August 8, 2024

Dinamika Pansus RUU Pemilu

Pada rapat Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang diselenggarakan pada 30 November 2016 lalu, mulai terlihat kepentingan beberapa fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap RUU Pemilu. Mayoritas menyasar pengaturan mengenai sistem pemilu legislatif, metode pemberian suara di pemilu legislatif, sistem konversi suara, alokasi kursi dan jumlah anggota DPR, dan ambang batas parlemen.

Isu Sistem Pemilu Legislatif

Tiga fraksi, yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi Partai NasDem telah menyatakan penolakan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka terbatas dan mengusulkan sistem proporsional terbuka murni. Ketiganya menghimbau agar Pansus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan agar pemilu legislatif dilakukan dengan sistem prorposional terbuka.

“Kami setuju sistem proporsional terbuka murni seperti yang telah diputuskan MK. Memang ada kekurangannya, tapi bisa diantisipasi salah satunya dengan memperketat syarat kader menjadi calon anggota legislatif,” kata anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PPP, Ahmad Baidowi, di Senayan, Jakarta Selatan (31/11).

Sementara itu, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyetujui sistem proporsional terbuka terbatas yang digagas Pemerintah. Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) diduga ikut menyetujui sistem proporsional terbuka terbatas, dengan tujuan meningkatkan kualitas rekrutmen politik dan menyuguhkan wajah perwakilan yang lebih kompeten.

Empat fraksi lainnya belum menyatakan keberpihakannya pada sistem pemilu tertentu, dan menyerahkannya pada pertimbangan bersama.

Metode Pemberian Suara di Pemilu Legislatif

Metode pemberian suara untuk pemilu legislatif di dalam RUU Pemilu ditentang oleh tiga fraksi, yakni fraksi Partai NasDem, fraksi PPP, dan fraksi Partai Demokrat. Ketiga fraksi mengusulkan agar pemberian suara dapat dilakukan dengan mencoblos nomor urut atau gambar calon anggota legislatif, tidak hanya nomor urut atau gambar partai.

“Ini perlu dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang, suara terbanyak. Jangan sampai banyak suara terbuang sia-sia,” tukas anggota Pansus Fraksi Partai NasDem, Tamanuri.

Sistem Konversi Suara

Sedikitnya empat fraksi tidak menyetujui metode sainte lague modifikasi sebagai metode konversi suara. Metode ini dinilai cenderung menguntungkan partai-partai besar dan meningkatkan disproporsionalitas.

Fraksi PPP dan PKS mengusulkan metode kuota Hare yang digunakan pada Pemilu 2014. Sementara fraksi Partai NasDem dan PAN terbuka dengan metode konversi lain kecuali metode sainte lague modifikasi.

“Metode apa saja yang nanti kita nilai paling proporsional dan adil. Sainte lague modifikasi cenderung menguntungkan partai besar sehingga perlu kita pertimbangkan lagi,” kata anggota Pansus Fraksi PAN, Totok Daryanto.

Alokasi Kursi dan Jumlah Anggota DPR

Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai NasDem mengusulkan agar jumlah 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipertimbangkan kembali. Jumlah ini, menurut kedua fraksi, seharusnya meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan daerah pemilihan (dapil).

“Tambahkan jumlah anggota DPR, 3 sampai 12 per dapil,” tukas Tamanuri.

Penambahan jumlah anggota DPR juga diusulkan oleh PPP. Baidowi mengatakan bahwa alokasi kursi DPR tidak boleh kurang dari alokasi kursi tahun 2014, yakni 560. Ia juga menusulkan agar alokasi kursi untuk DPR dan DPR Daerah disamakan menjadi 3-12 kursi.

Ambang Batas Parlemen

Masalah ambang batas parlemen sepertinya akan menjadi perdebatan paling seru di dalam rapat Pansus. Pasalnya, RUU Pemilu yang diajukan Pemerintah bertujuan untuk membentuk sistem multipartai terbatas di parlemen, guna mengkondusifkan pemerintahan dan memperkuat sistem presidensil. Muncul isu partai besar akan mengusulkan peningkatan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang akan menghilangkan partai-partai kecil.

Dua fraksi, yakni PAN dan PKS mengusulkan agar ambang batas dikurangi dari 3,5 persen. Anggota Pansus dari Fraksi PKS, Sutriyono, mengatakan bahwa ambang batas yang terlalu tinggi akan mencegah figur-figur terbaik bangsa tampil di parlemen.

“Kami tidak setuju dinaikkan. Banyak figur-figur berkualitas di partai-partai kecil yang sangat disayangkan apabila tak bisa berkiprah di parlemen,” tukas Sutriyono.

Berbeda dengan hal itu, Partai NasDem justru mengusulkan agar ambang batas ditingkatkan secara maksimal. Penguatan sistem presidensil harus didukung dengan penyederhanaan sistem partai di parlemen.

Sementara itu, Fraksi PPP setuju dengan ambang batas 3,5 persen, dan fraksi lainnya belum menyatakan pendapat. “Kami setuju dengan Pemerintah, ambang batas 3,5 persen sudah cukup. Parlemen perlu memperhatikan banyak suara,” tutup Baidowi. []

AMALIA SALSABILA