August 8, 2024

Presiden Jokowi Mesti Tertibkan Sistem Kaderisasi Partai Politik di RUU Pemilu

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo belum mengambil langkah serius untuk mewujudkan poin kedua dalam Nawa Cita, yakni membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan. Presiden dapat mewujudkan Nawa Cita dengan memasukkan pasal-pasal reformis terkait proses pencalonan presiden-wakil presiden dan calon anggota legislatif di Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

“Tiga hal yang mesti dibenahi dalam rangka reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan, yaitu sistem kaderisasi, rekrutmen calon anggota legislatif dan calon presiden-calon wakil presiden, serta pengelolaan keuangan partai. Nah, mestinya Presiden dapat mengambil momentum RUU Pemilu untuk mewujudkan Nawa Cita,” tegas Feri pada diskusi “RUU Pemilu: Inkonsistensi Pelaksanaan Nawacita?” di Cikini, Jakarta Pusat (16/6).

Feri menjelaskan bahwa pencalonan presiden dan wakil presiden di dalam draft RUU Pemilu masih bergantung pada figur sentral partai, bukan pada sistem kaderisasi yang ditujukan untuk melahirkan kader-kader mumpuni. Oleh karena itu, diharapkan peran serta Presiden untuk memperjelas mekanisme pencalonan dalam internal partai, guna menghargai sistem kaderisasi.

“Apa mekanisme di partai agar seseorang bisa maju jadi pemimpin? Belum jelas pengaturannya. Mestinya ada pembatasan, kader baru bisa mencalonkan diri sebagai calon legislatif atau calon presiden setelah berapa tahun. Banyak kader yang sudah berdarah-darah tapi gak bisa maju. Partai dikuasai oleh orang yang itu-itu saja,” tukas Feri.

Presiden diharap menyadari pilihan sistem politik yang akan menentukan wajah demokrasi Indonesia ke depan. Presiden mesti turut serta dalam pembahasan RUU Pemilu dan tak hanya fokus pada pembangunan.