Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menerima beberapa aduan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) untuk syarat dukungan calon perseorangan Pilkada 2014. Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menetapkan calon perseorangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana lolos memenuhi syarat untuk Pilkada 2024, dengan mengumpulkan 677.468 Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai syarat pencalonan.
“Per 16 Agustus, pukul 19.25, kami telah menerima 205 aduan yang belum kami periksa dan verifikasi, dan jumlahnya terus bertambah,” kata Project Manager PBHI, Gina Sabrina saat konpers “Dugaan Pencurian Data Pribadi untuk Pencalonan Kepala Daerah Jalur Independen dalam Pilkada 2024” (16/8).
Gina Sabrina mengatakan, calon tunggal di Pilkada DKI Jakarta memang menciderai demokrasi, namun pencatutan dukungan sepihak adalah pelanggaran perlindungan data pribadi. Untuk itu PBHI mengambil beberapa langkah hukum dengan melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan kepolisian. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi hal serupa di daerah lain, dan untuk menjaga legitimasi dan integritas Pilkada 2024.
“Kami meminta KPU Jakarta segera memeriksa ulang data yang dikumpulkan oleh calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana,” jelasnya.
Menurut Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Parasurama Pamungkas, mengacu undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP), sebelum melakukan pemrosesan, calon harus memperoleh persetujuan dan menginformasikan kepada setiap orang yang akan menjadi calon pendukung bahwa datanya akan diproses sebagai syarat pencalonan.
“Tindakan ini merupakan pelanggaran pidana. Bahkan dalam konteks hukum, undang-undang PDP mengatur bahwa setiap pemrosesan data harus berdasarkan persetujuan,” jelas Parasu.
Parasu melihat, dalam kasus ini KPU bertindak sebagai pengendali data, karena ada ratusan ribu data yang harus diserahkan sebagai syarat pencalonan. Sebagai pengendali, KPU wajib memastikan akurasi data melalui proses verifikasi, baik verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual, untuk memastikan kebenaran data.
“Seharusnya verifikasi faktual dilakukan untuk memastikan keabsahan data, sesuai dengan konsep PDP dan undang-undang yang berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut, Parasu mengatakan, pada Pemilu 2024, Bawaslu menemukan ada 30 partai politik yang melakukan pencatutan data dan ada 164 calon peserta pemilu melakukan pencatutan data, namun hingga saat ini belum ada kejelasan. Ia menyebut, pencatutan dan pelanggaran perlindungan data terus berulang karena tidak ada penegakan hukum yang jelas. []