August 8, 2024

Dugaan Suap di Seleksi Panwas Kabupaten/Kota di Sumut, Siapa yang Jujur? (Part 1)

Anggota Tim asistensi bagian penindakan pelanggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Utara (Sumut), Julius A.L Turnip, dan Anggota Bawaslu Sumut, Hardi Munthe, dilaporkan oleh peserta seleksi Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Asahan bernama Pangulu Siregar ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pangulu mengatakan bahwa Turnip, atas suruhan Hardi,  meminta mahar sebesar 30 juta rupiah kepada Pangulu untuk meluluskannya dalam tes tertulis.

Sidang perkara pertama telah digelar oleh DKPP pada Senin (25/9). Hadir dalam sidang yakni Pangulu dan kuasa hukumnya, Turnip dan satu orang saksi pembela, Hardi, Ketua Bawaslu Sumut, dan Kepala Sekretariat Bawaslu Sumut. Anggota DKPP, Ida Budhiati, memimpin sidang bersama Alfitra Salam.

Pengaduan Pangulu

Pangulu mengakui bahwa dirinya yang pertama kali mengontak jajaran Bawaslu Sumut, baik Ketua Bawaslu Sumut, Syafrida R. Rasahan, Hardi, maupun Turnip untuk meminta arahan dalam proses seleksi. Ia mengirimkan pesan dan menelepon untuk memperkenalkan diri.

“Saya sms Hardi Munthe. Saya tanya kabar beliau dan memperkenalkan diri bahwa saya peserta tes. Saya juga menghubungi Julius Turnip tapi tidak pernah dibalas melalui pesan, dia telpon,” kata Pangulu.

Pangulu mengenal Turnip sewaktu ia menjadi Panwas Kecamatan (Panwascam) dan Turnip memberikan bimbingan dan teknis (bimtek). Pangulu juga telah lama mengenal Syafrida saat ia mengemban tugas sebagai anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kisaran Timur.

Pangulu menceritakan bahwa ia menemui Turnip dan temannya yang memperkenalkan diri sebagai Sitorus pada 7 Juli 2017 di Duren Ucok Medan. Pada pertemuan tersebut, Turnip meminta mahar 30 juta rupiah.

“Turnip bilang di situ soal mahar 30 juta. Saya minta agar 20 juta saja, tapi dia bilang mesti 30 juta karena yang lain juga kasih 30 juta. Akhirnya saya setujui 30 juta, tapi saya nego agar kasihnya bisa setelah ujian tertulis. Tapi Turnip maunya sebelum ujian,” jelas Pangulu.

Mahar yang didapatkan oleh Pangulu dengan meminjam uang kepada kerabat dan teman isterinya, diberikan kepada Turnip pada 13 Juli 2017 di Hotel Syariah Alzairi Medan sekitar pukul sepuluh malam. Pada saat yang sama, Turnip memberikan bank soal yang ia klaim akan keluar saat tes tertulis. Klaim tersebut terbukti, sebab menurut Pangulu, 80 persen soal yang tercantum di bank soal keluar pada saat tes tertulis.

“Soal di bank soal ada 200, yang diujiankan 100 soal. Kenapa saya bilang hampir sama karena  saya cek bank soal, nomer 1 sampai 10 itu gak dimasukkan di tes kemarin, tapi nomor 11 sampai 20 masuk. Nomor 21 sampai 30 gak masuk, nomor 31 sampai 40 masuk di soal ujian. Begitu seterusnya,” ujar Pangulu.

Beberapa hari setelah mengikuti tes tertulis, Turnip menelpon Pangulu dan meminta maaf karena ia tak lulus tes. Turnip meminta tambahan uang 20 juta rupiah untuk “menyulap” Pangulu agar lulus tes. Pangulu menjawab tak sanggup dan meminta uang 30 juta rupiahnya dikembalikan.

“Turnip minta saya datang ke Medan untuk ambil uang yang 30 juta itu, tapi karena saya gak bisa, lagi berhalangan, saya minta ditransfer. Lalu dia transfer, uangnya masuk ke rekening saya,” kata Pangulu.

Dalam persidangan, Pangulu membawa beberapa barang bukti, yaitu cetakan percakapan sms kepada Turnip dan Sitorus, cetakan buku tabungan, dan rekaman asli pertemuan dengan Turnip di Hotel Syariah Alzairi Medan.

“Saya sudah minta rekaman CCTV dari Duren Ucok dan Hotel Alzairi, tapi kata mereka hanya kepolisian yang bisa minta itu. Saya juga minta ke Telkomsel percakapan lewat telpon dengan Turnip dan Sitorus, tapi katanya juga harus kepolisian,” tutup Pangulu.