Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepanjang 2012—2017 memotret catatan buruk soal kemandirian penyelenggara pemilu. Hasil analisis Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI menunjukkan, pelanggaran terhadap asas kemandirian paling menonjol di antara asas-asas penyelenggara pemilu lainnya.
“Hal tersebut mengindikasikan usaha mewujudkan pemilu yang berintegritas masih jauh dari harapan,” kata Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Puskapol FISIP UI, dalam acara seminar publik “Mendorong Etika Kemandirian Penyelenggara Pemilu: Refleksi Peran DKPP Periode 2012—2017” di Depok (19/5).
Ia merinci, dari 271 putusan pemberhentian tetap, 158 (58,3 persen) putusan melanggar asas kemandirian. Sementara dari 430 putusan peringatan, 140 (32, 5 persen) putusan melanggar asas kemandirian.
“Persentase putusan peringatan yang melanggar asas kemandirian memang lebih rendah dari pelanggaran terhadap asas lain. Namun, jika kita jeli, angka tersebut masih tetap tinggi,” tandas Aditya.
Valina Singka Subekti, anggota DKPP, menyebut, dalam pelanggaran kemandirian biasanya modus operandi yang terjadi adalah kolaborasi yang rapi antara peserta pemilu (partai politik dan kandidat) dengan penyelenggara dan pemodal peserta pemilu untuk memenangkan calon tertentu.