August 8, 2024

Empat Pelanggaran Ini Berakibat Diskualifikasi Calon

Terdapat empat pelanggaran di dalam ketentuan perundang-undangan  yang berakibat pada sanksi pembatalan atau diskualifikasi calon peserta pemilu. Satu, penggantian pejabat oleh gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota, enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon (paslon) sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.  Ketentuan ini tertuang di dalam Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang (UU) No.10/2016.

“Jadi, petahana kepala daerah, walaupun sudah dinyatakan menang, tetap bisa dibatalkan kalau dia terbukti melakukan pelanggaran terhadap pasal ini,” kata Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, pada diskusi “Penanganan Pelanggaran Pemilu yang Berdampak pada Diskualifikasi Calon” di Gondangdia,  Jakarta Pusat (2/10).

Dua, meminta mahar politik dalam proses pencalonan. Pasal 47 UU No. 8/2015 mengamanatkan bahwa partai politik yang melakukan politik transaksional dengan memberlakukan mahar politik akan terancam diskualifikasi. Bahkan, partai politik tak diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah pada periode berikutnya di daerah yang sama.

“Kalau ada peserta pilkada yang dipaksa menyerahkan mahar, dia bisa kena.  Tapi, sampai saat ini belum ada yang bisa dikenakan pasal ini. Belum executable karena hampir seluruh partai mengatakan tidak melakukan mahar politik,” tukas Rahmat.

Tiga, politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pada Pasal 73 ayat (1) UU 10/2016, tertera aturan bahwa calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

“Dulu, TSM itu hanya 60 hari, tidak efektif. Nah, ini dirubah oleh DPR. DPR menyadari bahwa masifnya politik uang justru pada saat serangan fajar. Jadi, diperpanjang sampai pada hari pemungutan suara,” kata Rahmat.

Empat, menerima sumbangan dana kampanye dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing dan warga negara asing (WNA), penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Desa atau sebutan lain.

Rahmat mengatakan bahwa Bawaslu periode 2017-2022 akan membuka era baru penegakan hukum pemilu yang efektif dan tak tebang pilih. Bawaslu akan memanfaatkan kewenangan yang diberikan untuk sebesar-besar perbaikan demokrasi di masa yang akan datang.