August 8, 2024

Perempuan Potensial Calon Penyelenggara Pemilu Terganjal Status Keanggotaan Partai

Tindakan afirmasi untuk perempuan mulai dipikirkan dan diimplementasikan pada rentang waktu 2007 hingga pemilu 2009. Tindakan afirmasi kala itu lebih ditekankan pada pengisian posisi di internal partai dan calon anggota legislatif.

Banyak perempuan diproyeksikan menjadi anggota partai atau calon anggota legislatif pada rentang waktu itu. Lima tahun kemudian, banyak nama perempuan yang masih tercatat di keanggotaan partai. Stok perempuan yang terlatih secara politik lebih banyak berada di partai politik.

Hal ini menjadi kendala bagi perempuan yang hendak menjadi penyelenggara pemilu. Ia tak bisa mengisi posisi-posisi penyelenggara pemilu sebab terganjal ketentuan yang menyaratkan calon penyelenggara pemilu tidak menjadi anggota partai politik atau sekurang-kurangnya dalam waktu lima tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik.

“Ini jadi tantangan sumberdaya perempuan potensial. Ketika nama ada di struktur partai, sudah susah. Karena ada formulir yang menyatakan syarat tidak menjadi anggota partai politik,” kata Sri Budi Eko Wardani, akademisi Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, pada pada diskusi media “Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu” di Jakarta (28/7).

Keadaan seperti ini baru disadari belakangan. Sulit mencari perempuan potensial untuk menjadi penyelenggara pemilu di daerah-daerah. Hal ini menjadi tantangan bagi gerakan perempuan untuk tak hanya memikirkan perempuan sebagai anggota partai dan caleg, tetapi turut juga memikirkan regenerasi perempuan untuk mengisi posisi penyelenggara pemilu. Sri Budi Eko Wardani menyarankan agar gerakan perempuan secara serius mengembangkan pemantauan pemilu sebagai tahap awal menjaring perempuan yang berpotensi. Pemantauan pemilu bisa jadi ajang membentuk perempuan yang berpengalaman khusus di bidang pemilu.

“Kita butuh generasi baru yang diorbitkan khusus untuk pemilu. Bukan hanya menjadi caleg atau pengurus partai, tapi jadi penyelenggara pemilu. Jadi penyelenggara pemilu itu strategis. Lebih masif dan ekspansif dari sekadar caleg,” tandas Sri Budi Eko Wardani.