Asian Network for Free Elections (ANFREL) mengutuk angkatan bersenjata Myanmar (Tatmadaw) yang melakukan kudeta pemerintahan juga penculikan dan penahanan terhadap lawan politik (Bangkok, 2/2). Organisasi pemantau pemilu regional Asia ini mendesak Tatmadaw untuk membebaskan para tahanan dan segala kecurangan pemilu biar diselesaikan melalui peradilan pemilu.
ANFREL mengingatkan Tatmadaw bahwa kudeta militer bertentangan dengna demokrasi. Konstitusi dan undang-undang pemilu Myanmar menyediakan cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan pemilu. Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP) yang didukung Tatmadaw punya hak konstitusional menyelesaikan perselisihan hasil pemilu ke lembaga peradilan berdasar segala klaim kecurangan.
Menurut ANFREL, penyelesaian sengketa pemilu merupakan bagian integral dari setiap proses pemilu, dan mengandalkan premis mendasar bahwa semua pihak bertindak dengan itikad baik. Jalan demokrasi yang utuh memang panjang dan sulit. Karena ini, komitmen kuat para pemangku kepentingan begitu penting untuk menegakkan dan melindungi norma-norma demokrasi.
Jika kudeta dilakukan, demokrasi Myanmar akan mundur mengulang kudeta Pemilu 1990. Segala praktik antidemokratis saat itu menghasilkan kepercayan yang rendah terhadap demokrasi dan pemerintahan Myanmar dari masyarakat nasional Myanmar dan internasional.
Pernyataan sikap ANFREL ini merupakan respon kepedulian dari apa yang terjadi di Myanmar. Tatmadaw melakukan upaya kudeta karena menilai Pemilu Myanmar banyak terjadi kecurangan. Kudeta oleh Tatmadaw ini menyertakan penculikan/penahanan terhadap lawan-lawan politik di antaranya Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi, Presiden U Win Myint, dan Ketua Komisi Pemilihan Umum U Hla Thein, serta aktivis prodemokrasi dan politisi dari partai-partai lain. []