Kepala Komunikasi dan Media United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Kamboja, Mikel Aguirre Idiaquez, mengatakan bahwa untuk menjaga ruang digital yang aman dan demokratis, platform digital bertanggungjawab untuk setidaknya empat hal. Pertama, menerapkan perspektif berbasis hak asasi manusia (HAM) pada setiap program, sistem, dan produk platform. Uji tuntas HAM terhadap suatu produk yang hendak diperkenalkan platform direkomendasikan. Dalam uji ini, platform melakukan konsultasi produk kepada para pihak yang berkepentingan, termasuk kelompok masyarakat yang berpotensi terdampak.
“Jadi, sebelum meluncurkan produk, mereka perlu menganalisis dampak terhadap masyarakat, sehingga ini bisa menjadi pengaman bagi masyarakat,” ujar Mikel pada acara diskusi “AI Readiness Assesment Methodology” di Jakarta.
Tanggungjawab kedua platform ialah menyediakan sistem moderasi konten dan kebijakan kurasi yang demokratis, bisa diandalkan dan efektif. Dalam mendesain model moderasi konten yang demokrasi, maka platform digital diharapkan melibatkan kelompok-kelompok lokal untuk dapat memahami konteks lokal.
“Katakanlah kalau mereka mengembangkan kebijakan untuk mengatasi ujaran kebencian. Nah, libatkan kelompok yang terpapar ujaran kebencian itu,” pungkas Mikel.
Tanggungjawab platform media digital ketiga yakni, transparansi. Platform wajib mentransparansi cara kerja algoritma yang dikembangkan, bagaimana pengguna mendapatkan suatu konten, dan cara suatu konten tersebar ke banyak pengguna.
Tanggungjawab platform digital lainnya ialah mekanisme pelaporan yang aksesibel. Penting agar platform memastikan adanya mekanisme pelaporan yang mudah, pengguna memahami mekanisme pelaporan, dan terbuka dalam proses pengambilan keputusan moderasi konten.
Mikel juga mendorong agar platform digital menjalin hubungan kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. Dalam upaya menanggulangi disinformasi misalnya, suatu kolaborasi formal dan sistematis yang melibatkan multipihak dapat dibentuk. Forum bersama dibutuhkan untuk saling mengkomunikasikan upaya-upaya yang telah dilakukan, serta mensinergikan tindakan.
“Tidak perlu membuat komite baru dalam pemerintah untuk menindak disinformasi. Yang perlu adalah membuat suatu sistem di mana semua pemangku kepentingan berbeda memiliki suatu kolaborasi formal dan sistematis,” tuturnya. []