August 8, 2024

Perlu Ada Sinkronisasi Regulasi di RUU Pemilu untuk Kekhususan Aceh

Direktur Aceh Institute, Fajran Zain, meminta agar Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu melakukan sinkronisasi regulasi antara RUU Pemilu dengan qanun agar tak terjadi konflik regulasi dalam penyelenggaraan pilkada di Aceh. Selama ini, kata Fajran, sering terjadi konflik regulasi akibat pengaturan yang tak sinkron antara UU di tingkat nasional, qanun, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

“Ada kebingungan mau merujuk kemana, sehingga membuka ruang penerjemahan regulasi yang tidak baku. Ada yang merujuk ke UU, ada yang merujuk ke qanun. Jadi, sinkronisasi RUU yang mengakomodasi kekhususan daerah Aceh ini penting,” jelas Fajran pada diskusi di Senayan, Jakarta Selatan (23/5).

Fajran menjelaskan bahwa salah satu isu penting yang belum diakomodasi dalam RUU Pemilu terkait kekhususan Aceh yakni, jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Di UU Pemerintah Aceh No. 11/2006 disebutkan bahwa jumlah anggota DPRA adalah maksimal 125 persen dari kuota nasional. Aturan tersebut semestinya dicantumkan di RUU Pemilu agar tak ada tafsiran yang menilai hal tersebut bertentangan dengan UU Pemilu yang akan diresmikan.

“Anggota DPRA berjumlah 125 persen. Dulu 65 orang, pemilu terkahir 81 orang. Itu kekhususan Aceh Soal partai lokal Aceh sudah dimuat di RUU Pemilu, tapi soal ini belum. Kami rasa belum terlambat untuk melakukan sinkronisasi atau konsiderasi pengaturan ini,” kata Fajran.

Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Demokrat, Muslim, mengatakan akan menyampaikan aspirasi Aceh Institute kepada Pansus. Sinkronisasi akan dilakukan guna menciptakan pilkada Aceh yang lebih damai dan berkualitas.