Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut mengusulkan agar pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu mempertimbangkan ulang syarat usia panitia ad hoc di tingkat kecamatan, kelurahan, hingga tempat pemungutan suara (TPS). Syarat usia paling rendah dua puluh lima tahun dinilai tak bisa memberi ruang bagi anak muda untuk berpartisipasi menyelenggarakan pemilu.
“Batasan umur jadi masalah besar. Adik-adik mahasiswa akhir terpental karena batas minimal umur 25 tahun,” kata Reza Alwan Sovnidar, anggota KPU Garut (29/4).
Ia mengusulkan agar batas minimal usia panitia ad hoc diturunkan menjadi dua puluh satu tahun. Batasan tersebut dinilai akan menarik partisipasi anak muda dalam penyelenggaraan pemilu dan membuka. “Mungkin jadi 21 satu tahun jadi lebih leluasa,” tandas Reza
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memandang, anak muda diperlukan sebagai penyelenggara pemilu untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Anak muda dinilai lebih lekat dengan anak muda.
Perludem menemukan inisiatif baik dari salah satu petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 28 Kalibata pada Pilkada 2017 lalu. Melalui ponselnya ia mengakses sistem informasi data pemilih (Sidalih) pada pilkada2017.kpu.go.id untuk mengecek pemilih yang membawa C6 atau yang hanya berdasar e-KTP. Semua warga berhak pilih harus dilayani memilih tapi harus juga terdaftar di DPT atau mengikuti prosedur daftar pemilh tambahan (DPTb).
“Usia minimal 25 tahun perlu dievaluasi agar rekrutmen anggota KPPS lebih terbuka luas dan partisipatif terhadap pemuda di pemilu yang menggunakan teknologi (digital),” kata Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem.