah 203 ribu orang yang positif. Pergerakannya ini cukup meningkat. Saya pikir ini mejadi warning bagi kita semua,” kata Direktur Eksekutif Network for Electoral Integrity (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiyansyah Ferry pada diskusi “Bertaruh Nyawa atau Pilkada” (10/9).
Menurut Ferry, ketidakpatuhan pada protokol Covid-19 jadi sebab. Pelanggaran ini dilakukan pada arak-arakan bakal pasangan calon dan kerumunan. Semuanya dikhawatirkan menjadi episentrum baru penyebaran Covid-19.
Indo Barometer baru-baru ini mengeluarkan kajian berjudul “Pilkada Serentak 2020 dan Potensi Ledakan Bom Atom Kasus Covid 19”. Dari kajian tersebut, Indo Barometer memprediksi dua tahapan Pilkada, yakni masa kampanye yang berlangsung selama 71 hari pada 26 September hingga 5 Desember, dan hari pencoblosan 9 Desember, sebagai dua titik berbahaya penyebran Covid-19.
“Dua tahapan ini berpotensi melahirkan bom atom kasus Covid 19 di Indonesia. Jika bom atom ini meledak, maka dipastikan akan terjadi ledakan nuklir kasus Covid-19 pada akhir 2020. Kapasitas rumah sakit pasti tidak akan cukup,” sebagaimana dikutip dari presentasi Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, yang diterima rumahpemilu.org pada Minggu (13/9) dan telah dikonfirmasi oleh Qodari pada Senin (14/9).
Kajian ini kemudian mengkalkulasikan hitungan matematika penyebaran Covid-19 di Pilkada. Di tahapan kampanye, terdapat 734 bapaslon sebelum perpanjangan tahap pendaftaran. Jumlah ini dikalikan dua karena satu bapaslon terdiri atas satu orang bakal calon kepala daerah dan satu orang bakal calon wakil kepala daerah. Jumlahnya yakni 1.468 bakal calon.
“Setiap kampanye rapat umum atau pertemuan terbatas, dibatasi dilakukan di 10 titik per hari. Masa kampanye adalah 71 hari, maka kampanye pilkada menciptakan: 1.468 calon x 10 titik x 71 hari = 1.042.280 titik penyebaran Covid-19. Jumlah orang yang terlibat dalam 1.042.280 titik kampanye tersebut, jika ikut aturan PKPU maksimal 100 orang/titik adalah 100 orang x 1.042.280 titik = 104.228.000 orang,” tulis Qodari.
Dari jumlah tersebut, mengacu pada positivity rate kasus Covid-19 di Indonesia yang berkisar di angka 19 persen, maka potensi orang tanpa gejala (OTG) yang bergabung dan menjadi agen penularan Covid-19 dalam masa kampanye 71 hari yakni 19.803.320 orang.
Di tahap pemungutan dan penghitungan suara, terdapat potensi titik kerumunan di 305 ribu titik sesuai dengan estimasi jumlah TPS. Di setiap TPS, dengan mengacu pada target partisipasi KPU sebesar 77,5 persen, yakni 106.000.000 pemilih di dalam daftar pemilih x 77,5% = 82.150.000 orang.
“Dengan positivity rate kasus Covid-19 Indonesia 19 persen, maka potensi OTG yang bergabung dan menjadi agen penularan pada hari H adalah: 82.150.000 orang x 19% = 15.608.500 orang.”
Dari hasil kajian tersebut, Indo Barometer merekomendasikan agar Pilkada 9 Desember 2020 ditunda. Syarat-syarat ketat seperti membagikan masker ke seluruh wakyat Indonesia dan merevisi undang-undang untuk menghapus semua bentuk kampanye dengan kerumunan, pengaturan jam kedatangan pemilih, mengatur jaga jarak di luar TPS oleh aparat Polri dan TNI, serta memberikan sanksi yang tegas kepada cakada yang melanggar larangan pengumpulan massa tidak dapat dilakukan karena waktu yang tidak cukup tersedia. []
AMALIA SALABI