August 8, 2024

Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Sebut Kinerja Anggota KPU Tak Maksimal, Pilihan Pansel Dipertanyakan

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan, mengatakan bahwa kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tak maksimal. KPU RI dinilai telah membiarkan terjadinya kecurangan dan kejahatan demokrasi di Pilkada Papua 2017.

“Jangan salahkan kami kalau kami mengatakan KPU adalah bagian dari kejahatan demokrasi di Papua! Percuma Undang-Undang Pilkada sudah bagus, tapi penyelenggara pilkadanya tidak mengerti hukum. Pansel (Panitia seleksi), apa kalian buta dan tidak salah memilih?” kata Arteria pada rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta Selatan (21/3).

Menyinggung anggota KPU RI yang lolos seleksi calon anggota KPU RI periode 2017-2022, Arteria mengatakan bahwa Pansel tak bersikap imparsial dan telah salah memilih. Menurut Arteria, Pansel meloloskan sebagian besar calon anggota penyelenggara pemilu yang pro judicial review terhadap Pasal 9 huruf A UU No.10/2016.

“Kenapa mereka jadi Pansel kalau tidak imparsial? Alergi terhadap DPR dan Bawaslu. Coba jelaskan kenapa Muhammad, Nelson, dan Nasrullah tidak lolos? Saya terima kasih atas kinerja baik Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Saya tidak menyangka kerjasama baik kita terputus karena ulah Pansel,” kata Arteria.

Saat dihubungi Rumah Pemilu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan bahwa tak ada alasan bagi Komisi II untuk tidak segera menetapkan anggota KPU dan Bawaslu. Penundaan proses uji kelayakan dan kepatutan justru mendorong kecurigaan publik bahwa ada skenario dan kepentingan politik di balik penundaan tersebut.

“Sangat berbahaya bagi kredibilitas kelembagaan KPU dan Bawaslu kalau proses pemilihan mereka diasosiasikan dengan kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, amat penting bagi Komisi II untuk menjaga kepercayaan masyarakat bahwa tidak ada proses transaksional dalam pemilihan calon angota KPU dan Bawaslu,” tegas Titi (22/3).

Titi mengingatkan agar Komisi II memperhatikan Undang-Undang (UU) No.15/2011 Pasal 6 ayat (5), (6), dan (7) yang menyebutkan bahwa masa keanggotaan KPU adalah lima tahun, dan sebelum berakhirnya masa keanggotaan, calon anggota KPU yang baru harus telah diajukan. Meskipun pernah terjadi perpanjangan masa jabatan anggota KPU, yakni pada masa keanggotaan Ramlan Surbakti, Chusnul Mar’iyah dan Valina Singka, periode saat ini, kata Titi, tak bisa diperpanjang karena nama calon anggota KPU dan Bawaslu yang lolos seleksi telah diserahkan kepada DPR.

“DPR jangan melanggar UU Penyelenggara Pemilu dan menciderai hak konstitusional para calon KPU dan Bawaslu karena terus menunda proses seleksi KPU dan Bawaslu. DPR wajib melaksanakan tugasnya menyeleksi nama-nama calon yang sudah diserahkan kepada DPR,” tutup Titi.