September 13, 2024

Polemik Verifikasi Partai Peserta Pemilu 2019

Siapapun partai yang ingin menjadi peserta pemilu mesti melalui prosedur pendaftaran dan penelitian administrasi oleh KPU. Verifikasi faktual hanya berlaku untuk partai baru.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan peraturan KPU tentang pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu. Dalam Pasal 6 ayat (2) draf aturan yang diuji ke publik, Selasa (15/8) itu, KPU membagi dua partai politik peserta pemilu. Pertama, partai yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai peserta pemilu tahun 2014. Kedua, partai yang mendaftar dan telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh KPU.

Dari ketentuan ini, kuat anggapan bahwa rancangan PKPU tersebut menghendaki partai peserta pemilu 2014 tak perlu lagi diverifikasi ulang. Padahal, di Undang-undang Pemilu tidak ada ketentuan yang secara ekspilisit menyebut hal tersebut. Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu hanya menyebut, partai yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu.

Verifikasi faktual partai baru

Hasyim Asy’ari, anggota KPU, menjelaskan bahwa penetapan partai peserta pemilu mesti melalui tiga prosedur. Pertama, partai mendaftar ke KPU dengan disertai dokumen persyaratan lengkap yang diatur undang-undang. Kedua, KPU melaksanakan penelitian administrasi dan penetapan keabsahan persyaratan tersebut. Ketiga, KPU melaksanakan verifikasi faktual terhadap dokumen administrasi.

Siapapun partai yang ingin menjadi peserta pemilu mesti melalui prosedur pendaftaran dan penelitian administrasi. Sementara prosedur verifikasi faktual hanya berlaku untuk partai baru. Partai politik peserta pemilu 2014 tidak akan diverifikasi ulang. Alasannya, partai-partai tersebut telah pernah ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh KPU dan pernah diverifikasi.

“Dapat dimaknai bahwa partai politik yang telah pernah ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh KPU dan pernah diverifikasi—ini tafsir sementara—tidak perlu diverifikasi secara faktual. Tapi penelitian administrasi tetap penting,” kata Hasyim Asy’ari, saat uji publik tiga rancangan PKPU, di Kantor KPU, Jakarta (16/8).

Terjemahan operatif

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menilai KPU seharusnya menerjemahkan ketentuan persyaratan partai peserta pemilu terlebih dahulu sebelum menentukan partai mana saja yang perlu verifikasi. Ada sembilan syarat yang diatur pada Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu yang mesti diterjemahkan menjadi variabel terukur yang lebih operatif.

Ia mencontohkan, syarat memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; memiliki kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; serta memiliki kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan harus diterjemahkan PKPU.

“KPU harus menyebut 100 persen provinsi itu angkanya berapa, kepengurusan 75 persen di kabupaten/kota itu angkanya berapa,” kata Titi (15/8).

Ketiadaan terjemahan persyaratan kepengurusan partai peserta pemilu yang operatif dalam PKPU berpotensi memunculkan persoalan. Jumlah provinsi, kabupaten/kota, bahkan kecamatan hari ini tidak lagi sama dengan jumlah pada saat verifikasi 2014. Karena itu, jumlah kepengurusan yang ditentukan di UU Pemilu juga berubah.

“Persoalannya terjadi ketika persyaratan di undang-undang pemilu adalah partai harus punya kepengurusan di 100 persen provinsi dan di masing-masing provinsi ada kepengurusan di 75 persen kabupaten/kota. Padahal jumlah provinsi berubah. Jumlah kabupaten/kota berubah. Apakah ketentuan ini bisa diberlakukan? Ini perlu diskusikan,” kata Endang Sulastri, anggota KPU 2007—2012.

Di sinilah peran penting KPU untuk membuat terang-benderang maksud ketentuan syarat peserta pemilu yang tercantum dalam UU Pemilu. Soal partai mana saja yang perlu diverifikasi faktual bisa ditentukan kemudian dengan mengacu pada aturan teknis dengan variabel yang operatif dan terukur yang disusun KPU.