August 8, 2024

Penggunaan AI dalam Pemilu Indonesia 2024 (2)

Bentuk lain dari penggunaan AI yakni, pembuatan informasi palsu dan rekayasa manipulasi opini publik oleh tentara siber. Manipulasi opini publik yang dilakukan berpotensi menutupi opini organik masyarakat dan menghilangkan isu-isu penting yang diadvokasikan oleh masyarakat sipil di media sosial.

AI juga dimanfaatkan dalam micro targeting atau penargetan mikro pada iklan politik. Platform media sosial yang menghimpun data sentimen dan perilaku personal para pengguna media sosial menyediakan data tersebut kepada para pengiklan kampanye politik, sehingga peserta pemilu dapat menyesuaikan iklan politik sesuai target pemilih. Platform media sosial juga mengembangkan algoritma yang menciptakan ruang gema, yang berdampak pada semakin terkucilnya pengguna dari perspektif atau pendapat yang berbeda dengan dirinya.

“Bagaimana informasi bisa dicari di mesin pencari, bagaimana informasi bisa disebarkan melalui social network, itu sudah dibentuk oleh algoritma platform yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, tetapi menimbulkan echo chamber,“ pungkas Ayom.

Lebih lanjut, Ayom menjelaskan bahwa big data perilaku pengguna media sosial juga telah dimanfaatkan oleh para konsultan politik untuk memberikan rekomendasi strategi kampanye. Analisis terhadap big data yang dilakukan, membuat konsultan politik dapat menyarankan model konten kampanye yang mampu mengundang interaksi lebih tinggi dan persepsi yang lebih positif.

“Ini yang dinamakan neuro-marketing. Kampanye politik kan punya perjalanan panjang dengan hal-hal yang sifatnya emosional, psikologis. Nah, dengan big data analysis media sosial, bisa mengakses perilaku pemilih. Dari sini, konsultan politik bisa membuat strategi model atau konten kampanye yang bisa mendapatkan banyak engagement pemilih,” ungkap Ayom.

Di lain sisi, AI juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang positif. AI yang mampu menganalisis opini dan kecenderungan persepsi publik di media sosial dapat mempermudah pembuat kebijakan dan para kandidat dalam menyusun program yang sesuai kebutuhan publik. Dengan demikian, pemanfaatan AI juga mampu mendorong hadirnya kampanye dan kebijakan yang lebih inklusif.

Menurut Ayom, penggunaan AI yang semakin besar dalam demokrasi dan politik menumbuhkan kebutuhan adanya kerangka hukum penggunaan AI di Indonesia. Pasalnya, meski AI dapat dimanfaatkan untuk hal baik, namun AI juga dapat digunakan untuk menciptakan disinformasi, memanipulasi opini publik, dan berpotensi mengeksploitasi data pribadi pengguna media sosial. []