Meski total jumlah pendaftar calon penyelenggara pemilu menurun, tren perempuan pendaftar justru mengalami kenaikan. Dibanding 2012, perempuan pendaftar calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) meningkat sekitar sepuluh persen. Sementara perempuan pendaftar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) naik dua belas persen.
“Terjadi kenaikan persentase pendaftar perempuan di kedua lembaga penyelenggara pemilu; naik sekitar 10 persen pendaftar perempuan untuk KPU RI, dan 12 persen pendaftar perempuan untuk Bawaslu RI,” kata Anna Margret, Wakil Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI, saat diskusi media “Meningkatkan Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Penyelenggara Pemilu” di Cikini, Jakarta (15/10).
Meski demikian, jika dibanding dengan jumlah laki-laki pendaftar, perempuan pendaftar masih timpang. Perempuan pendaftar calon anggota KPU RI periode 2017–2022 hanya 29,2 persen. Sementara perempuan pendaftar calon anggota Bawaslu RI jumlahnya hanya 26,4 persen.
Angka ini tak beranjak jauh dari seleksi tahun 2012 silam. Di tahun itu, perempuan pendaftar anggota KPU RI periode 2012–2017 hanya mencapai 18,3 persen. Sementara perempuan pendaftar calon anggota Bawaslu RI hanya 14,3 persen.
Pusat Kajian Politik FISIP UI menemukan sejumlah kendala yang dihadapi perempuan dalam mendaftar sebagai calon anggota penyelenggara pemilu. Kendala tersebut, salah satunya, adalah perempuan cenderung dihadapkan pada sejumlah pertimbangan yang lebih rumit terkait karirnya di ranah publik dan tuntutan perannya di ranah domestik sebagai istri dan ibu rumah tangga.
“Pengambilan keputusan bagi perempuan untuk ikut mendaftar sebagai komisioner di tingkat nasional menjadi lebih pelik dibandingkan laki-laki,” kata Anna.