August 8, 2024

Peran Timsel KPU Bawaslu untuk Pemilu yang Lebih Berintegritas

Masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang saat ini menjabat akan berakhir. Melalui Keputusan Presiden 8 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo membentuk Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027.

Pembentukan tim seleksi tersebut merupakan langkah konkret sebagaimana yang dikehendaki pada Pasal 22 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu. Dalam menjamin terpilihnya Anggota KPU dan Bawaslu yang sesuai dengan kualifikasi, tentu tidak dapat dilepaskan dengan tim seleksi yang sesuai dengan kualifikasi pula.

Perihal pemilihan dan pembentukan tim seleksi, Pasal 22 ayat (4) UU 7/2017 memberikan beberapa kualifikasi yang wajib dipenuhi. Kualifikasinya adalah memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik, memiliki kredibilitas dan integritas, memahami permasalahan Pemilu, memiliki kemampuan dalam melakukan rekrutmen dan seleksi, dan tidak sedang menjabat sebagai Penyelenggara Pemilu. Berkaitan dengan pembentukan Timsel KPU/Bawaslu, Mahfud MD menegaskan bahwa pemerintah akan menjamin netralitas dan keadilan melalui pemilihan yang dilakukan secara objektif menyangkut kompetensi, kredibilitas dan integritas.

Sebagaimana yang tertuang dalam keputusan tersebut telah ditetapkan 11 orang sebagai tim seleksi yang diketua oleh Juri Ardianto. Namun, hal tersebut menimbulkan pro dan kontra mengingat di samping memiliki rekam jejak sebagai Ketua KPU RI, Juri Ardianto memiliki rekam jejak menjadi anggota tim sukses (Timses) kubu Joko Widodo-Mar’uf Amin dalam pemilu 2019 lalu. Pegiat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi menerangkan bahwa rekam jejak Juri Ardianto selaku anggota timses Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan berdampak terhadap timbulnya respon publik dalam mempermasalahkan dan mempertanyakan independensinya sebagai ketua tim seleksi. Sehingga tidak dapat dimungkiri situasi tersebut akan berpotensi terhadap kehendak publik dalam mendelegitimasi Anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 yang terpilih.

Pada hakikatnya Pemilu dapat dianggap ideal, apabila diselenggarakan oleh penyelenggara yang professional dan berintegritas tinggi. Dengan kata lain, aspek kepimpimpinan, integritas, indepedensi, dan kompetensi kepemiluan harus terpenuhi. (Suranto, Nasrullah, and Lailam 2020, 60). Dalam rangka perekrutan anggota KPU dan Bawaslu dapat dipastikan bahwa proses seleksi terbuka untuk umum, namun tentu saja para calon harus memenuhi segala syarat atau kualifikasi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 21 dan 117 UU 7/2017. Dalam melakukan seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu RI harus melalui berbagai tahapan kegiatan yang telah dikendaki dalam Pasal 23 ayat (3) UU 7/2017.

Kemudian, selain melihat dari segi administrasi dan kompetensi dalam menyeleksi calon Anggota KPU dan Bawaslu, Timsel juga perlu memperhatikan dan menilai integritas, kepribadian yang kuat, jujur dan adil dari masing-masing calon. Hal tersebut dianggap begitu penting demi memanifestasikan pemilu yang demokratis dan berintegritas. Merujuk pada pendapat Robert Dahl dapat diketahui bahwa salah satu kriteria pemilu yang demokratis yakni Administrator Pemilu (KPU dan Bawaslu) harus bertindak adil dan tidak diskriminatif (Isra and Fahmi 2021, 24).

Lebih lanjut, Global Commision on Elections, Democracy and Security juga menjelaskan terdapat beberapa tantangan dalam memanifestasikan pemilu yang berintegritas, salah satunya yakni terbangunnya badan penyelenggaraan pemilu (KPU dan  Bawaslu) yang kompeten dan merdeka dalam menyelenggarakan pemilu yang transparan guna meraih kepercayaan publik (Isra and Fahmi 2021, 25).

Menurut Jimly Ashiddiqie yang dimaksud dengan Pemilu yang berintegritas adalah pemilu yang mampu terselenggara dengan kredibel dan terpercaya. Sehingga tentu saja dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas diperlukan pula penyelenggara pemilu dengan Sumber Daya Manusia yang berintegritas pula (Indra Sasangka 2019, 96).

Mengingat, secara historis terdapat beberapa komisioner KPU terjerat dalam perkara tindak pidana korupsi seperti pada periode 2001-2005 menjerat Nazaruddin Sjamsuddin, Mulyana Wira Kusumah (alm), Daan Damara, dan Rusadi Kantaprawira. Selain itu, pada tahun 2019 yang lalu komisioner KPU Wahyu Setiawan pun juga terjerat dalam penerimaan suap di pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2019-2024 yakni Harun Masiku.

Tentu tidak dapat dimungkiri, keterlibatan para Anggota KPU dalam tindak pidana korupsi berimplikasi pada ketidakpecayaan dari publik terhadap peran KPU sebagai salah satu penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, peran tim seleksi KPU dan Bawaslu dalam mencermati dan menilai sosok para calon yang pantas dan layak dari segi integritas, kepribadian yang kuat, jujur, dan adil untuk ditetapkan sebagai Anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 begitu penting. Sehingga, melalui kecermatan tim seleksi dalam memilih kandidat yang layak menjadi anggota KPU dan Bawaslu diharapkan mampu membangun dan menjamin keberlangsungan lembaga tersebut yang mendorong terwujudnya pemilu yang lebih berintegritas. []

RAHMAT BIJAK SETIAWAN SAPII

Mahasiswa Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta