August 8, 2024

Mengukur Akuntabilitas Para Paslon di Pemilihan Bupati/Wali Kota 2018, Laporan Bawaslu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaporkan hasil pengawasan terhadap Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) yang disetorkan oleh 431 pasangan calon (paslon) bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota di Pilkada 2018. Sejumlah isu menguap, seperti adanya ketidaksinkronan antara jumlah penerimaan dan pengeluaran yang dilaporkan oleh 177 paslon, paslon yang hanya melaporkan penerimaan dana kampanye sebesar 5- ribu rupiah, dan jumlah sumbangan dana kampanye yang melanggar aturan Undang-Undang (UU) No.10/2016.

Berikut rincian hasil temuan pengawasan Bawaslu.

Variasi jumlah dana kampanye awal yang diterima paslon

Jumlah penerimaan dana kampanye awal yang dilaporkan oleh 431 paslon mencapai 34,4 miliar rupiah. Dari jumlah total ini, Bawaslu mengklasifikasi menjadi lima kategori. 11 paslon menerima dana sebesar 1 hingga 3 miliar rupiah, 132 paslon menerima 100 juta hingga 1 miliar rupiah, 105 paslon menerima 10 juta hingga 100 juta rupiah, 121 paslon menerima 1 hingga 10 juta rupiah, dan 62 paslon menerima hingga 1 juta rupiah.

Empat paslon dengan penerimaan dana terbesar, yakni Luthfi-Qomar di Pemilihan Bupati (Pilbup) Cirebon, 2,64 miliar rupiah; Padil Karsoma-Acep Maman di Pemilihan Wali Kota (Piwalkot) Purwakarta, 2,5 miliar rupiah; Haerul Warisin-Machsun Ridwainny di Pilbup Lombok Timur, 2 miliar 1 juta rupiah; dan Irsan Efendi Nasution-Arwin Siregar di Piwalkot Padangsidempuan, 2 miliar rupiah.

Secara kontras, tiga paslon melaporkan dana dengan jumlah paling kecil, yakni 50 ribu rupiah. Tiga paslon tersebut adalah Sanwasi-Taufan Anshar di Pilbup Majalengka, Hapit Padli- Erlansyah Rumsyah di Pilbup Lahat, dan Salwa Arifin-Irwan Bachtiar Rahmat di Pilbup Bondowoso. Ada sembilan paslon lain yang melaporkan penerimaan dana kampanye sebesar 100 ribu rupiah.

Sumber dana kampanye awal

Dana kampanye di LADK berasal dari lima sumber, yaitu sumbangan pribadi paslon, partai politik, perseorangan, kelompok, dan badan swasta. Analisis terhadap 431 paslon, mayoritas dana kampanye berasal dari kantong pribadi paslon. Namun, terdapat 72 paslon yang tidak menyumbang untuk kampanye awal. Kampanye awal didanai oleh pihak luar, salah satunya oleh partai politik pengusung.

Di Pilkada 2018, partai politik tak banyak mengeluarkan uang untuk kampanye awal paslon. Hanya 17 paslon yang menerima sumbangan dari partai dengan total sumbangan sebesar 4,517 miliar rupiah. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi partai yang muncul paling banyak dalam koalisi partai pendukung yang memberikan sumbangan dana kepada paslon.

Harta kekayaan paslon penerima sumbangan dari partai, yang tertinggi, adalah 127,25 miliar rupiah, milik paslon Anton-Syamsul Machmud di Piwalkot Malang. Terendah, paslon Alexander Longginus-Fransiskus Stephanus Say di Pilbub Sikka dengan harta kekayaan total 2,56 miliar rupiah. Anton-Syamsul menerima sumbangan 100 juta rupiah dan Alexander-Fransiskus 15 juta rupiah.

Beranjak ke sumber dana kampanye dari sumbangan perseorangan. 55 paslon tercatat menerima sumbangan dari perseorangan. Total sumbangan perseorangan mencapai 3,59 miliar rupiah.

Paslon Toto Taufikurohman Kosim-Yosa Octora Santono di Pilbup Kuningan menerima sumbangan 525 juta rupiah. Jhon Richard Banua-Marthin Yogobi diPilbup Jayawijaya menerima 425 juta rupiah. Paslon Arief Rachadiono Wismansyah-H. Syahrudin di Piwalkot Tangerang menerima 300 juta rupiah. Paslon Sabirin Yahya-Andi Mahayanto Massard di Pilbup Sinjai menerima 235 juta rupiah. Dan paslon Sofian-Sabar Santuso di Pilbup Tarakan menerima 200 juta rupiah.

50 paslon lain menerima sumbangan dari perseorangan mulai dari 50 ribu rupiah hingga 150 juta rupiah.

Kemudian, hanya 4 paslon yang menerima sumbangan dari kelompok. Paslon Ahmad Syafei-Muhammad Jayadi di Pilbup Kolaka menerima 420 juta rupiah. Paslon Luthfi-Qomar di Pilbup Cirebon menerima 240 juta rupiah. Paslon Toto Taufikurohman Kosim-Yosa Octora Santono di Pilbup Kuningan menerima 200 juta rupiah. Rahmat Effendi-Tri Adhianto Tjahyono di Piwalkot Bekasi menerima 75 juta rupiah.

