“Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Penggalan kalimat pidato presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno itu menggugah hati penulis dalam menyambut hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021. Gugahan ini coba penulis hubungkan dengan peran pemuda dalam menyongsong Pemilu Serentak 2024 mendatang.
Salah satu tugas pencegahan pelanggaran dan sengketa pemilu sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. Perintah undang-undang pemilu ini tentu sangat beralasan sebab kesuksesan pemilu tidak hanya pada tangan penyelenggara pemilu namun semua komponen masyarakat yang terlibat aktif pada seluruh tahapan pemilu. Sejak gong pemilu ditabuh, maka masyarakat idealnya ambil bagian secara langsung.
Pemilu Serentak 2024 dari aspek penyelenggaraan belum dimulai, namun dari aspek kontestasi secara kasat mata sudah terasa hingar bingar pesta demokrasi lima tahunan itu. Beberapa figur nasional mulai mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon presiden, calon gubernur, maupun calon bupati/walikota. Tentu juga ada sejumlah figur yang akan maju dalam pencalonan pemilu legislatif.
Pidato Bung Karno tentang pemuda menambah keharusan Bawaslu dalam melakukan pengawasan partisipatif di tengah kompleksitas Pemilu 2024. Gerakan Pengawas Partisipatif Pemilu bagi lembaga Bawaslu merupakan upaya untuk membangun kesadaran masyarakat tentang kepemiluan dan meningkatkan partisipasi politik dalam semua segmen pemilih. Mengorganisir gerakan pegawas partisipatif dilakukan oleh Bawaslu dengan menyertakan semua pemangku kepentingan, termasuk para pemuda.
Pada prinsipnya, urgensi pengawasan partisipatif yang dilakukan masyarakat berfungsi untuk memperkuat kapasitas dan kualitas pengawasan, baik pilkada maupun pemilu sehingga mendorong perluasan wilayah pengawasan. Dengan peningkatan jumlah penduduk, daerah pemilihan, dan jumlah kursi, seharusnya juga berimbang pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pengawasan. Pengawasan partisipatif yang digaungkan pengawas pemilu bertujuan agar masyarakat tidak hanya berperan pada peningkatan persentase kehadiran saat pencoblosan saja, tetapi lebih mengarah pada pengawalan proses pemilihan sejak tahapan pemilu atau pilkada dimulai.
Banyak hal dalam tahapan pemilu yang amat penting diawasi. Misalkan saja pada tahapan pemutakhiran data pemilih. Pada tahapan ini, pengawas harus memastikan bahwa warga yang memenuhi syarat sebagai pemilih harus terdaftar namanya sebagai pemilih. Lalu ada tahapan pencalonan yang membutuhkan pengawas untuk memastikan kesesuaian profil para calon/caleg yang menjadi peserta pemilu. Belum lagi masa kampanye yang amat membutuhkan pengawasan langsung dari publik terkait materi-materi kampanye dari peserta pemilu. Lalu ada tahapan penentuan bernama pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara yang penting disadari bagi pemuda untuk tidak hanya berpartisipasi memilih tapi juga menjadi pengawas pemilu karena pemilu Indonesia punnya TPS yang amat banyak. Dari semua tahapan, jika ada laporan dari masyarakat umum atau temuan dari pengawasan partisipatif, Bawaslu akan melakukan tindakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Namun, membangun gerakan bersama pengawasan partisipatif dengan kaum muda bukan perkara mudah. Kaum muda secara luas belum banyak yang tertarik dengan isu kepemiluan. Bahkan, kualitas politik yang masih belum baik dan pemerintahan yang belum banyak diisi pemuda, membuat pemuda bersikap apatis.
Tapi, penulis menilai, pemuda yang hidup bersama kemajuan teknologi dan informasi saat ini tentu sesuai dalam menjalankan tugas pengawasan partisipatif. Munculnya berbagai aplikasi dengan serba pola digitalisasi adalah tanda perubahan dan kemajuan yang luar biasa. Penyelenggara pemilu pun terus menambah teknologi sistem informasi digital kepemiluan. Komisi Pemilihan Umum punya Sistem Data Pemilih (Sidalih), Sistem Partai Politik (Sipol), Sistem Dana Kampanye (Sidakam) Sistem Rekapitulasi (Sirekap), Sistem Pengawasan Pemilu (Siwaslu) Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS). Badan Pengawas Pemilu punya aplikasi pemantauan Gowaslu.
Sistem digitalisasi penyelenggaran pemilu tersebut sangat relevan dengan kondisi kaum muda yang mendominasi dunia teknologi dan informasi. Penulis menawarkan beberapa cara untuk lebih mendorong keterlibatan kaum muda agar bisa berpartisipasi dalam Pemilu Serentak 2024. Salah satunya, dengan lebih memanfaatkan teknologi dan informasi secara maksimal dengan membangun jejaring komunitas online untuk melakukan pengawasan partisipatif.
Pada dasarnya, Bawaslu terus melakukan pendidikan politik bagi kaum muda. Ada Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) tingkat dasar yang menyebar di 100 kabupaten/kota pada 2021. Tingkat dasar ini dilanjutkan dengan SKPP tingkat menengah di provinsi. Lalu, usai tingkat menengah, ada SKPP lanjutan di Jakarta. Selain SKPP, pembentukan jaringan pengawasan partisipatif pun terus dilakukan lintas komunitas dan pemangku kepentingan. Semua ini akan menjadi lebih baik jika dikembangkan secara online.
Meningkatnya keterlibatan masyarakat terutama kaum muda dalam mengawal pesta demokrasi lima tahunan Pemilu Serentak 2024 mendatang adalah sebuah harapan besar dalam mendorong partisipasi masyarakat. Sumpah Pemuda mengingatkan kita bahwa para pemuda merupakan subjek yang aktif serta punya peran dan pengaruh amat penting dalam kehidupan berbangsa bernegara. Ini semua perlu dilanjutkan bagi para pemuda dalam Pemilu Serentak 2024 untuk tidak hanya menjadi penonton dalam pesta demokrasi, atau tidak hanya memilih, tetapi turut serta dalam pengawasan partisisipatif. Tentu hal ini bertujuan menciptakan pemilu berkualitas baik yang dijalankan secara Luber dan Jurdil. []
HERYBERTUS HARUN
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT)