September 13, 2024

KPU Mesti Jamin Masyarakat Adat Dapat Memilih Meski Tanpa E-KTP

Terdapat 86 komunitas masyarakat adat yang tersebar di 11 provinsi dan 8 kabupaten yang sedang melaksanakan Pilkada, yakni di Jawa Barat, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Lebak, Pulang Pisau, Katingan, Kapuas, Seruyan, Donggala, Morowali, dan Bolaang Mongondow Utara. Di 19 daerah tersebut, sebanyak 51.750 kepala keluarga (KK) teridentifikasi kehilangan hak pilih di Pilkada 2018 karena tak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, berpendapat bahwa hilangnya hak pilih karena warga negara tak memiliki e-KTP merupakan akibat dari pendomplengan pemilu sebagai sarana membenahi data kependudukan. Semestinya, hak memilih tak direduksi untuk urusan data kependudukan yang bukan tanggung jawab warga negara.

“Hak pilih ini dijamin oleh konstitusi. Tapi negara menjadi tak efektif dalam memenuhi hak warga karena mereka mendompleng pemilu sebagai sarana membenahi data kependudukan. Padahal, administrasi kependudukan  tidak boleh mengeliminasi konstitusi,” kata Titi pada diskusi media di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Menteng, Jakarta Pusat (8/4).

Untuk mengakomodasi hak pilih warga kelompok masyarakat adat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharap bertindak aktif melakukan strategi khusus. Titi menyarankan agar KPU menjalin kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan berbagai lembaga terkait untuk mendata setiap warga negara yang berada dalam komunitas masyarakat adat.  Masyarakat adat dapat dimasukkan ke dalam kolom khusus di dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4).

“Slogan KPU adalah KPU melayani, maka mereka harus mengeksekusi slogan mereka. KPU juga mesti menyadari bahwa mereka adalah defender of voting rights,” ucap Titi.

Titi juga menyarankan agar KPU menyiapkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) keliling jika membentuk TPS tetap dianggap sulit. Di Australia, penyelenggara pemilu memberlakukan mobile voting untuk mengakomodasi hak pilih masyarakat adat Aborigin.

“Merkea mendatangi warga Aborigin satu per satu. Tentu integritas penyelenggara harus baik dan memang memerlukan kesungguhan dari penyelenggara untuk memproteksi hak pilih warga negara,” ujar Titi.