Lebih banyak dari sumbangan kelompok, sumbangan dari badan swasta mengalir ke 11 paslon di Pilkada 2018. Jumlahnya, 4,35 miliar rupiah. Lebih besar dari total jumlah sumbangan dari perseorangan dan kelompok. Sumbangan terbesar yakni 750 juta rupiah, kepada paslon Luthfi-Qomar di Pilbup Cirebon.

Secara berurutan, paslon Taslim & Najamudin di Pilbup Morowali menerima 521 juta rupiah, Jamaluddin Jafar-A. Sofyan Nawir di Pilbup Pinrang menerima 480 juta rupiah, Ridho Yahya-Andriansyah Fikri di Pilbup Prabumulih dan paslon Sabirin Yahya-Andi Mahayanto Massardi di Pilbup Sinjai menerima 250 juta rupiah, Kasman Lassa-Moh.Yasin di Pilbup Donggal menerima 155 juta rupiah, Azhari-Qomarus Zaman di Pilbup Ogan Komering Ilir menerima 146 juta rupiah, Muhammad Yusuf-Anwar Ishak di Pilbup Pidie Jaya menerima 138 juta rupiah, Monadi-Edison di Pilbup Kerinci menerima 100 juta rupiah, Rahmat Effendi -Tri Adhianto Tjahyono di Piwalkot Bekasi menerima 70 juta rupiah, dan Tjokorda Bagus Oka-I Ketut Mandia di Pilbup Klungkung 37 ribu rupiah.

Selisih saldo tak sinkron, dana kampanye tersimpan di luar rekening khusus

Di dalam UU)No.10/2016, seluruh penerimaan sumbangan, baik dalam bentuk uang maupun barang wajib dilaporkan oleh paslon dan hanya boleh dikirimkan ke rekening khusus dana kampanye. Namun, Bawaslu menemukan ketidaksinkronan jumlah dana yang diterima dan dana yang dikeluarkan di dalam LADK 177 paslon. Selisih ini diduga disimpan di luar rekening khusus dana kampanye.

“Ketika kita periksa, ada ketidaksinkronan jumlah saldo di rekening khusus dana kampanye. Jumlah totalnya 10.805.174.636 (10,8 miliar rupiah). Oleh karena itu, kami menduga uang ini ada di luar rekening khusus,” kata Anggota Bawaslu RI, Muhammad Afifuddin, pada konferensi pers di kantor Bawaslu RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (12/4).

Enam paslon diduga menyimpan dana kampanye lebih dari 1 miliar rupiah di luar rekening khusus. Salah satunya paslon Irsan Efendi Nasution-Arwin Siregar di Pilbup Padangsidempuan. Paslon ini melaporkan penerimaan dana sebesar 2 miliar rupiah dari dompet pribadi, tetapi saldo di rekening khusus adalah 0 rupiah.

Begitu juga dengan paslon Muhamad Thaher Hanubun-Petrus Beruatwarin di Pilbup Maluku Tenggara. Dari total penerimaan sebesar 1,5 miliar rupiah, saldo di rekening khusus hanya 5 juta rupiah. Thaher-Petrus tak melaporkan dana yang telah dikeluarkan.

Bawaslu meminta seluruh paslon agar segera mengirimkan dana kampanye ke rekening khusus agar lalu lintas dana kampanye akuntabel dan mudah diawasi. Tak boleh ada dana kampanye yang tak dilaporkan, apalagi disembunyikan.

Bawaslu, kata Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, akan memberikan peringatan kepada paslon yang masih menyimpan dana kampanye di luar rekening khusus. Bagi paslon yang menyembunyikan sumbangan dana kampanye dari pihak tertentu, dapat dikenakan sanksi pidana.

Jumlah sumbangan lebih dari yang diizinkan

Di dalam UU No.10/2016 Pasal 74 ayat (5) dinyatakan bahwa batasan sumbangan dana kampanye dari perseorangan adalah 75 juta rupiah dan 750 juta rupiah untuk badan swasta. Jika menyimak data yang disuguhkan Bawaslu, terdapat 12 paslon yang menerima sumbangan dana kampanye dari perseorangan lebih dari 75 juta.

12 paslon tersebut yakni, Toto-Yosa di Pilbup Kuningan, Jhon-Marthin di Pilbup Jayawijaya, Arief-Syahrudin di Piwalkot Tangerang, Sabirin-Andi di Pilbup Sinjai, Sofian-Sabar di Pilbup Tarakan, Luthfi-Qomar di Pilbup Cirebon, Muhammad Yusuf-Anwar Ishak di Pilbup Pidie Jaya, Karna Sobahi-Tarsono D. Mardiana di Pilbup Majalengka, Citra Duani-Effendi Ahmad di Pilbup Kayong Utara, Taslim-Najamudin di Pilbup Morowali, dan Abdullah Abu-Lilik Muhibbah di Piwalkot Kediri.

Tak ada paslon yang menerima sumbangan dana kampanye dari badan swasta lebih dari yang diatur UU. Terhadap 12 paslon yang telah disebutkan, Bawaslu meminta agar yang bersangkutan segera mengembalikan sisa dana kepada donor.

“Harus segera dikembalikan sisanya kepada yang memberikan. Kami memang tidak akan memberikan sanksi, apalagi sanksi diskualifikasi. Diskualifikasi itu kalau TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Ada sumbangan dana yang disembunyikan, lewat dari batasan yang boleh diterima, dan laporan dana tidak sesuai dengan hebohnya kampanye yang dilakukan si paslon,” ujar Bagja.